- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta Dukung TGB Maju di Pilpres 2019


TS
ntapzzz
Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta Dukung TGB Maju di Pilpres 2019

Koordinator Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta Eko Winarno membacakan deklarasi dukungan untuk TGB maju di pilpres 2019
Spoiler for :
Jakarta - Kondisi pertanian dan petani di Indonesia saat ini masih dalam keadaan yang sangat mempihatinkan. Meski dikatakan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional, pertanian tetap merupakan sektor pinggiran yang kurang mendapatkan perhatian serius pemerintah, khususnya dari sisi kesejahteraan petani itu sendiri.
Karena itu, menghadapi tahun politik ke depan, Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta mendorong agar ke depan muncul pemimpin nasional yang benar-benar peduli dan berpihak kepada petani dan kedaulatan pangan.
Salah satu tokoh yang saat ini muncul ke permukaan dengan kebijakan-kebijakan dan sikap yang berpihak kepada petani adalah Tuan Guru Bajang (TGB) Dr. Muhammad Zainul Majdi, MA
“Bagi kami, para petani, kemunculan tokoh-tokoh muda potensial seperti Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi ini perlu terus didorong dan dikawal. Karena itu, Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta, sendiri mendorong tokoh-tokoh seperti TGB untuk maju ke level nasional dan siap mengawal agar kebijakan pro petani dan pro kedaulatan pangan ini bisa diwujudkan pada level nasional,” kata Koordinator Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta Eko Winarno dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (14/2).
Menurut dia, kemunculan TGB yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk periode kedua cukup menyita perhatian karena beberapa alasan.
Pertama, dari sisi keberpihakan, TGB mulai menampakkan fenomena munculnya pemimpin muda yang cukup memberikan perhatian, bukan saja pada bidang pertanian melainkan pada sisi kedaulatan pangan.
Pernyataan TGB yang mengkritik langkah pemerintah pusat yang membuka keran impor beras dan jagung, merupakan sebuah kejutan tersendiri. Dari sisi ini bisa dilihat TGB mampu menunjukkan keberpihakannya pada produksi pangan lokal dengan menolak impor.
“Saat pemerintah pusat memutuskan untuk melakukan impor beras, dan beras impor itu hendak dimasukkan ke NTB, TGB menolak. Dia bahkan berani meminta pemerintah pusat lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan impor beras, dan mengingatkan pemerintah pusat agar tidak mendemoralisasi petani dengan impor,” ujarnya.
TGB juga berani bersikap kritis terhadap pemerintah pusat terkait impor jagung. TGB protes karena jagung petani dihargai Bulog Rp2.000 hingga Rp2.500 per kg. Namun, ternyata Bulog justru impor jagung dengan harga Rp3.000 per kg.
Dia menegaskan, jika harga jagung petani dihargai sama dengan jagung impor, tentu kesejahteraan petani akan lebih meningkat. Saat ini tingkat kesejahteraan petani secara relatif terus menurun. Nilai tukar produk pertanian terus menurun dibanding nilai tukar produk industri.
Kedua, TGB juga berani mengkritik pemerintah terkait persoalan bantuan langsung pemerintah, misalnya Beras Miskin (Raskin) yang dinilai tidak efektif, bahkan bentuk pembodohan kepada masyarakat. TGB berpendapat pemberian raskin adalah sistem yang keliru.
TGB juga mengkritisi Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dinilainya salah ‘berteman’ dengan tengkulak bukan dengan petani yang masih menjadi profesi sebagian besar masyarakat Indonesia. Di sisi lain, tingkat kesejahteraan petani sendiri masih kurang.
Kasus adanya raskin yang jauh dari berkualitas, menurut TGB adalah adalah ekses (akibat) adanya permainan tengkulak yang memberikan komisi kepada oknum Bulog. Demikian juga dengan bantuan yang tidak tepat sasaran, juga bagian serangkain pola-pola yang keliru tersebut.
Dia menegaskan, seharusnya Bulog itu berteman dengan petani, bukan dengan tengkulak. "Dengan tengkulak inilah ada peluang oknum meminta komisi. Kalau ke petani kan tidak mungkin. Nah, soal beras miskin itu saya kira hanya ekses," tutur TGB.
Ketiga, keberpihakan terhadap petani dan pertanian juga tidak hanya ditunjukkan dengan penyataan juga dengan kebijakan. Saat ini NTB menjadi salah satu yang terdepan dalam menjadikan sektor pertanian (disamping pariwisata) sebagai andalan dalam memacu pertumbuhan eknomi.
Di NTB, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi NTB sebesar 24%. Besarnya sumbangsih dari sektor pertanian inilah yang menjadikan Provinsi NTB sebagai daerah penopang swasembada pangan nasional.
Keempat, tak hanya tumbuh dari sisi produksi dimana produksi komoditas pangan utama seperti padi mencapai 2,3 juta ton per tahun dan jagung 2,1 juta ton pertahun, pertanian NTB juga ikut mendorong tak hanya pertumbuhan ekonomi yang mencapai di atas rata-rata nasional, namun juga menciptakan pemerataan.
Angka ketimpangan ekonomi (rasio gini) di NTB saat ini sangat jauh dari angka nasional yang berada di kisaran 0,43 yang artinya pemerataan ekonomi di NTB lebih baik daripada di level nasional.
Karena itu, kehadiran TGB di level nasional benar-benar menjadi harapan petani agar petani benar-benar memiliki pemimpin yang mampu mewujudkan kedaulatan pangan dan mampu mewujudkan kesejahteraan petani.Sumber
Karena itu, menghadapi tahun politik ke depan, Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta mendorong agar ke depan muncul pemimpin nasional yang benar-benar peduli dan berpihak kepada petani dan kedaulatan pangan.
Salah satu tokoh yang saat ini muncul ke permukaan dengan kebijakan-kebijakan dan sikap yang berpihak kepada petani adalah Tuan Guru Bajang (TGB) Dr. Muhammad Zainul Majdi, MA
“Bagi kami, para petani, kemunculan tokoh-tokoh muda potensial seperti Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi ini perlu terus didorong dan dikawal. Karena itu, Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta, sendiri mendorong tokoh-tokoh seperti TGB untuk maju ke level nasional dan siap mengawal agar kebijakan pro petani dan pro kedaulatan pangan ini bisa diwujudkan pada level nasional,” kata Koordinator Paguyuban Petani dan Mahasiswa Yogyakarta Eko Winarno dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (14/2).
Menurut dia, kemunculan TGB yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk periode kedua cukup menyita perhatian karena beberapa alasan.
Pertama, dari sisi keberpihakan, TGB mulai menampakkan fenomena munculnya pemimpin muda yang cukup memberikan perhatian, bukan saja pada bidang pertanian melainkan pada sisi kedaulatan pangan.
Pernyataan TGB yang mengkritik langkah pemerintah pusat yang membuka keran impor beras dan jagung, merupakan sebuah kejutan tersendiri. Dari sisi ini bisa dilihat TGB mampu menunjukkan keberpihakannya pada produksi pangan lokal dengan menolak impor.
“Saat pemerintah pusat memutuskan untuk melakukan impor beras, dan beras impor itu hendak dimasukkan ke NTB, TGB menolak. Dia bahkan berani meminta pemerintah pusat lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan impor beras, dan mengingatkan pemerintah pusat agar tidak mendemoralisasi petani dengan impor,” ujarnya.
TGB juga berani bersikap kritis terhadap pemerintah pusat terkait impor jagung. TGB protes karena jagung petani dihargai Bulog Rp2.000 hingga Rp2.500 per kg. Namun, ternyata Bulog justru impor jagung dengan harga Rp3.000 per kg.
Dia menegaskan, jika harga jagung petani dihargai sama dengan jagung impor, tentu kesejahteraan petani akan lebih meningkat. Saat ini tingkat kesejahteraan petani secara relatif terus menurun. Nilai tukar produk pertanian terus menurun dibanding nilai tukar produk industri.
Kedua, TGB juga berani mengkritik pemerintah terkait persoalan bantuan langsung pemerintah, misalnya Beras Miskin (Raskin) yang dinilai tidak efektif, bahkan bentuk pembodohan kepada masyarakat. TGB berpendapat pemberian raskin adalah sistem yang keliru.
TGB juga mengkritisi Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dinilainya salah ‘berteman’ dengan tengkulak bukan dengan petani yang masih menjadi profesi sebagian besar masyarakat Indonesia. Di sisi lain, tingkat kesejahteraan petani sendiri masih kurang.
Kasus adanya raskin yang jauh dari berkualitas, menurut TGB adalah adalah ekses (akibat) adanya permainan tengkulak yang memberikan komisi kepada oknum Bulog. Demikian juga dengan bantuan yang tidak tepat sasaran, juga bagian serangkain pola-pola yang keliru tersebut.
Dia menegaskan, seharusnya Bulog itu berteman dengan petani, bukan dengan tengkulak. "Dengan tengkulak inilah ada peluang oknum meminta komisi. Kalau ke petani kan tidak mungkin. Nah, soal beras miskin itu saya kira hanya ekses," tutur TGB.
Ketiga, keberpihakan terhadap petani dan pertanian juga tidak hanya ditunjukkan dengan penyataan juga dengan kebijakan. Saat ini NTB menjadi salah satu yang terdepan dalam menjadikan sektor pertanian (disamping pariwisata) sebagai andalan dalam memacu pertumbuhan eknomi.
Di NTB, sektor pertanian mampu memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi NTB sebesar 24%. Besarnya sumbangsih dari sektor pertanian inilah yang menjadikan Provinsi NTB sebagai daerah penopang swasembada pangan nasional.
Keempat, tak hanya tumbuh dari sisi produksi dimana produksi komoditas pangan utama seperti padi mencapai 2,3 juta ton per tahun dan jagung 2,1 juta ton pertahun, pertanian NTB juga ikut mendorong tak hanya pertumbuhan ekonomi yang mencapai di atas rata-rata nasional, namun juga menciptakan pemerataan.
Angka ketimpangan ekonomi (rasio gini) di NTB saat ini sangat jauh dari angka nasional yang berada di kisaran 0,43 yang artinya pemerataan ekonomi di NTB lebih baik daripada di level nasional.
Karena itu, kehadiran TGB di level nasional benar-benar menjadi harapan petani agar petani benar-benar memiliki pemimpin yang mampu mewujudkan kedaulatan pangan dan mampu mewujudkan kesejahteraan petani.Sumber
Saya sedih kalau dengar impor

15 Nama Alternatif Capres Cawapres 2019 versi Kedai Kopi. Ada Ahok & Puan?



tien212700 memberi reputasi
1
2.4K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan