Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) layak pindah ke Korea Utara dan menjadi anak buah Kim Jong Un. Hal ini menanggapi maraknya operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK selama 2018.
"KPK itu cocoknya pindah ke Korut saja, suruh jadi aparatnya Kim Jong Un itu cocok dia," ujar Fahri seraya tertawa di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/2).
Saat ini, kata dia, OTT yang dilakukan KPK menjelang pilkada tidak ada manfaatnya dan seperti sedang berburu di kebun binatang. Penindakan itu dianggap hanya drama dan tidak membuat efek jera.
"Kalau saya KPK itu sudah salah dari ujung ke ujung, dengan segala maaf. Jadi saya menganggap KPK itu sudah mengalami kematian fungsi dan eksistensi," kata dia.
Menurut Fahri, KPK telah salah mendefinisikan korupsi karena membuat drama dalam penindakan. KPK, kata Fahri, perlu direkondisi dengan merujuk pemberantasan korupsi negara lain, misalnya di Hongkong.
"Metode hongkong itu, KPK itu adalah lembaga investigatif udah titik jangan menuntut, jangan dia macam-macam kayak sekarang," katanya.
Dengan metode itu, KPK tidak lagi seperti sekarang yang dinilainya terlalu mengurusi justice collaborator, melakukan operasi intelijen dengan mengintip orang seperti yang dilakukan kepada Setya Novanto. Cara mengintip orang itu, kata dia, hanya satu negara yang melakukannya yaitu Korea Utara.
Fahri berpendapat, KPK tidak cocok dalam iklim demokrasi di Indonesia.
Dia menyarankan agar Presiden Joko Widodo tidak segan menutup KPK, apalagi rekomendasi Pansus Angket sudah keluar.
"Cobalah berani sedikit jadi presiden, oke," katanya.
Awal tahun 2018 ini KPK sudah melakukan OTT sebanyak empat kali ke kepala daerah. Mereka yakni, Bupati Hulu Sungai Tengah Selatan Abdul Latief, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Bupati Ngada Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, dan Bupati Subang Imas Aryumningsih.