Berlatar sejarah masa penjajahan Belanda dulu, tersebutlah dua orang lelaki Betawi bernama Udin dan Mamat. Mereka menyukai seorang gadis yang sama. Entin namanya. Mereka berkelahi demi mendapatkan cinta si Entin. 
 
“Ayo maju jika ente punye nyali,” seru Mamat.
 
“Lu kire gue takut, ape?” Udin menyambut seruan Mamat dengan penuh semangat.
 
Keduanya jago bela diri. Mereka mulai pasang kuda-kuda, siap menghantamkan pukulan maut satu sama lain. Mereka seolah sepakat, siapa yang menang berhak memiliki Entin.
 
Entin datang. Ia melihat dua pria yang sebenarnya sahabat itu berkelahi. Entin tahu bahwa sumber masalah ada pada dirinya.Entin akan melerai kedua lelaki itu.
 
Namun Mamat dan Udin sudah tidak bisa dilerai lagi. Keduanya saling tendang dan jotos. Entin yang mendekat tanpa sengaja terkena tendangan. Kepalanya berdarah.
 
Mengetahui gadis tercintanya terluka, barulah Mamat dan Udin menghentikan perkelahiannya. Mereka terkejut dan berteriak, “pale Entin… pale Entin… tolong!”
 
Teriakan pale Entin itu didengar oleh orang Belanda. Mereka segera mendekat dan ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Peristiwa itu kemudian menjadi buah bibir di kalangan orang Belanda. Kata pale Entindisebut sebagai Valentin, sehingga menjadi Valentin atau palentin (kate orang Betawi) seperti yang dikenal saat ini.