![[LOVE LETTER 2] Untukmu Yang Mengundangku Kepelaminanmu](https://s.kaskus.id/images/2018/02/09/10039923_20180209111425.jpg)
Quote:
Kalau saja waktu itu namaku tidak tercantum dalam daftar hadir pesta perayaan tukar cincinmu, mungkin saat ini aku masih berjuang untuk menyelamatkan hidupmu dari status lajang. Sayangnya, berkali-kali aku mengusap mata dan melipat-lipat undangan, pernikahanmu tetap dilaksanakan. Mau tidak mau aku harus menerima kenyataan bahwa ketulusan bisa kalah oleh kemampuan finansial, rasa cinta bisa takluk oleh kesempatan dan kematangan usia, setidaknya saat itu kenyataan berkata demikian. Ya, mau bagaimana lagi.
Namun terlambat, padanya cintamu telah tertambat.
Kursi pelaminan hari itu hanya mampu kulihat dari rentetan unggahan di Instagram teman-teman, dengan senyum serta keramaiannya masih jelas kuingat sampai sekarang. Tepat setelahnya hari-hariku berisi sumpah serapah mengutuk diri sendiri atas ketidakberdayaan menaklukan hatimu. Kata-kata mulai kuajak berdiskusi untuk membentuk alinea, menjelajahi kecewa untuk merubahnya menjadi paragraf penuh lara. Karena kini tentangmu hanyalah perih, dan penyesalan yang terucap lirih. Isi kepalaku masih saja tentangmu, namun ketiadaanku di hatimu membuatnya pilu.
Namun terserah, mimpiku tentangmu telah berubah
Ini saatnya menghidupi mimpi. Membawa langkah pada perjalanan yang selalu mengantarkan pengalaman dan pelajaran, membuat sadar bahwa semua yang kita raih hanyalah seonggok kerdil di mata semesta. Itu yang selama ini aku dapatkan saat berkunjung ke setiap kedai kopi di sudut kota. Perbincangan indah di setiap meja selalu menawarkan pemandangan menyenangkan. Aroma kopinya bercampur mesra dengan riuh tawa juga kelam haru yang memenuhi ruangan. Indah sekali. Membuatku betah berlama-lama memerhatikan dan membayangkan berbagai kemungkinan.
Tiba-tiba muncul perempuan cantik sedang mengikat rambutnya di sebelahku, mata kita langsung saling menatap, jantung kita saling berdegub, senyum kita saling menyapa, dan pohon bicara mulai tumbuh di antara kita. Topik menarik berbuah tanpa kenal musim, tangan kita saling bertukar genggam, mengakar dalam kenyamanan yang memupuk subur janji-janji yang mulai bersemi. Sayangnya kemarau sering berkunjung dengan kurang ajar. Cinta pun layu sebelum berkembang, rindu itu mati sebelum muncul spasi, dan daya khayalku tidak pernah diimbangi dengan kenyataan pasti.
Namun tersenyum, hanya kamuflase kesedihan dari sakit yang begitu ranum
Sejauh ini yang bisa kubanggakan hanya khayalan. Kalaupun aku berbincang dengan perempuan di kedai kopi, tidak lama kemudian pasti terhenti saat seorang lelaki datang menemui. Ya, rata-rata semua yang membuat hatiku berminat statusnya sudah terikat. Hatiku bagai bandara, tempat pertemuan dan perpisahan membekas dengan luka sebagai satu-satunya pesawat yang melintas dilangit bagai kapas. Kau mengingatku saat kesedihan datang, lalu kau tinggalkanku saat senyummu kembali terang. Belum lagi ucap manjamu saat kegalauan melanda. Kau buat ponselku ramai oleh curahan duka, derai air mata, dan kalimat kangen yang begitu menggoda. Begitu kutanya kapan bisa bertemu, kau berkelit dengan alasan lelakimu. Lagi-lagi kalau sudah begini aku bisa apa. Tanpa henti kau hujaniku dengan perasaan hampa
Kejam
.
Kini saatnya berkemas, memeras duka hanguskan ampas, dan berjalan menemui hal-hal baru yang berkilau emas. Mengakrabkan diri dengan rasa syukur, menghirup lebih banyak terbit sang surya, memeluk lebih erat temaram senja. Memenggal gengsi, melihat dunia dari lebih banyak sisi, membuka diri siapa tahu ada sosok yang berpotensi.
Tegapkan langkah dan percaya. Walau senja belum sanggup membawa kehadiranmu, paling tidak hatiku berhenti tenggelam di masa lalu. Sebab aku memutuskan pergi, karena ternyata hatiku terlalu mulia untuk kau tinggali.
Dan bila nantinya hatimu diselimuti kerinduan, menangislah karena kau telah kulupakan.
