- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pemerintah Nilai SDM Indonesia Rentan Disrupsi Ekonomi


TS
carlodes1
Pemerintah Nilai SDM Indonesia Rentan Disrupsi Ekonomi
Quote:
Nusa Dua, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menilai pasar tenaga kerja di Indonesia rentan terhadap pesatnya kemajuan teknologi yang bersifat mengganggu (disruptive) terhadap tatanan perekonomian konvensional. Pesatnya kemajuan teknologi yang mengubah tatanan perekonomian tersebut kerap dikenal dengan Revolusi Industri 4.0.
"Indonesia rentan terhadap efek dari teknologi disruptif karena rendahnya tingkat pendidikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang dalam International Seminar on Expanding Social Security Coverage in the Disruptive Economy Era di Hotel Mulia Nusa Dua Bali, Selasa (6/2).
Disrupsi ekonomi bisa menyebabkan hilangnya sejumlah pekerjaan. Jika tidak diantispasi, hal ini bisa meningkatkan angka pengangguran.
Menyadari hal itu, pemerintah bersama pelaku usaha terus mendorong peningkatan kompentensi SDM Indonesia. Salah satunya, melalui program pendidikan vokasional maupun pelatihan. Dengan demikian, pekerja Indonesia bisa mengisi pekerjaan baru yang tercipta dengan memanfaatkan teknologi yang membuat kegiatan menjadi lebih cepat dan efisien.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan, berdasarkan simulasi yang dibuat lembaga konsultal internasional McKinsey, jika revolusi industri tingkat 4.0 itu terjadi saat ini, sebanyak 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan.
Jumlah tersebut hampir separuh dari total angkatan kerja di Indonesia. Di sisi lain, revolusi tersebut hanya akan menciptakan 4 juta lapangan kerja baru.
"Dalam waktu dekat, kita tidak hanya akan berhadapan dengan simulasi, tetapi realitas," ujarnya.
Karenanya, lanjut Bambang, perubahan tersebut harus diantisipasi dengan pasar tenaga kerja yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan. Jika pasar tenaga kerja adaptif terhadap perkembangan teknologi, maka pekerja bisa beralih ke pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan dan keahliah lebih tinggi.
Masalah disrupsi perekonomian dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja juga telah menjadi perhatian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengungkapkan, saat ini perekonomian bergerak secara digital, dimana semua orang mendapatkan kesempatan yang sama dan bisa bekerja tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.
"Semua bisa dilakukan dalam genggaman, baik itu pekerja maupun pasar sasarannya. Semua menjadi semakin tidak terlihat, dan dari sisi jaminan sosial tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri", ujarnya,
Selain memberikan dampak serius pada tatanan perekonomian, disrupsi ekonomi juga membawa dampak dalam hal ketenagakerjaan, hubungan industrial, keberlangsungan sistem jaminan sosial, dan cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi.
"Kami akan antisipasi jika terjadi pemutusan hubungan kerja yang signifikan. Kami terus menerus melakukan upaya dan kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk bisa mengantisipasinya," ujarnya.
Untuk itu, badan milik negara ini juga melakukan transformasi. Salah satunya dengan meluncurkan sistem keagenan Penggerak Jaminan Sosial Nasional (Perisai) dengan pemanfaatan teknologi informasi berbasis digital baru-baru ini.
Perisai diharapkan bisa menjadi perpanjangan tangan badan untuk menjangkau pekerja informal dan menjaga keberlanjutan pembayaran iurannya.
Guna membedah lebih jauh tentang isu disrupsi ekonomi, BPJS Ketenagakerjaan dan International Social Security Association (ISSA) hari ini juga menggelar seminar internasional bertajuk "International Seminar on Expanding Social Security Coverage in the Disruptive Economy Era".
Seminar internasional ini dihadiri oleh 125 pemerhati jaminan sosial dari 30 negara bersama dengan 350 orang praktisi dan pemerhati jaminan sosial di Indonesia.
Selain itu juga dilakukan penandatanganan kerja sama strategis antara BPJS Ketenagakerjaan dengan DGUV (German Social Accident Insurance) atau Lembaga Penyelenggara Jaminan Kecelakaan Kerja Jerman terkait K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan jaminan sosial.
"Semoga dengan terlaksananya seminar internasional ini dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang membantu para pemangku kepentingan jaminan sosial di seluruh dunia dalam menentukan langkah ataupun kebijakan ke depan", ujarnya.
Kegiatan ini merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk dapat terus beradaptasi terhadap perekonomian global. Ini merupakan salah satu seminar terbesar yang dicanangkan oleh ISSA untuk mengumpulkan praktisi-praktisi jaminan sosial untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan agar bisa menghasilkan rekomendasi bagi para pengambil kebijakan dan praktisi jaminan sosial.
"Indonesia rentan terhadap efek dari teknologi disruptif karena rendahnya tingkat pendidikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang dalam International Seminar on Expanding Social Security Coverage in the Disruptive Economy Era di Hotel Mulia Nusa Dua Bali, Selasa (6/2).
Disrupsi ekonomi bisa menyebabkan hilangnya sejumlah pekerjaan. Jika tidak diantispasi, hal ini bisa meningkatkan angka pengangguran.
Menyadari hal itu, pemerintah bersama pelaku usaha terus mendorong peningkatan kompentensi SDM Indonesia. Salah satunya, melalui program pendidikan vokasional maupun pelatihan. Dengan demikian, pekerja Indonesia bisa mengisi pekerjaan baru yang tercipta dengan memanfaatkan teknologi yang membuat kegiatan menjadi lebih cepat dan efisien.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan, berdasarkan simulasi yang dibuat lembaga konsultal internasional McKinsey, jika revolusi industri tingkat 4.0 itu terjadi saat ini, sebanyak 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan.
Jumlah tersebut hampir separuh dari total angkatan kerja di Indonesia. Di sisi lain, revolusi tersebut hanya akan menciptakan 4 juta lapangan kerja baru.
"Dalam waktu dekat, kita tidak hanya akan berhadapan dengan simulasi, tetapi realitas," ujarnya.
Karenanya, lanjut Bambang, perubahan tersebut harus diantisipasi dengan pasar tenaga kerja yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan. Jika pasar tenaga kerja adaptif terhadap perkembangan teknologi, maka pekerja bisa beralih ke pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan dan keahliah lebih tinggi.
Masalah disrupsi perekonomian dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja juga telah menjadi perhatian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengungkapkan, saat ini perekonomian bergerak secara digital, dimana semua orang mendapatkan kesempatan yang sama dan bisa bekerja tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.
"Semua bisa dilakukan dalam genggaman, baik itu pekerja maupun pasar sasarannya. Semua menjadi semakin tidak terlihat, dan dari sisi jaminan sosial tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri", ujarnya,
Selain memberikan dampak serius pada tatanan perekonomian, disrupsi ekonomi juga membawa dampak dalam hal ketenagakerjaan, hubungan industrial, keberlangsungan sistem jaminan sosial, dan cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi.
"Kami akan antisipasi jika terjadi pemutusan hubungan kerja yang signifikan. Kami terus menerus melakukan upaya dan kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk bisa mengantisipasinya," ujarnya.
Untuk itu, badan milik negara ini juga melakukan transformasi. Salah satunya dengan meluncurkan sistem keagenan Penggerak Jaminan Sosial Nasional (Perisai) dengan pemanfaatan teknologi informasi berbasis digital baru-baru ini.
Perisai diharapkan bisa menjadi perpanjangan tangan badan untuk menjangkau pekerja informal dan menjaga keberlanjutan pembayaran iurannya.
Guna membedah lebih jauh tentang isu disrupsi ekonomi, BPJS Ketenagakerjaan dan International Social Security Association (ISSA) hari ini juga menggelar seminar internasional bertajuk "International Seminar on Expanding Social Security Coverage in the Disruptive Economy Era".
Seminar internasional ini dihadiri oleh 125 pemerhati jaminan sosial dari 30 negara bersama dengan 350 orang praktisi dan pemerhati jaminan sosial di Indonesia.
Selain itu juga dilakukan penandatanganan kerja sama strategis antara BPJS Ketenagakerjaan dengan DGUV (German Social Accident Insurance) atau Lembaga Penyelenggara Jaminan Kecelakaan Kerja Jerman terkait K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan jaminan sosial.
"Semoga dengan terlaksananya seminar internasional ini dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang membantu para pemangku kepentingan jaminan sosial di seluruh dunia dalam menentukan langkah ataupun kebijakan ke depan", ujarnya.
Kegiatan ini merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk dapat terus beradaptasi terhadap perekonomian global. Ini merupakan salah satu seminar terbesar yang dicanangkan oleh ISSA untuk mengumpulkan praktisi-praktisi jaminan sosial untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan agar bisa menghasilkan rekomendasi bagi para pengambil kebijakan dan praktisi jaminan sosial.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...srupsi-ekonomi
kalau bahasa kerennya "Schumpeter Gale"(creative destruction)

tipikal yang nyalahin pemerintah abis itu maunya diproteksi pemerintah(baca:gak mau bersaing dan berinovasi) minggir aja. taulah siapa yang kelonjotan tenaga kerja asing

Diubah oleh carlodes1 08-02-2018 02:39
0
1.6K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan