- Beranda
- Komunitas
- News
- Tribunnews.com
Produksi Bendamustine untuk Pengobatan Kanker Limfoma dengan Harga Lebih Terjangkau


TS
tribunnews.com
Produksi Bendamustine untuk Pengobatan Kanker Limfoma dengan Harga Lebih Terjangkau
[img][/img]
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data GLOBOCAN (IARAC) tahun 2012 menunjukkan limfoma merupakan salah satu dari sepuluh jenis kanker terbanyak di dunia. Kematian akibat limfoma masih sangat tinggi, mencapai setengah dari kasus baru. Berdasarkan Riseksdas 2013, di Indonesia diperkirakan ada lebih dari 14.500 pasien limfoma yang terdeteksi di tahun 2013.
Sayangnya, pengobatan terhadap pasien limfoma terkendala oleh mahalnya obat dan kurangnya efektivitas treatment lama yang selama ini dijalankan pasien. Kini, ada harapan baru untuk pasien limfoma dengan dikembangkannya obat limfoma Bendamustine di Indonesia, oleh PT Ferron Par Pharmacueticals.
PT Ferron memproduksi Bendamustine dengan harapan dapat dihasilkan terapi yang efektif dan lebih mudah dijangkau oleh penderita limfoma di Indonesia.
Penelitian bendamustine yang dikombinasikan dengan rituximab, salah satunya dilakukan oleh Prof. Rummel MJ, MD, PhD dari RS Universitas Giessen di Jerman dan sudah dipublikasikan di jurnal kedokteran terkemuka The Lancet. Hasilnya bendamustine efektif untuk pengobatan Limfoma Non-Hodgkin.
Pasien yang diberikan kombinasi bendamustin dan rituximab memiliki masa bebas pengobatan lebih panjang dibandingkan pasien yang mendapatkan terapi standar (dengan CHOP-R) dan baru mendapatkan perngobatan kedua setelah 69,5 bulan kemudian. Bandingkan dengan pasien yang mendapatkan pengobatan dengan CHOP-R yang sudah harus mendapatkan pengobatan kedua di bulan ke 31,2.
Prof. Rummel dalam acara “Rudy Soetikno Memorial Lecture” yang diselenggarakan di Titan Center, Bintaro Tangerang, pada 27 Januari 2018, menjelaskan, bendamustine sudah ditemukan 50 tahun di Jerman Timur.
Setelah penyatuan Jerman Timur dan Jerman Barat, obat ini masih kurang diteliti karena ada stigma pengobatan Jerman Timur yang kurang diakui dibandingkan Jerman Barat. Baru pada tahun 2000-an bendamustine mulai menarik perhatian peneliti Jerman dan dunia.
Penelitiannya selama bertahun-tahun terhadap bendamustine menunjukkan, jumlah kematian pasien yang diobati dengan bendamustine lebih sedikit jika dibandingkan jumlah kematian pasien yang diterapi dengan obat lain (CHOP-R).
Sebanyak 73,9% pasien Limfoma Non-Hodgkin dapat bertahan hidup sampai 10 tahun. Hasil penelitian ini sudah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan American Association of Clinical Oncology (ASCO) pada tahun 2017 lalu.
Kehadiran obat baru ini diharapkan akan lebih membantu pasien kanker Limfoma Non-Hodgkin di Indonesia agar mendapatkan terapi yang lebih terjangkau. Selama ini obat-obatan kanker impor dikenal sangat mahal.
Maka PT Ferron memproduksi bendamustine (dengan merek dagang FonkoMustin) sendiri di pabrik Ferron di Cikarang, Jawa Barat.
Dr. dr. Hilman Tadjoedin, Sp.PD-KHOM, dokter spesialis onkologi medik menambahkan, ada dua jenis limfoma, yaitu Limfoma Hodgkin (LH) dan Limfoma Non-Hodgkin (LNH). Gejala awal adalah pembengkakan kelenjar getah bening. Limfoma Hodgkin lebih mudah disembuhkan (kurang ganas) dibandingkan Limfoma Non-Hodgkin.
Pengobatan dengan kombinasi bendamustine dan rituximab memberikan harapan baru pada pasien yang membutuhkan terutama pasien Limfoma Non-Hodgkin.
90% Limfoma Non-Hodgkin menyerang sel-B dan angkanya mencapai 90% dan hanya 10% yang menyerang sel-T. Bendamustine efektif untuk Limfoma Non-Hodgkin sel-B.
“Bendamustine saat ini sudah mulai digunakan di Indonesia, hanya saja karena baru diluncurkan sehingga belum banyak pasien yang menggunakan,” jelas dr. Hilman.
Bendamustine diberikan secara suntikan intravena, diberikan sendiri atau dengan kombinasi obat lain. Pasien tidak perlu melakukan pemeriksaan genetik terlebih dahulu kecuali pada kondisi khusus.
Menurut Rummel, tidak ada kontraindikasi untuk bendamustine. “Selama pasien memiliki kondisi ginjal, liver, dan organ lain sehat, maka dapat diterapi dengan bendamustine.”
PT Ferron Par Pharmaceutical mulai memproduksi bendamustine sejak 2014 dan hasil rekomendasi RS Dharmais membuat obat ini sedang proses masuk formularium nasional, sehingga diharapkan dapat digunakan pasien BPJS di tahun 2018.
Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji—selaku produsen salah satu produk pengembangan bendamustine, meyakinkan bahwa harga obat ini jauh lebih murah dibandingkan obat impor.
“Visi misi Dexa Group bukan semata-mata komersial, tetapi bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup lebih baik dengan bendamustin-rituximab dibandingkan kemoterapi standar yang memiliki lebih banyak efek samping,” jelas Pandji.
Harga bendamustin lebih murah karena dikembangkan di pabrik lokal dengan standar pembuatan dari Eropa.
“Kehadiran obat ini otomatis akan mengurangi ketergantungan Indonesia dari obat kanker impor. Bendamustine menambah produksi lokal untuk obat-obat kanker setelah sebelumnya juga sudah dikembangkan di Indonesia,” tambah Krestijanto.
Dr. dr. Hilman melanjutkan, perjalanan penyakit limfoma dapat diketahui dengan melihat beberapa parameter yaitu usia, penampilan pasien, nilai LDH (marker kerusakan jaringan), penyebaran di kelenjar getah bening, dan stadium penyakit.
“Intinya semakin muda pasien, performanya baik (tidak sakit-sakitan), dan semakin rendah stadiumnya, maka penyakit lebih mudah disembuhkan dengan kemungkinan harapan hidup lebih panjang,” jelas Dr. dr. Hilman yang juga Ketua Himpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia.
Tujuan terapi Limfoma bukan penyembuhan, tetapi mengendalikan penyakit pasien. Kata kuncinya adalah meningkatkan kualitas hidup pasien.
“Jika ada pasien datang dengan benjolan sangat besar, maka kita berusaha menekan benjolan, tetapi tidak bisa hilang 100%. Itu sudah sangat berarti bagi pasien. Dengan pengobatan standar, kita berusaha menekan pertumbuhan sel-sel ganas. Maka dengan adanya obat-obatan baru yang lebih menjanjikan, maka akan semakin meningkatkan kualitas hidup pasien dan memperpanjang harapan hidup pasien.”
Acara Rudy Soetikno Memorial Lecture diadakan Dexa Group sebagai bentuk dedikasi pada pendiri Dexa Group tersebut.
Empat tahun lalu, Rudy Soetikno, pendiri perusahaan farmasi nasional terkemuka Dexa Group, didiagnosis menderita Limfoma Non-Hodgin, salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik. Sayangnya, sebagai pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung, beliau tidak dapat menerima rejimen kemoterapi standar yang biasa diberikan untuk pasien limfoma.
Melalui sahabatnya seorang dokter ahli kanker di Jerman, ia direkomendasikan pengobatan dengan kombinasi bendamustine dan rituximab. Bendamustine di tahun itu belum tersedia di Indonesia bahkan di Singapura. Maka Rudy Soetikno menjalani pengobatan di Jerman.
Penerus Dexa Group saat ini meneruskan impian Rudy Soetikno yaitu memproduksi obat kanker di Indonesia sehingga pasien tidak perlu berobat ke luar negeri. Dengan produksi di dalam negeri, otomatis biaya obat lebih terjangkau.
Sumber : http://www.tribunnews.com/kesehatan/...bih-terjangkau
---
Baca Juga :
- Viral, Dua Bocah yang Peluk Nisan dan Tidur di Makam Ayahnya
- Wanita yang Bekerja di Malam Hari, Memiliki Risiko Terkena Kanker 19 Persen Lebih Besar
- 6 Cara Sederhana untuk Cegah Penyakit Kanker
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data GLOBOCAN (IARAC) tahun 2012 menunjukkan limfoma merupakan salah satu dari sepuluh jenis kanker terbanyak di dunia. Kematian akibat limfoma masih sangat tinggi, mencapai setengah dari kasus baru. Berdasarkan Riseksdas 2013, di Indonesia diperkirakan ada lebih dari 14.500 pasien limfoma yang terdeteksi di tahun 2013.
Sayangnya, pengobatan terhadap pasien limfoma terkendala oleh mahalnya obat dan kurangnya efektivitas treatment lama yang selama ini dijalankan pasien. Kini, ada harapan baru untuk pasien limfoma dengan dikembangkannya obat limfoma Bendamustine di Indonesia, oleh PT Ferron Par Pharmacueticals.
PT Ferron memproduksi Bendamustine dengan harapan dapat dihasilkan terapi yang efektif dan lebih mudah dijangkau oleh penderita limfoma di Indonesia.
Penelitian bendamustine yang dikombinasikan dengan rituximab, salah satunya dilakukan oleh Prof. Rummel MJ, MD, PhD dari RS Universitas Giessen di Jerman dan sudah dipublikasikan di jurnal kedokteran terkemuka The Lancet. Hasilnya bendamustine efektif untuk pengobatan Limfoma Non-Hodgkin.
Pasien yang diberikan kombinasi bendamustin dan rituximab memiliki masa bebas pengobatan lebih panjang dibandingkan pasien yang mendapatkan terapi standar (dengan CHOP-R) dan baru mendapatkan perngobatan kedua setelah 69,5 bulan kemudian. Bandingkan dengan pasien yang mendapatkan pengobatan dengan CHOP-R yang sudah harus mendapatkan pengobatan kedua di bulan ke 31,2.
Prof. Rummel dalam acara “Rudy Soetikno Memorial Lecture” yang diselenggarakan di Titan Center, Bintaro Tangerang, pada 27 Januari 2018, menjelaskan, bendamustine sudah ditemukan 50 tahun di Jerman Timur.
Setelah penyatuan Jerman Timur dan Jerman Barat, obat ini masih kurang diteliti karena ada stigma pengobatan Jerman Timur yang kurang diakui dibandingkan Jerman Barat. Baru pada tahun 2000-an bendamustine mulai menarik perhatian peneliti Jerman dan dunia.
Penelitiannya selama bertahun-tahun terhadap bendamustine menunjukkan, jumlah kematian pasien yang diobati dengan bendamustine lebih sedikit jika dibandingkan jumlah kematian pasien yang diterapi dengan obat lain (CHOP-R).
Sebanyak 73,9% pasien Limfoma Non-Hodgkin dapat bertahan hidup sampai 10 tahun. Hasil penelitian ini sudah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan American Association of Clinical Oncology (ASCO) pada tahun 2017 lalu.
Kehadiran obat baru ini diharapkan akan lebih membantu pasien kanker Limfoma Non-Hodgkin di Indonesia agar mendapatkan terapi yang lebih terjangkau. Selama ini obat-obatan kanker impor dikenal sangat mahal.
Maka PT Ferron memproduksi bendamustine (dengan merek dagang FonkoMustin) sendiri di pabrik Ferron di Cikarang, Jawa Barat.
Dr. dr. Hilman Tadjoedin, Sp.PD-KHOM, dokter spesialis onkologi medik menambahkan, ada dua jenis limfoma, yaitu Limfoma Hodgkin (LH) dan Limfoma Non-Hodgkin (LNH). Gejala awal adalah pembengkakan kelenjar getah bening. Limfoma Hodgkin lebih mudah disembuhkan (kurang ganas) dibandingkan Limfoma Non-Hodgkin.
Pengobatan dengan kombinasi bendamustine dan rituximab memberikan harapan baru pada pasien yang membutuhkan terutama pasien Limfoma Non-Hodgkin.
90% Limfoma Non-Hodgkin menyerang sel-B dan angkanya mencapai 90% dan hanya 10% yang menyerang sel-T. Bendamustine efektif untuk Limfoma Non-Hodgkin sel-B.
“Bendamustine saat ini sudah mulai digunakan di Indonesia, hanya saja karena baru diluncurkan sehingga belum banyak pasien yang menggunakan,” jelas dr. Hilman.
Bendamustine diberikan secara suntikan intravena, diberikan sendiri atau dengan kombinasi obat lain. Pasien tidak perlu melakukan pemeriksaan genetik terlebih dahulu kecuali pada kondisi khusus.
Menurut Rummel, tidak ada kontraindikasi untuk bendamustine. “Selama pasien memiliki kondisi ginjal, liver, dan organ lain sehat, maka dapat diterapi dengan bendamustine.”
PT Ferron Par Pharmaceutical mulai memproduksi bendamustine sejak 2014 dan hasil rekomendasi RS Dharmais membuat obat ini sedang proses masuk formularium nasional, sehingga diharapkan dapat digunakan pasien BPJS di tahun 2018.
Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji—selaku produsen salah satu produk pengembangan bendamustine, meyakinkan bahwa harga obat ini jauh lebih murah dibandingkan obat impor.
“Visi misi Dexa Group bukan semata-mata komersial, tetapi bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup lebih baik dengan bendamustin-rituximab dibandingkan kemoterapi standar yang memiliki lebih banyak efek samping,” jelas Pandji.
Harga bendamustin lebih murah karena dikembangkan di pabrik lokal dengan standar pembuatan dari Eropa.
“Kehadiran obat ini otomatis akan mengurangi ketergantungan Indonesia dari obat kanker impor. Bendamustine menambah produksi lokal untuk obat-obat kanker setelah sebelumnya juga sudah dikembangkan di Indonesia,” tambah Krestijanto.
Dr. dr. Hilman melanjutkan, perjalanan penyakit limfoma dapat diketahui dengan melihat beberapa parameter yaitu usia, penampilan pasien, nilai LDH (marker kerusakan jaringan), penyebaran di kelenjar getah bening, dan stadium penyakit.
“Intinya semakin muda pasien, performanya baik (tidak sakit-sakitan), dan semakin rendah stadiumnya, maka penyakit lebih mudah disembuhkan dengan kemungkinan harapan hidup lebih panjang,” jelas Dr. dr. Hilman yang juga Ketua Himpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia.
Tujuan terapi Limfoma bukan penyembuhan, tetapi mengendalikan penyakit pasien. Kata kuncinya adalah meningkatkan kualitas hidup pasien.
“Jika ada pasien datang dengan benjolan sangat besar, maka kita berusaha menekan benjolan, tetapi tidak bisa hilang 100%. Itu sudah sangat berarti bagi pasien. Dengan pengobatan standar, kita berusaha menekan pertumbuhan sel-sel ganas. Maka dengan adanya obat-obatan baru yang lebih menjanjikan, maka akan semakin meningkatkan kualitas hidup pasien dan memperpanjang harapan hidup pasien.”
Acara Rudy Soetikno Memorial Lecture diadakan Dexa Group sebagai bentuk dedikasi pada pendiri Dexa Group tersebut.
Empat tahun lalu, Rudy Soetikno, pendiri perusahaan farmasi nasional terkemuka Dexa Group, didiagnosis menderita Limfoma Non-Hodgin, salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik. Sayangnya, sebagai pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung, beliau tidak dapat menerima rejimen kemoterapi standar yang biasa diberikan untuk pasien limfoma.
Melalui sahabatnya seorang dokter ahli kanker di Jerman, ia direkomendasikan pengobatan dengan kombinasi bendamustine dan rituximab. Bendamustine di tahun itu belum tersedia di Indonesia bahkan di Singapura. Maka Rudy Soetikno menjalani pengobatan di Jerman.
Penerus Dexa Group saat ini meneruskan impian Rudy Soetikno yaitu memproduksi obat kanker di Indonesia sehingga pasien tidak perlu berobat ke luar negeri. Dengan produksi di dalam negeri, otomatis biaya obat lebih terjangkau.
Sumber : http://www.tribunnews.com/kesehatan/...bih-terjangkau
---
Baca Juga :
- Viral, Dua Bocah yang Peluk Nisan dan Tidur di Makam Ayahnya
- Wanita yang Bekerja di Malam Hari, Memiliki Risiko Terkena Kanker 19 Persen Lebih Besar
- 6 Cara Sederhana untuk Cegah Penyakit Kanker


nona212 memberi reputasi
1
1.6K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan