- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
TGB Ajak Ummat Belajar dari Kisah Firaun


TS
ntapzzz
TGB Ajak Ummat Belajar dari Kisah Firaun

TGH M Zainul Majdi (TGB) saat menyampaikan kajian ba’da subuh di masjid Hubbul Wathan Islamic Centre NTB, Rabu 24 Januari
Spoiler for :
KabarNTB, Mataram – Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang – TGB) mengajak seluruh ummat Islam untuk belajar dan mengambil hikmah dari kisah perjalanan hidup Fir’aun.
Saat menyampaikan Kajian Tafsir Al-Qur’an ba’da sholat subuh, di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center, NTB, Rabu 24 Januari 2018, Gubernur yang juga ulama itu mengisahkan, Fir’aun selama menjadi penguasa tidak pernah mau menerima dakwah dan seruan kebaikan yang disampaikan oleh Nabi Musa.Bahkan Fir’aun menganggap dirinya sebagai tuhan yang memiliki kekuasaan serta kekayaan yang melimpah.
TGB mengutip Surat Az-Zukhruf Ayat 51-54. Dalam Ayat tersebut dikisahkan oleh Allah SWT tentang Fir’aun yang tidak menerima dakwah yang disampikan oleh Nabi Musa. Yakni mambandingkan kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya dengan Nabi Musa. Di hadapan kaumnya, Fir’aun menyampaikan bahwa yang mengontrol kekuasaan, yang menguasai ekonomi, dan yang memiliki pasukan paling banyak dan kuat pada masa itu di Mesir itu adalah dirinya. Dia membandingkan dirinya dengan Musa dari berbagai sisi kehidupan, seperti keluarga, kekayaan, komunikasi dan hubungan atau support pasukan. Dakwah yang disampaikan Musa ditentang dengan kekuasaan dan kekayaan yang dia miliki.
Dari kisah Fir’aun yang dijelaskan dalam Surat ini, kata TGB, kita dapat mengambil hikmah bahwa ajaran-ajaran kebaikan yang mengajak pada satu perbaikan sosial, atau satu ide besar untuk menggagas kehidupan yang lebih baik pasti memiliki tantangan. Bahkan semakin besar tantangan itu, maka gagasan yang kita sampaikan itu merupakan ide yang memiliki kadar kebaikan yang lebih besar.
“Kalau dalam keseharian, kita ingin melakukan kebaikan, terus kita mendapat tantangan, halangan atau cercaan, maka jangan sampai itu menjadi halangan kita untuk melakukan kebaikan,” ajak TGB.
Hikmah selanjutnya tentang perjalanan hidup Fir’aun, yaitu bahwa kekuasaan, kewenangan dan kekayaan yang dimiliki seseorang seringkali disalahgunakan. Hikmah ketiga adalah tidak mengukur apa yang kita lakukan dengan hanya melihat materi. Yakni, segala sesuatu yang ada dalam diri manusia, termasuk apa yang dilakukan tidak semata-mata diukur dengan seberapa banyak harta yang dimiliki.
“Jangan lihat siapa yang sampaikan, lihatlah substansi yang dia sampaikan. Ini mengajarkan kita untuk disiplin berfikir,” ungkap TGB.
Menurut Gubernur dua periode itu, apa yang disampaikan oleh seseorang, tanpa melihat siapa dan darimana dia berasal, kalau itu mengandung nilai kebenaran dak kebaikan, maka itu merupakan sebuah nasehat bagi kita. Menurutnya, kalau Allah masih mau memberikan kebaikan kepada seseorang, maka akan datang padanya orang untuk mengingatkannya pada kebaikan.
Hikmah terakhir yang disampaikan TGB, sebagai mahluk yang hidup secara kolektif, maka saling mengingatkan itu merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan. Sebab, kalau dalam masyarakat tumbuh sifat atau karakter ketidakberdayaan kolektif, maka suatu bangsa akan tidak dapat menangkal bahaya-bahaya yang timbul di masyarakat. Karena, masyarakat tidak lagi peduli dan bahkan bersikap apatis terhadap kezdoliman yang ada.
“Semangat koreksi dan nasehat tetap harus kita tumbuhkan pada diri masyarakat,” tutup Gubernur Hafizd Al-Qur’an ini.(By)
Sumber
Saat menyampaikan Kajian Tafsir Al-Qur’an ba’da sholat subuh, di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center, NTB, Rabu 24 Januari 2018, Gubernur yang juga ulama itu mengisahkan, Fir’aun selama menjadi penguasa tidak pernah mau menerima dakwah dan seruan kebaikan yang disampaikan oleh Nabi Musa.Bahkan Fir’aun menganggap dirinya sebagai tuhan yang memiliki kekuasaan serta kekayaan yang melimpah.
TGB mengutip Surat Az-Zukhruf Ayat 51-54. Dalam Ayat tersebut dikisahkan oleh Allah SWT tentang Fir’aun yang tidak menerima dakwah yang disampikan oleh Nabi Musa. Yakni mambandingkan kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya dengan Nabi Musa. Di hadapan kaumnya, Fir’aun menyampaikan bahwa yang mengontrol kekuasaan, yang menguasai ekonomi, dan yang memiliki pasukan paling banyak dan kuat pada masa itu di Mesir itu adalah dirinya. Dia membandingkan dirinya dengan Musa dari berbagai sisi kehidupan, seperti keluarga, kekayaan, komunikasi dan hubungan atau support pasukan. Dakwah yang disampaikan Musa ditentang dengan kekuasaan dan kekayaan yang dia miliki.
Dari kisah Fir’aun yang dijelaskan dalam Surat ini, kata TGB, kita dapat mengambil hikmah bahwa ajaran-ajaran kebaikan yang mengajak pada satu perbaikan sosial, atau satu ide besar untuk menggagas kehidupan yang lebih baik pasti memiliki tantangan. Bahkan semakin besar tantangan itu, maka gagasan yang kita sampaikan itu merupakan ide yang memiliki kadar kebaikan yang lebih besar.
“Kalau dalam keseharian, kita ingin melakukan kebaikan, terus kita mendapat tantangan, halangan atau cercaan, maka jangan sampai itu menjadi halangan kita untuk melakukan kebaikan,” ajak TGB.
Hikmah selanjutnya tentang perjalanan hidup Fir’aun, yaitu bahwa kekuasaan, kewenangan dan kekayaan yang dimiliki seseorang seringkali disalahgunakan. Hikmah ketiga adalah tidak mengukur apa yang kita lakukan dengan hanya melihat materi. Yakni, segala sesuatu yang ada dalam diri manusia, termasuk apa yang dilakukan tidak semata-mata diukur dengan seberapa banyak harta yang dimiliki.
“Jangan lihat siapa yang sampaikan, lihatlah substansi yang dia sampaikan. Ini mengajarkan kita untuk disiplin berfikir,” ungkap TGB.
Menurut Gubernur dua periode itu, apa yang disampaikan oleh seseorang, tanpa melihat siapa dan darimana dia berasal, kalau itu mengandung nilai kebenaran dak kebaikan, maka itu merupakan sebuah nasehat bagi kita. Menurutnya, kalau Allah masih mau memberikan kebaikan kepada seseorang, maka akan datang padanya orang untuk mengingatkannya pada kebaikan.
Hikmah terakhir yang disampaikan TGB, sebagai mahluk yang hidup secara kolektif, maka saling mengingatkan itu merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan. Sebab, kalau dalam masyarakat tumbuh sifat atau karakter ketidakberdayaan kolektif, maka suatu bangsa akan tidak dapat menangkal bahaya-bahaya yang timbul di masyarakat. Karena, masyarakat tidak lagi peduli dan bahkan bersikap apatis terhadap kezdoliman yang ada.
“Semangat koreksi dan nasehat tetap harus kita tumbuhkan pada diri masyarakat,” tutup Gubernur Hafizd Al-Qur’an ini.(By)
Sumber
Jokowi & Prabowo vs TGB & Gatot
15 Nama Alternatif Capres Cawapres 2019 versi Kedai Kopi. Ada Ahok & Puan?

0
1.6K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan