Bentuk Kampanye Hitam yang Harus Diwaspadai di PilPilres 2019
TS
dodydrogba
Bentuk Kampanye Hitam yang Harus Diwaspadai di PilPilres 2019
Masih ingatkah dengan Pilgub DKI 2012, PilPres 2014, dan yang terakhir Pilgub DKI 2017? Yah, pemilu yang banyak diserang berbagai kampanye hitam atau kampanye yang melanggar aturan dan melanggar etika norma masyarakat karena menggunakan serangan isu diskriminasi suku, ras, agama, antargolongan dan sebagainya, berita palsu atau hoax dan penuh dengan pesan provokatif atau hasutan kebencian. Pada umumnya, kampanye yang baik tentu menggunakan visi, misi, prestasi serta rekam jejak calon yang bersangkutan, di luar itu pun sebenarnya boleh - boleh saja asal tak melanggar aturan misal kampanye menggunakan popularitas dan kegantengan seperti para artis yang mendadak jadi calon pemimpin daerah setempat. Tentu kita tak bisa memaksakan seseorang menjadi pemilih rasional (lewat visi, misi, prestasi dan rekam jejak kerja sang calon pemimpin), pemilih emosional (lewat popularitas, kegantengan, kecantikan, sopan santun, ketegasan, keramahan, kesamaan agama, suku, dan sejenisnya) dan pemilih gabungan antara rasional dan emosional. Namun tentu yang namanya kampanye hitam sebisa mungkin wajib dijauhi karena efeknya bisa lebih buruk dari itu misal kebencian yang berlebihan, merusak tali silaturahmi, gak bisa move on terus dendam hingga jangka waktu yang lama dan prasangka buruk yang terus menerus kepada pendukung dan pemimpin yang didukung.
Kalau kita melihat kenapa pasangan Jokowi Ahok bisa menang di pilgub DKI 2012 dan Anies yang menang di pilgub 2017, itu karena mungkin di DKI sebenarnya lebih banyak pemilih emosionalnya ketimbang rasionalnya. Jokowi Ahok berhasil menang karena mengkombinasikan rasional dan emosional dan meraih suara pemilih dua kubu dan juga gabungan antara dua kubu itu, mereka yang emosional tersentuh dengan isu populis atau merakyat seperti pemimpin baik yang tak gengsi turun ke lapangan dan ke setiap kampung penduduk untuk mengetahui permasalahan mereka tanpa harus menjelekan pemimpin sebelumnya. Di sisi lain hal tersebut juga diimbangi dengan visi dan misi kampanye serta janji politik yang kreatif dan visioner dengan mengedepankan kerja nyata yang harus diakui sebagian janjinya emang menjadi nyata. Sedangkan pertarungan pilgub DKI 2017, murni pertarungan kubu yang rasional vs kubu yang emosional. DKI Jakarta sebelas dua belas dengan Jawa Barat di mana pemilih emosional jauh lebih banyak dari rasional. Kubu emosional pendukung Anis terus berkampanye akan standar memilih sesuai agama dan alhasil Anis pun menang karena para pemilih emosional yang banyak itu memilihnya dengan isu agama. Di sisi lain tak ada masalah akan hal itu, namun yang bermasalah ketika beberapa orang menyebarkan kampanye hitam yang membuat sebagian pemilih takut untuk memilih si itu atau si ini. Hal ini sebenarnya juga terjadi di Pilgub DKI 2012 dengan isu ibu Jokowi non islam atau calon pemimpin yang wakilnya non islam dan etnisnya Tionghoa yang seolah dikaitkan dengan stereotype buruk. Namun hebatnya, mereka masih bisa menang, kejadian yang sama juga terjadi pada Pilpres 2014 di mana sang calon pemimpin dihujani berbagai bentuk kampanye hitam namun kembali masih bisa memenangkan pertarungan politik itu.
Untuk itu, agar kejadian serupa tak terulang, saya harap tak ada lagi kampanye hitam dan kalaupun ada kita bisa mencegahnya dengan baik. Namun sebelum membahas lebih jauh, mari kita bedakan sedikit antara kampanye hitam dan negatif. Kampanye hitam sudah dijelaskan sebelumnya adalah kampanye yang menggunakan isu diskriminasi sara, hoax dan pesan provokatif atau hasutan kebencian. Kampanye negatif merupakan kampanye menggunakan fakta - fakta yang dan cenderung fakta buruk diluar konteks dia sebagi calon pemimpin. Misalnya samg calon pemimpin pernah selingkuh dengan seorang pejabat wanita hingga membuatnya bercerai dengan istrinya, nah ini bisa masuk dalam kampanye negatif. Sedangkan ketika pihak lawan membalas kempanye pesaing dengan mengeluarkan data - data fakta di lapangan seperti kelangkaan bbm, daging atau kenaikan harga listrik untuk menyerang pesaing yang kebetulan incumbent, ini masih bisa ditolerir selama datanya fakta dan asli dan bukan hoax. Jika hoax maka ini menjadi kampanye hitam karena hanya menyebarkan kebohongan belaka untuk mencari simpati dan memancing amarah dan kebencian kepada sang pesaing.
Nah, kita sudah mengetahui beberapa hal simpel tadi terkait kampanye politik. Sekarang mari membahas bentuk kampanye hitam yang mungkin akan hadir di pilpres 2019.
Spoiler for 1. Isu pribumi dan non pribumi:
Sebagian pihak terutama kubu lawan yang selalu kontra dengan sang pesaing yang kebetulan incumbent akan terus menggunakan ini selama ada calon pemimpin pendamping dari sang pesaing mungkin dianggap non pribumi oleh mereka misal seperti keturunan etnis atau ras yang bukan asli misal keturunan Tionghoa atau kaukasian (bule) walaupun sudah berwarga negara Indonesia dan bahkan sudah menetap sangat lama di Indonesia. Tuduhan ini didasarkan karena nantinya mereka takut kepetingan politik akan dikuasai oleh negara asing yang berhubungan erat sang calon non pribumi itu.
Isu ini sejatinya sudah dimulai sejak jaman Belanda dulu untuk membedakan status sosial dan mungkin juga untuk memecah belah dan sebagai politik kepentingan pada situasi tertentu. Di mana pribumi atau penduduk asli atau lokal dikategorikan dengan manusia rendahan setara hewan anjing yang tidak bisa masuk ke wilayah tertentu. Sedangkan non pribumi dikategorikan penduduk dengan status lebih tinggi dan mendapat kemudahan ke mana saja. Tentu hal ini menjadi gesekan sosial yang mana membuat penduduk lokal menjadi iri bahkan benci dengan non pribumi itu.
Dan sekarang, ada kelompok fasis chauvinist yang kadang bangga dengan label pribumi, ironisnya padahal label ini merupakan pemutus jembatan persaudaraan karena ada stereotype buruk yang menempel di label tersebut misalnya seperti non pribumi yang tentu dikaitkan dengan etnis tertentu dan selalu bertindak jahat. Padahal yang namanya manusia, bisa melakukan baik dan buruk tanpa dibatasi agama, suku, ras, agama dan lain - lain. Jika ada yang menggunakan itu, maka hal tersebut tak jauh - jauh dari kepentingan politik sama seperti yang Belanda lakukan dulu. Mereka juga menggunakan strategi era kolonial, bedanya yang lebih tinggi dan baik di sini pribumi sedangkan yang rendahan, jahat dan buruk adalah non pribumi.
Namun bagaimana kita bisa tahu mana yang pribumi dan mana yang non pribumi? Gampang, simpelnya kita cari tahu para kelompok yang menggunakan isu ini mendukung partai atau calon presiden dan wakil yang mana. Nah jika sudah tahu, maka non pribumi atau pribumi akan dinilai sesuai hal tersebut, misal yang sering mengeluarkan kampanye hitam pribumi non pribumi adalah pendukung partai x dan capres X, maka seseorang akan dilabeli pribumi apabila sepemahaman dengan mereka yaitu mendukung partai x dan capres x. Kampanye ini disebarkan agar orang tak mau memilih calon pemimpin yang bukan etnis asli, tak peduli dengan pribumi dan pro kepada negara non pribumi yang diduga berhubungan dekat denga calon pemimpin yang dituduh non pribumi itu padahal tak ada kaitan sama sekali. Padahal soal pribumi ini, masyarakat adat atau kalau disini seperti penganut kepercayaan lebih pantas karena dari dulu sampai sekarang masih tetap melestarikan adat leluhurnya. Uniknya, mereka sendiri tak koar - koar soal pribumi, karena bagi mereka manusia itu dinilai dari perbuatan buruk dan baik, bukan pribumi dan non pribumi.
Target dari isu ini biasanya masih sekitar kelompok golongan tertentu yang berpandangan fasis chauvinist(nasionalisme ke arah yang buruk yaitu menganggap negara atau etnis lokal asli jauh lebih baik dan tinggi derajatnya dari yang lain) baik relijius dan non relijius, karena biasanya yang menyuarakan ya kelompok golongan tertentu misal ormas x dan semacamnya. Tak semua warga mengerti soal ini, karena itulah oknum - oknum tertentu menyebarkan isu ini agar mereka yang tak tahu menjadi ngerti soal ini apalagi ketika memasuki masa kampanye. Biasanya yang paling mudah dicekcoki adalah mereka yang sulit berpikir kritis, emosional (mengedepankan emosi ketimbang rasional dan logika), fanatik akan etnis dan agamanya dan lain sebagainya.
Spoiler for 2. Isu Cina:
Isu ini dari dulu sampai sekarang masih sangat terkenal buat kampanye hitam. Isu ini masih berkaitan langsung dengan isu pribumi dan non pribumi cuma lebih spesifik. Sama seperti sebelumnya, para penyebar kampanye hitam akan menilai manusia bukan dari perbuatan baik dan buruk tapi dari etnisnya. Jika dia etnis Tionghoa atau Cina, maka akan dianggap manusia yang licik, penindas, sombong, angkuh, kaya, pelit, diskriminatif terhadap pribumi dan semacamnya. Sedangkan non Tionghoa tentu sebaliknya, baik, posisi yang dizalimi, rendah hati, sopan, murah hati dan lain sebagainya.
Untuk saat ini, tuduhan ini melebar dari yang stereotype etnis berdasarkan generalisasi sikap dan perbuatan merembet pada kelompok - kelompok yang punya kepentingan buruk tertentu. Misal tuduhan antek kelompok 9 Naga yang diidentikan sebagai penguasa ekonomi Indonesia yang ingin menguasai Indonesia dari beberapa aset yang ingin diincarnya yang diduga agar pribumi tak bisa berkuasa dan menyelamatkan negaranya. Lalu juga ada isu tenaga kerja dari RRC atau negara Cina yang selalu dikaitkan dengan tuduhan antek cina. Tenaga kerja ini bukan cuma yang ilegal tapi juga yang legal, namun yang membuat semakin parah adalah maraknya hoax yang menyertainya. Yang harusnya angkanya tidak sebesar itu akhirnya dibuat menjadi sangat - sangat besar bahkan tak masuk akal sebenarnya sehingga kalau kita lihat di berita sosial media seolah ada invasi tenaga kerja asing atau Cina yang siap mengambil tenaga kerja lokal. Padahal berita itu hanya hoax semata, mungkin sebagian ada yang asli di mana ada pekerja ilegal namun tak sebanyak itu dan itupun langsung ditangani oleh pihak terkait seperti lembaga ketenagakerjaan dan imigrasi agar kejadian serupa tak terulang kembali. Tak cukup sampai situ, beberapa bulan sebelumnya kita juga sering kedapatan info hoax beras palsu dari Cina, cabe dari Cina yang seolah membawa bakteri padahal bakteri itu sudah pernah muncul sebelumnya di Indonesia dan lain sebagainya yang menggambarkan produk Cina itu jelek dan buruk, namun bukan itu tujuan sebenarnya.
Jika kita pahami hal - hal tersebut dari stereotype etnis Cina hingga hoax produk palsu dari negara Cina, tuduhan itu hanya semata - mata kampanye hitam untuk menjatuhkan sang calon presiden dan bahkan ketika calon tersebut sudah jadi presiden. Seperti tuduhan antek Cina, Jokowi keturunan Cina yang sebenarnya hoax, tuduhan yang berisi pesan seolah sang calon penuh kepentingan Cina, keturunan etnis yang identik dengan sifat negatif, atau lembek dengan serangan Cina dalam berbagai bentuk atau rela menjadi budak negara aseng yang kadang ditujukan ke negara Cina atau RRC
Mengingat ini hanya cara untuk meraih suara politik melalui tendensi gesekan sosial yang sudah hadir di masyarakat, maka sama seperti sebelumnya bahwa tuduhan seperti ini hanya berlaku pada siapa yang menyebarkan isu ini, mendukung partai dan calon pemimpin yang mana. Misal penyebar isu pendukung partai z dan capres z, maka kalau suatu saat nanti ada calon etnis Cina dari kubunya, maka status tuduhan seperti antek Cina akan hangus.
Target dari kampanye ini ialah para warga, khususnya menengah ke bawah atau rakyat kecil yang emosional dan merasakan gesekan sosial seperti iri terhadap mereka yang kaya ditambah beretnis Tionghoa, bekerja dengan jabatan kecil pada etnis Tionghoa dan semacamnya dengan begitu propaganda anti Cina ini berusaha memancing emosi dan amarah mereka sehingga mereka mempunyai pandangan bahwa orang Cina itu tidak adil. Selain itu juga berkutat pada ormas atau kelompok fasis chauvinist karena kampanye ini memang terus dikobarkan diantara mereka. Selain itu tentu juga warga pada umumnya yang sulit berpikir kritis dan emosional (mengedepankan emosi ketimbang logika dan rasional), mereka yang mudah tersulut emosi, fanatik terhadap etnis dan agamanya atau biasa disebut etnosentrisme(sikap yang menganggap budaya, suku, etnis, agama dan lain sebagainya lebih baik dari yang lain sedangkan diluar mereka itu lebih rendah) dan primordialisme (kecintaan berlebih terhadap budaya, suku, agama, etnis dan lain - lain), dan terakhir tak bisa menyikapi masalah secara bijak akan mudah terpengaruh isu ini.
Spoiler for 3. Isu Komunis:
Sama seperti sebelumnya, isu kampanye hitam ini masih sangat populer hingga saat ini. Bahkan belum lama ini sedang heboh demo di kantor lembaga kemanusiaan yang diduga menyebarkan komunisme padahal sebenarnya tidak. Bahkan sempat ada gerakan menonton bareng film yang sudah lama tak ditayangkan yaitu G30S PKI karena dianggap film yang bisa mengenalkan sejarah pada generasi penerus walau sebenarnya kurang pas jika dipertontonkan kepada anak kecil. Pada pilpres 2014 lalu bahkan hingga saat ini Jokowi terus dituduh antek komunis hingga menyerempet ke orang tuanya, bahkan saking ngototnya mereka yakin itu adalah asli padahal sebenarnya ya hoax. Ya ini adalah buah kampanye hitam hoax yang terus dikobarkan di forum - forum tertentu dan tak ada berita klarifikasi terkait hal itu, kalaupun ada biasanya juga gak dipercaya karena sudah saking bencinya. Kebohongan yang diucapkan terus menerus akan dianggap menjadi kenyataan oleh para pembacanya.
Mengapa isu komunis ini begitu sangat disukai penyebar kampanye hitam, di sisi lain banyak orang membenci komunis?
Dalam konteks Indonesia mungkin ini masih terkait tragedi 65 lalu dimana ulama dan santri pernah dibunuh oleh para pemberontak PKI di sebagian wilayah tertentu. Imbasnya para anggota PKI atau siapapun yang berideologi komunis akan dicap atheis (orang yang tak beragama) karena membenci ulama dan santri. Disitulah para kelompok - kelompok tertentu pada umumnya yang berbasis agama yang sangat konservatif dan juga radikal terus mengobarkan propaganda komunis. Mereka yang berdiskusi soal pemikiran marxist padahal marxist ini gak cuma komunis, lalu liberalisme, sekularlisme, feminisme akan terus dikepruk tanpa ampun oleh ormas tertentu. Padahal yang dibicarakan belum tentu komunis atau soal penyebaran komunis. Begitu pula dengan kelompok aktivis HAM yang berdiskusi soal tragedi 65 itu bukan berarti mendukung PKI apalagi menyebarkan komunis namun mengeluruskan sejarah Indonesia yang masih banyak bolongnya dan penting untuk sejarah Indonesia sendri karena selama ini mungkin saja masih ada kepentingan - kepentingan tertentu di dalamnya. Soal aksi pembubaran itu sendiri, ini didasarkan kepada ketakutan berlebihan yang membuat sikap kritis mereka para kelompok yang suka mensweeping itu menurun dan hanya patuh kepada atasan, panutan dan idola. Belum lagi panutan mereka juga terus - terusan memberikan propaganda ini kepada bawahannya dan menyebar ke seluruh anggota. Anggapan bahwa panutannya itu tak pernah salah bak dewa membuat mereka yakin bahwa yang diucapkannya itu benar, suci, tak mungkin buruk dan harus dilakukan. Padahal yang namanya manusia ya gak sesempurna itu. Makanya sangat penting untuk mencari panutan baik dan bijaksana, bukan tukang rusuh dan provokator, kedewasan umat manusia dinilai dari seberapa bijaknya ia menyikapi masalah.
Kembali ke kampanye hitam lagi, siapapun calon yang dituduh PKI atau antek PKI makanya secara gak langsung akan dicap sebagai perongrong kekuasaan atau pemberontak negara, selain itu juga pembenci ulama dan santri, dan juga atheis atau orang yang tak beragama, ketika orang dituduh tak beragama maka secara gak langsung dituduh tak bermoral dan senjata inilah yang membuat para oknum tertentu agar mengajak warga tidak memilih pemimpin yang tak bermoral walau ajakanya itu berisi unsur hoax dan provokasi.
Target dari kampanye ini adalah para warga apapun status sosialnya, pada umumnya yang lebih relijius, tak mampu berpikir kritis serta emosional. Namun uniknya sebenarnya gak semua warga ngerti soal PKI oleh karena itu ormas fasis chauvinist dan relijius konservatif terus menggembar - gemborkan isu ini, bahkan sebenarnya yang paling ngerti soal kampanye hitam berunsur PKI ya dia. Bahkan ketika pemutaran film G30S PKI banyak anak dan warga lain yang baru tahu seolah baru ngeh ada kejadian seperti itu yang sayangnya filmnya sendiri kurang pas untuk ditonton anak - anak, banyak pemelintiran sejarah walau secara sinematografi memamg bagus. Sebagian orang bahkan di acara ILC lalu ada yang menyebutkan anggota PKI itu sudah sangat banyak ditambah ada markas diberbagai tempat, tentu hal ini gak dipercayai banyak pihak karena datanya yang tak jelas ditambah tak ada berita berkaitan penangkapan kelompok PKI dan semacamnya oleh polisi membuat rakyat bertanya - tanya akan kebodohan argumen isu PKI ini.
Spoiler for 4. Isu Agama:
Indonesia adalah negri dimana banyak orang menggunakan konsep agama untuk menggerakan hidupnya karena dianggap bisa mengarahkan hidup ke arah yang lebih baik. Tapi jangan salah kalau kadang agama juga dijadikan senjata pamungkas di kampanye politik. Banyak orang kadang keliru soal hal ini. Mereka dengan tegas menyatakan bahwa politik itu diatur dalam agama, jadi ketika agama dibawa - bawa sebagai senjata kampanye, mereka tak perlu risau akan hal itu. Dalam konteks politik dan kampanye politik agama bisa jadi dua hal, satu sebagai pondasi dasar dalam menggerakan politik oleh individu atau kelompok di mana hal ini tak bermasalah sama sekali. Satu lagi agama sebagai permainan politik di mana elit politik menggunakannya untuk memuluskan kepentingannya, pencitraan dan meraih tangga jabatan yang lebih tinggi lagi. Di sini tentu yang bermasalah adalah ketika agama digunakan sebagai permainan politik. Yang terbaru misalnya kasus penggunaan sandi agama sebagai jalan komunikasi bagi para koruptor, korupsi dana haji lalu juga kitab suci Al-Quran. Tak cukup sampai situ, sebagian calon atau pejabat juga rela ingin terlihat agamis agar bisa meraih simpati dan menenangkan hati para pemilih agar para pemilih tak merisaukan para pejabat tersebut karena merasa bahwa mereka adalah orang relijius jadi tak mungkin ingkar janji apalagi korupsi. Sayangnya kadang pemikiran seperti inilah yang dimanfaatkan oleh para politisi busuk itu agar bisa melanggengkan langkahnya dan memudahkan kepentinganya. Tak heran beberapa pemimpin yang terlihat agamis di wilayah yang agamis kadang tertangkap basah karena kasus korupsi, itu karena ia dari awalnya bukanlah panutan yang relijius. Bahkan sebagian dari mereka tak punya kinerja bagus walau sampai saat ini belum tersandung kasus korupsi, hasil kinerja mereka bisa terlihat dari wilayah yang dipimpin yang tak ada kemajuan sama sekali.