dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
5 Faktor Penyebab Parmalim (Pengikut Ugamo Malim) Berkurang Drastis
5 Faktor Penyebab Parmalim (Pengikut Ugamo Malim) Berkurang Drastis



Apa itu Ugamo Malim (Parmalim)?

Ugamo Malim adalah agama asli yang dianut Bangso Batak sebelum agama Kristen dan Khatolik dianut sebagian besar Batak.

Penganut Ugamo Malim disebut Parmalim.

Pimpinan tertinggi Ugamo Malim adalah Raja Sisingamangaraja I-XII.

Saat ini Parmalim tersisa di Tano Batak hanya sekitar 10.000 orang. Ugama Malim terpusat di Huta Tinggi, Laguboti Kabupaten Tobasa.

Pimpinan Parmalim bernama Raja Marnangkok Naipospos, meneruskan kepemimpinan Raja Sisingamangaraja Sinambela XII. Lambat laun pengikut Ugama Malim semakin berkurang, bahkan sangat drastis akhir-akhir ini. Jika dulu kita sering berjalan sekitar Kabupaten kita masih menjumpai warga yang mengakui Parmalim.

Bahkan teman kita di sekolah ataupun kampus sering bercerita tentang kepercayaan Ugamo Malim yang dia anut.

Namus saat ini, sangat susah kita menemukan warga pengikut Ugamo Malim (Parmalim).



Banyak faktor yang mendasari hal tersebut terjadi. Berikut 5 faktor beserta ulasannya yang dapat kami jabarkan untuk anda yang ingin mengetahuinya:

1. Adanya sistem birokrasi negara yang mengharuskan setiap warga negara Indonesia harus memiliki KTP.

Mendapat dokumen kependudukan seperti KTP bukan hal yang mudah untuk mereka beraliran Parmalim seperti warga lainnya yang memiliki agama yang diakui negara saat ini (Islam, Kristen Protestan, Khatolik, Hindu, Budha, dan Konghucu). Sistem birokrasi inilah yang memaksa mereka untuk meninggalkan kepercayaan mereka. Suatu penindasan kebebasan beragama yang jahat tapi terselubung oleh birokrasi.

Mereka yang memiliki kepercayaan Parmalim dapat saja mengakali dengan cara pura-pura pindah agama agar dapat memiliki KTP. Tapi sampai kapan? Penyesalan di dalam hati mereka (kepercayaan Parmalim) sering menghantui atas tindakan kebohongan mereka. Dan bisa saja hal tersebut bagian dari kepenghianatan kepercayaan mereka.

Jadi, jika kita mencoba memahami sistem birokrasi tersebut, pada akhirnya sistem tersebut membuat orang jadi munafik ini dipertahankan.

2. Adanya sistem pernikahan/ perkimpoian yang resmi diterbitkan Pemerintah.

Apabila perkimpoian hendak dilakukan masyarakat, maka hukum di Indonesia menentukan bahwa setiap warga negara yang ingin menikah dapat dikatakan sah jika: (Pasal 2 UU no 1 tahun 1974 tentang perkimpoian):

“Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Tidak ada perkimpoian di luar hukum agamanya.”

Sistem birokrasi ini sebenarnya lanjutan dari keharusan memiliki KTP. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintah hanya mengakui 6 agama yang sah dan mendapat legalitas berdiri di Indonesia. Pada akhirnya perkimpoian ataupun pernikahan untuk mereka penganut kepercayaan Parmalim tidak dapat dilakukan karena dibatasi oleh peraturan perundangan tersebut.

Dimana setiap warga yang telah menikah harus memiliki akta pernikahan yang sah, maka sistem birokrasi inilah yang mau tidak mau memaksa mereka penganut kepercayaan Parmalim untuk meninggalkan kepercayaan mereka. Sehingga lambat laun, penganut Kepercayaan Parmalim semakin berkurang bahkan tidak tersisa.

3. Adanya pemberian cap (label) “penganut aliran sesat”.

Masyarakat memiliki pandangan atau doktrin teologis atau keagamaan yang dianggap berlawanan atan bertentangan dengan keyakinan atau sistem keagamaan mayoritas manapun yang dianggap ajaran yang benar dapat dikatakan suatu hal yang menyimpang.

Terlebih kepercayaan ini tidak mendapat legalitas dari pemerintah, sehingga masyarakat memberikan cap atau pelabelan “penganut aliran sesat. Sehingga jelas, siapapun penganut kepercayaan yang dianggap menyimpang tersebut akan merasa tertekan dan tidak merasa dikucilkan.

Persepsi negatif inilah yang memaksa mereka (penganut kepercayaan Parmalim) untuk meninggalkan kepercayaan tersebut. Untuk merasakan kenyamanan hidup dilingkungan dan bersosial, mereka terpaksa pindah kepercayaan.

4. Takut mendapat ancaman kekerasan dan diskriminasi.

Suatu hari di tahun 1980-an. Warga Jawa Barat tengah menyiapkan perayaan Seren Taun. Dewi Kanti ikut sibuk menyiapkan tradisi pergantian tahun sekaligus ungkapan rasa syukur penganut kepercayaan Sunda Wiwitan tersebut. Singkatnya, ketika upacara Seren Taun itu sudah disiapkan, sejumlah aparat keamanan datang dan merusak ruangan tersebut.

Belajar dari salah satu kasus tersebut, mereka pengikut kepercayaan Parmalim juga merasa takut mendapat ancaman kekerasan dan diskriminasi. Setiap manusia akan memiliki naluri menghindari bahaya dan menempatkan dirinya untuk tetap aman dan tidak bermasalah. Sama halnya dengan mereka pengikut kepercayaan Parmalim, untuk menghindari ancaman kekerasan tersebut, mereka terpaksa sembunyi-sembunyi melakukan upacara kepercayaan Parmalim, bahkan tidak sedikit pengikut kepercayaan Parmalim melepas kepercayaan dan terpaksa beralih agama.

5. Sistem pendidikan (sekolah) terkesan diskriminasi.

Hak untuk mendapatkan pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam BAB XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dan juga merupakan salah satu hak dasar warga negara pada BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan dalam UUD 1945 setelah amandemen.

Jika kita mengingat-ingat kembali untuk masuk atau mendaftar ke institusi pendidikan, sejak TK hingga Universitas, prosedur penerimaan selalu mempertanyakan agama yang dianut.

Suatu kewajaran hal tersebut dipertanyakan, karena pada dasar negara kita adalah pancasila dan sila pertama dikatakan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Artinya, setiap warga harus bertakwa kepada Tuhan YME dan memiliki Agama. Kebebasan beragama juga dijelaskan pada undang-undang.

Nah, yang menjadi masalah pada mereka pengikut kepercayaan Parmalim adalah bahwa agama yang Parmalim tidak mendapat legalitas dari pemerintah. Pemerintah hanya melegalkan 6 agama di Indonesia. Prosedur inilah yang menghambat pendaftaran untuk mendapatkan pendidikan. Mau tidak mau, untuk lolos pendaftaran tersebut, pengikut kepercayaan Parmalim harus menuliskan agama diantara 6 agama tersebut.

Tidak hanya sebatas prosedur masuk, mereka pengikut kepercayaan Parmalim yang telah lolos prosedur tersebut dan siap mengikuti pendidikan sekolah atau perkuliahan, harus mengikut mata pelajaran Agama yang berkaitan dengan agama yang mereka isi sebelumnya.

Pada akhirnya, ibarat sosialisai yang berkelanjutan, doktrin agama akan mempengaruhi mereka dan ibarat batu yang semakin rapuh akibat tetesan hujan, begitu jugalah kepercayaan mereka, semakin rapuh.



http://www.portalsumut.com/2016/06/5...gikut.html?m=1

#penghayatkepercayaan #parmalim #sundawiwitan #dewikanti #serentaun #kolomagama #ktp #sesat
0
14.6K
93
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan