Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Pemerintah Myanmar Tolak Kunjungan Penyidik PBB


PENYIDIK Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk perkara pelanggaran hak asasi manusia Myanmar, Yanghee Lee, dilarang mengunjungi negara tersebut selama sisa masa jabatannya.



Lee, yang juga pelapor khusus PBB, mengatakan bahwa ia sebelumnya berencana mengunjungi Myanmar pada Januari 2018 untuk meninjau pemenuhan HAM di berbagai wilayah negara itu.



Termasuk di antara rencana peninjauan Lee adalah kunjungan untuk dugaan pelanggaran HAM terhadap kelompok muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Namun, Myanmar menyatakan berhenti bekerja sama dengan Lee.



"Pernyataan non-kooperasi dengan mandat saya ini bisa disimpulkan sebagai pertanda kuat akan peristiwa sangat buruk di Rakhine dan daerah lain Myanmar," kata dia. "Adalah hal memalukan Myanmar mengambil jalan ini," imbuh Lee.



"Pemerintah telah berulangkali membantah tudingan pelanggaran HAM, terutama di negara bagian Rakhine. Mereka mengaku tidak menyembunyikan apa pun. Namun sikap non-kooperasi terhadap mandat saya dan juga tim pencari fakta justru menunjukkan hal sebaliknya," kata dia.



Dia berharap, Pemerintah Myanmar akan mengubah sekap mereka, sambil menambahkan dirinya sangat 'bingung dan kecewa' mengingat Duta Besar Myanmar di Jenewa, Htin Lynn, mengatakan di depan Dewan HAM PBB dua pekan lalu bahwa pihaknya akan terus bekerja sama.



"Sekarang saya mendapat kabar mengenai keputusan untuk tidak lagi bekerja ini diambil karena pernyataan yang pernah saya sampaikan pada Juli lalu," kata Lee.



Baik Htin maupun Zaw Htar, yang merupakan juru bicara pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, belum menanggapi komentar dari pelapor khusus PBB.



Sesuai dengan mandatnya, Lee harus mengunjungi Myanmar sebanyak dua kali dalam setahun dan dia telah mengunjungi negara tersebut sebanyak enam kali sejak menjabat sebagai pelapor khusus PBB pada Juni 2014. Selama enam kali kunjungan itu, Pemerintah Myanmar terus menerus menolak memberi akses terhadap Lee di beberapa daerah dengan alasan keamanan.



Lebih dari 650.000 warga muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah pasukan pemerintah menggelar operasi balasan atas serangan kelompok radikal Islam yang terjadi sebelumnya. Operasi militer itu kemudian diikuti oleh beberapa aksi sepihak oleh kelompok Buddha.



Jajak pendapat oleh organisasi nirlaba, Dokter Tanpa Batas, menunjukkan bahwa sedikitnya 6.700 warga Rohingya tewas di negara bagian Rakhine hanya dalam satu bulan setelah gelombang kekerasan dimulai pada 25 Agustus 2017 lalu.



Komisioner Tinggi HAM-PBB, Zeid Ra'ad al-Hussein, menyebut kekerasan di Myanmar sebagai 'contoh umum pembersihan suku' dan mengaku tidak akan terkejut jika pengadilan internasional memutuskan perkara di Myanmar sebagai pemunahan. (OL-2)


Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...pbb/2017-12-20

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Tempat Pembuatan Narkotika Kembali Dibongkar

- Polisi Limpahkan Berkas Perkara Rekan Bisnis Sandiaga ke Kejaksaan

- Konstruksi Bawah Tanah MRT Aman Banjir

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
236
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan