Politik hanya soal kepentingan o(≧▼≦○〃 Ingat, jangan lupakan kepentingan rakyat |ョз☆)
TS
babygani86
Politik hanya soal kepentingan o(≧▼≦○〃 Ingat, jangan lupakan kepentingan rakyat |ョз☆)
Politik adalah seni kemungkinan-kemungkinan. Dalam politik tidak ada yang tidak mungkin, semua serba mungkin. Teman separtai seiring sejalan kemarin, hari ini bisa menjadi musuh bebuyutan. Lawan beda partai dan ideologi bisa menjadi teman berpegangan tangan dan berpelukan karena satu hal. Sesuatu yang kata orang “tak ada yang abadi”, tetapi di politik ada keabadian, yaitu kepentingan. Politik, menurut Carl Schmitt, akan kehilangan maknanya tanpa permusuhan. Permusuhan itu berakar dari perbedaan kepentingan dan orientasi nilai yang menempatkan aktor-aktor politik secara berhadapan.
Quote:
Suatu aliansi politik tentu saja adalah sebuah bentuk pertemanan politik yang dibangun atas dasar irisan kepentingan dan nilai individu-individu anggotanya. Meski demikian, fakta bahwa tidak ada individu-individu yang sepenuhnya sama dalam kepentingan dan nilai, tidak bisa tidak, menjadikan permusuhan sebagai watak yang sudah selalu terkandung dalam setiap aliansi politik. Realisme suram dalam pandangan Schmitt juga tampak dalam kegamangan Aristoteles ketika berbicara tentang pertemanan politik. Di satu sisi, Aristoteles menggelari manusia sebagai “zoon politicon”. Gairah politik mengalir dalam darah manusia, mendorong setiap individu untuk membentuk komunitas politik—sebuah polis—sebagai rumah bersama. Berbeda dari Schmitt, Aristoteles justru melihat naluri untuk berteman sebagai asal-usul politik.
Meski demikian, di sisi lain, Aristoteles menemukan kerapuhan dalam setiap bentuk aliansi politik yang justru merupakan akibat dari sifat pertemanannya yang instrumentalistik. Mengikuti Plato, Aristoteles membagi tiga jenis teman berdasarkan motivasinya: teman untuk bersenang-senang, teman untuk kemanfaatan, dan teman untuk kebajikan. Pertemanan sejati dimotivasi oleh kebajikan. Sayangnya, bukan pertemanan jenis ini yang menghubungan relasi di antara aktor-aktor politik.
Quote:
Ideologi sekalipun bisa tenggelam karena ada faktor kepentingan. Teringat Vãclav Havel, seorang sastrawan yang pernah menjadi Presiden Ceko. Dia mengatakan ada tiga dorongan yang menjadikan seseorang berkeinginan kuat menggapai kekuasaan politik:
Pertama: dorongan ideologi, yang kerap cuma menjadi label dagangan politik belaka. Kedua: dorongan cita-cita, Motivasi untuk membuat dunia lebih baik yang kerap cuma muncul dalam spanduk, slogan-slogan kampanye, dan iklan-iklan politik. Serta dorongan ketiga: Oportunisme, Menggapai berbagai keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan politik.
Dalam politik, kekuasaan harus direbut dengan pelbagai cara. Tak peduli harus memakai trik yang paling kotor sekalipun. Dan jika kekuasaan sudah di genggaman, patut dipertahankan dengan kekuatan. Kekuasaan harus dijaga dengan metode 'medis'. Setiap perlawanan dianggap sebagai virus wajib dimatikan. Ketimbang luka menyebar, anggota tubuh yang terinfeksi mesti dipotong. Bahkan, kalau perlu sang penguasa harus bisa mencitrakan diri dengan berperilaku sesuci anak domba hingga seganas seringai kelicikan rubah. Semboyannya seperti apa diajarkan oleh karya pemikir Yunani, Plautus, dalam buku berjudul Asinaria, yakni manusia itu kerap seperti serigala yang suka memakan sesamanya. Atau juga seperti yang dipesankan oleh Thomas Hobbes dalam karyanya berjudul De Cive (1651), yakni kerap kali sesama manusia adalah semacam Tuhan dan bahwa antar sesama manusia pula terdapat serigala yang kejam.
Quote:
Dan dorongan ketiga oportunismelah yang paling sering terlihat, dilakukan oleh elit politik yang dibungkus dalam ideologi dan cita-cita. Itulah politik, seni kemungkinan, dan semuanya serba mungkin. Tandingan bisa jadi bandingan, bisa jadi tendangan, bisa jadi sandingan, bisa jadi bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.Sebagai contoh bergabungnya Hary Tanoesoedibjo ke kubu Jokowi adalah pilihan dari kemungkinan-kemungkinan yang diambil. Kemungkinan yang bermanfaat bagi kepentingan HT dan kepentingan Jokowi juga. HT berkepentingan dengan Jokowi. Untuk membesarkan partai politik yang baru “seumur jagung” walaupun sudah merambah bagai jamur kemana-mana, jauh lebih strategis untuk mendukung dan didukung Pemerintah daripada menjadi lawan. Apalagi dengan sentimen positif rakyat terhadap Pemerintah dengan tingkat kepuasan diatas tujuh puluh persen atas kinerja Jokowi.
Pada akhirnya, politik toh hanya soal kepentingan. Tapi ingat, jangan pernah lupakan kepentingan rakyat. Mau mendengar keluhan rakyat, termasuk TKI, asisten rumah tangga, dan mencari solusinya. Atau kalau kalian abaikan mereka, maka mereka akan berjingkat, menganggu mimpimu, dan tiba-tiba berteriak di depan hidung penguasa: Lawan! Dan terakhir, ayo tetap ingat! Meski beda, kita harus tetap satu. Hanya dan untuk Indonesia tercinta.
Selama ini di panggung kita, terutama panggung politik kita, terlalu banyak didominasi oleh jiwa-jiwa yang kosong, jiwa-jiwa yang kering, Jokowi meminta para kepala daerah sadar bahwa Indonesia saat ini membutuhkan jiwa yang mulia, berintegritas, jujur, memiliki etos kerja dan moralitas yang baik. Untuk apa? Untuk menghantarkan bangsa negara yang kita cintai ini, Indonesia, maju dan sejahtera.