- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[ONE SHOT] OneLie


TS
the.collega
[ONE SHOT] OneLie
Quote:
![[ONE SHOT] OneLie](https://s.kaskus.id/images/2017/12/10/2385673_201712100150260611.jpg)
Quote:
Malam itu akan menjadi malam yang tidak akan dilupakan seumur hidup oleh Haruna, sebuah peristiwa yang mengubah arah hidupnya. Haruna adalah seorang siswi biasa, di suatu sekolah swasta. Tahun ini masuk tahun ketiga, di mana para siswa mulai serius belajar untuk mengikuti ujian masuk universitas.
Situasi kelas sebelum kegiatan dimulai selalu ramai, masing-masing siswa saling membuat kelompok bermainnya masing-masing. Haruna juga nyaman dengan beberapa temannya. Di saat semua sibuk mengobrol, seorang siswa masuk ke kelas. Rambutnya yang berwarna merah muda memudahkannya untuk dikenali.
Mereka heran kenapa sekolah membolehkan siswa ini memiliki warna rambut yang tidak umum. Dia adalah Yukio, Kurenai Yukimoto nama lengkapnya. Temannya sering menyebutnya Yukio, dia sendiri tidak pernah protes. Dia membolehkan temannya memanggilnya dengan sebutan apapun, dia tidak perduli sama sekali. Jarang sekali melihat Yukio berbaur dengan siswa lain, tampaknya dia tidak tertarik dengan ‘pertemanan’ dan hubungan seperti itu.
Yukio melewati kelompok Haruna, kebetulan dia duduknya berdekatan dengan Haruna.
“Pagi Yukio!” menyapa temannya yang melewatinya, Yukio hanya menggerakan matanya sedikit tanpa membalas sapaan Haruna.
“Si rambut jambu itu menyebalkan!” ucap temannya yang lain.
Kegiatan sekolah dimulai saat seorang guru masuk kekelasnya, saat Haruna mengambil buku dia tidak sengaja melihat Yukio. Yang sedang melihat keluar jendela.
“Yukio, keluarkan bukumu. Sensei akan memulai pelajaran,” suaranya sedikit dipelankan, takut terdengar oleh gurunya.
Yukio memalingkan wajahnya, tidak memasang ekspresi apapun. Melihat ke arah gurunya lalu melihat lagi keluar jendela.
“Haruna, sudahlah…, percuma,” ucap Takehito yang duduk dibelakang Haruna.
Sepulang sekolah Haruna dan teman-temannya seringkali pulang bersama, walaupun rumah mereka tidak saling berdekatan. Saat berkumpul di gerbang sekolah mereka melihat sebuah mobil hitam terparkir diseberang jalan. Yukio terlihat berjalan dan mendekati mobil itu, lalu supir mobil itu membukakan pintu untuknya.
“Enaknya…, aku ingin sekali dijemput seperti itu.”
“Hei…hari masih siang begini, hentikan mimpimu itu!” teman-temannya saling meledek, tetapi itu salah satu cara mereka bercanda.
Haruna melihatnya dengan sudut pandang berbeda, dia merasa Yukio pasti merasa kesepian. Setiap hari dijemput seperti itu, lebih menyenangkan jika pulang bersama dengan teman. Begitu yang ada dibenak Haruna. Keluarga Yukio merupakan keluarga yang berada, walaupun belum ada satupun yang main kerumahnya tetapi salah satu temannya pernah melihat dia masuk ke rumah yang besar. Bahkan pagar rumahnya saja setinggi tiga meteran.
Satu persatu temannya mulai berpencar setelah menaiki bus ke arah rumahnya masing-masing. Tersisa Haruna dan Takehito.
“Aku merasa kasihan sama Yukio,” ucap Haruno.
“Kasihan? Maksudnya?” Tanya Takehito penasaran.
“Dia selalu sendirian, apa orang tuanya melarang dia untuk bergaul dengan orang biasa seperti kita?”
“Hm…mungkin saja, tapi anehnya kenapa dia tidak masuk ke sekolah elit saja,” Takehito melanjutkannya. “kalau dipikir-pikir, Yukio tidak pernah muncul saat pelajaran olahraga. Di kelas dia jarang memperhatikan guru bahkan rambutnya diwarnai pink tetapi tidak pernah ditegur. Apa jangan-jangan dia berasal dari keluarga mafia lalu memilih sekolah ‘kecil’ ini agar mudah tuk dikuasai?”
Haruna menggelengan kepalanya, dia malah mengganggap Takehito terlalu banyak menonton serial detektif. Mereka berdua berpisah saat Haruna memasuki rumahnya. Malam hari tiba, seperti keluarga umumnya di rumah ini juga selalu mengadakan acara makan malam bersama. Setelah usai dan semua piring kotor sudah dibersihkan ibunya pamit karena ingin mengembalikan sesuatu kepada temannya, melihat itu Haruna menawarkan diri untuk mengembalikannya.
“Bu, aku saja yang mengembalikannya,” ibunya berdiri sambil menenteng sesuatu.
“Um…,” ibunya berpikir sejenak. “baiklah, bilang kepada nyonya Taki ibu menitipkan salam kepadanya.”
Haruna mengambil barang itu dari ibunya yang ternyata adalah sebuah blender tangan. Keluarga nyonya Taki tinggal di apartemen sederhana. Dari rumahnya cukup berjalan kaki santai sekitar 20 menit akan sampai ke apartemennya. Cuaca sungguh dingin, Haruna mengenakan jaket yang tebal. Tidak terasa dia sudah sampai ke gedung apartemen nyonya Taki. Lalu naik menggunakan tangga, saat berada di depan pintu apartemen Haruno menekan bel.
Tidak ada balasan setelah beberapa kali Haruno menekan bel apartemen nyonya Taki, lalu dia mencoba mengetuknya. Masih belum ada balasan, dia melihat pintu apartemen ini seperti terbuka sedikit. Dia mendorongnya pelan dan pintu itu terbuka, dia tidak bisa melihat ke dalam karena apartemen ini sangat gelap. Rasa penasaran mendorongnya untuk masuk, dia mencari saklar lampu dan menekannya saat menemukannya.
Lampu berwarna putih langsung menyorot isi apartemen ini, blender tangan yang dibawa Haruno terjatuh. Dia melihat dua orang berbaring di lantai dan berlumuran darah. Mereka adalah tuan dan nyonya Taki. Haruno gemetaran, dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Saat ingin keluar dirinya disergap oleh seseorang dari belakang. Mulutnya ditutupi oleh tangan seseorang ini.
“Diam jika kamu masih sayang pada nyawamu, dengarkan dan ikuti kata-kataku,” Haruna mengangguk. “jalanlah secara perlahan, jangan lihat kebelakang, tenang dan anggap kamu tidak melihat ini semua,” suara orang ini agak berat “jangan mengetesku, sekali saja kamu bertindak bodoh, peluru tajam ini akan menembus perutmu.”
Haruna mengikutinya, mereka pergi dari gedung apartemen itu bersama-sama. Orang ini membawa Haruna ke sebuah taman yang letaknya berdekatan dengan apartemen.
“Maju lima langkah, lalu berbalik,” Haruna masih gemetar, dia bertambah takut terjadi apa-apa pada dirinya. Dia melihat ada dua orang, satu berbadan tegap dan satu lagi bukan orang asing baginya. “apa pesan terakhirmu nona muda?” orang berbadan tegap menodong pistol tepat ke arah kepalanya, perlahan Haruna mulai menangis.
Tepat saat orang ini ingin menarik pelatuk, salah satunya menghentikannya. “Hentikan! biar aku yang melakukannya,” orang ini berjalan mendekati Haruna. Jaraknya sekarang hanya dua langkah dengan Haruna. Air mata semakin deras jatuh membasahi pipinya.
“Kenapa?...kenapa Yu..?” Suara tembakan terdengar, Haruna langsung terjatuh ke tanah.
“Bagus!.” Menepuk pundaknya. “Yu..? apa perempuan ini mengenalmu?”
“Tidak, pulanglah Tiger. Aku yang akan membereskan mayat ini.”
“Baiklah ‘tuan muda’,” pergi meninggalkan Yukio dan Haruna di taman.
Perlahan-lahan Haruna membuka matanya, dia berada di punggung seseorang. Seseorang ini memiliki rambut berwarna merah muda.
“Yukio…,” berkata dalam hati. “aku masih hidup?” Haruna tidak bisa menggerakan badannya akibat shock terkena tembakan dikepalanya barusan, padahal dia yakin kalau dia sudah mati. Lalu Haruna tertidur kembali.
Paginya Haruna terbangun di atas kasurnya, merasa heran dia bertanya kepada ibunya. Kata ibunya malam tadi ada seseorang yang mengantarkannya pulang. Menurut orang itu dia menemukan Haruna sedang tertidur di depan apartemen seseorang.
“Orang itu berambut pink?” Tanya Haruna.
“Tidak…rambutnya biasa saja dan dia sangat ramah. Oh iya nyonya Taki sudah mengabari ibu bahwa blendernya sudah diterima. Dia menemukannya di depan pintu saat kamu tertidur, dia tidak tega membangunkanmu untungnya ada seorang laki-laki yang lewat lalu menawarkan bantuan. Lain kali jika kamu lelah istirahat saja yah,” tersenyum ke anaknya. Sedangkan Haruna tidak percaya dengan yang dikatakan ibunya, dia melihat sendiri nyonya dan tuan Taki terbunuh di apartemen mereka.
Dia masih ingat kejadian tadi malam, termasuk saat Yukio menembak kepalanya. Lalu dia yakin Yukiolah yang menggendongnya pulang. Dia memeriksa keadaan dahinya, tidak bekas sama sekali. Hal ini membuatnya semakin bingung. Dia memutuskan untuk bertanya langsung kepada Yukio di sekolah. Teman-temannya hari ini melihat sikap Haruna sedikit berbeda, dia tampak gelisah seperti menunggu seseorang.
“Kamu tidak apa-apa Haruna?” Tanya Takehito, teman-temannya menanyakan hal yang sama.
“Tidak…eh maksudku iya aku baik-baik saja,” memberikan senyumannya tapi temannya merasa Haruna tidak baik-baik saja.
Yukio belum kelihatan memasuki kelas bahkan ketika bel masuk sudah berbunyi Yukio tidak muncul. Lalu wali kelasnya masuk, padahal hari ini bukan pelajaran wali kelasnya. Dia masuk untuk memberikan pengumuman. Dia bilang kepada seluruh muridnya bahwa mulai hari ini Yukio tidak akan mengikuti pembelajaran di kelas ini karena dia sudah pindah ke sekolah lain. Kepergian Yukio meninggalkan misteri besar bagi Haruna.
Diubah oleh the.collega 10-12-2017 13:50


anasabila memberi reputasi
1
970
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan