- Beranda
- Komunitas
- Regional
- Regional Lainnya
SUNRISE DI BUKIT PENGILON HANYA SEBATAS HARAPAN


TS
aditya214
SUNRISE DI BUKIT PENGILON HANYA SEBATAS HARAPAN

Bukit Pengilon. (Doc. Pribadi)
Bukit dengan pahatan-pahatan alam, padang rumput yang luas serta pemandangan ke arah laut seketika membius wisatawan yang berkunjung. Bukit yang terletak di Girisobo, Gunung Kidul, Yogyakarta ini selalu di penuhi orang-orang untuk berkemah. Keindahannya memang benar-benar terbukti dengan hijaunya bukit tersebut. lokasinya pun berdekatan dengan Pantai Siung. Namun, oknum tetaplah oknum keindahan seketika bisa lenyap saat tahu bahwa oknum bebas berkeliaran menarik tarif wisatawan.
Perjalanan pun dimulai menggunakan Avanza hitam sewaan. Enam orang dengan usia dan pengalaman yang sama memberanikan diri untuk mencari keindahan Yogyakarta. Hanya bermodalkan Google maps, saya dan teman-teman menyusuri perjalanan sekitar 3 jam. Kami berangkat pukul 16.00 dan tiba pukul 19.00 WIB.
Setibanya di Pantai Siung, kami membayar parkir sekitar Rp 10.000,- untuk mobil. Lalu beberapa waktu kemudian kami langsung dihadapkan dengan pemuda. Siapa mereka seperti yang dikatakan di awal oknum tetaplah oknum. Tetapi, memang pada dasarnya kami adalah orang baru dan para pemuda itu menawarkan dapat melihat sunrise secara jelas dan jaraknya hanya 1 km dari pantai. Hal tersebut memacu kami yang notabene jarang melihat itu sehingga langsung mengiyakan. Mereka kemudian memasang tarif Rp 150.000,- untuk dapat mengantar kami. Keganjilan mulai nampak, kami terus menawar harga hingga menemukan kesepakatan yakni membayar Rp 15.000, peorang, memang apa boleh buat itulah yang terjadi.
Menyusuri tanjakan yang licin, hutan, jurang di kanan dan kiri dengan pencahayaan yang seadanya. Jarak dirasa sudah lebih dari 1 km itu memang sangat lumayan menguras tenaga. Sekitar 2,5 km kami berjalan menyurusi jalan setapak yang tidak rata. Pemuda itupun memandu kami tidak sampai atas, mungkin hanya 2/3 dari perjalanan yang seharusnya dipandu. Kami tiba di satu pos, ada tiket seharga Rp 4.000,- perorang. Perjalanan pun dilanjutkan dengan memaksimalkan petunjuk yang ada. Mulai terlihat tenda-tenda yang terpasang dari kejauhan.
Melihat tenda-tenda terpasang rapih di depan mata semakin memotivasi kami untuk cepat sampai. ketika sampai langsung mencari tempat yang startegis. Ya, memilih tempat kedua paling atas dengan maksud nantinya dapat melihat sunrise secara jelas. Mendirikan 2 buah tenda, sambil bercengkrama dan memakan bekal seadanya. Tiba-tiba ada sesosok bapak tua membawa papan dan menarik tarif kebersihan Rp 7.000,- perorang. Lagi-lagi oknum, seperti inilah ketika tempat wisata tidak dioptimalkan menejemennya dengan baik.
Obrolan kami semakin seru dan waktu semakin larut, pukul 23.00 WIB kami tertidur. Baru 1 jam tidur sekitar pukul 24.00 WIB. Alam menggungcangkan kami dengan badainya. Badai yang besar diikuti hujan. Kami semua kaget, bingung “Tak” suara kerangka tenda yang patah terdengar jelas. Kerangka tenda kami patah dan saat itu hanya bisa duduk memegangi kerangka tersebut dengan tubuh mulai mengigil. Air mulai masuk ke dalam tenda dari celah-celah samping dan atas kerangka yang patah diikuti dengan tenda yang robek. Barang-barang dengan sigap dimasukan ke dalam tas.
Salah satu tiang penyangga tenda yang patah tersebut sangat membahayakan. Kebingungan pun semakin menjadi-jadi. Teman kami menginstruksikan untuk meninggalkan tenda dengan alasan keselamatan. Kami keluar tenda dengan pencahayaan yang hanya mengandalkan lampu flash handphone. Jalan yang licin dan pencahayaan terbatas itu pun diiringi badai dan hujan. Semua pakaian yang kami gunakan basah dan kedinginan pun semakin menjadi-jadi.
Kami turun, mencari tempat berteduh. Kelaparan dan kedinginan menjadi satu. Persediaan makanan habis begitu pula air. Semuanya mengeluh tetapi apa boleh buat, kami tidak bisa memperkirakan kondisi alam. Apakah alam marah? Itupun kami tidak tahu. Semuanya hanya duduk di kursi gubuk tua tanpa dinding yang beralaskan tanah. Bingung? Demikian pula kami, kami tidak tahu apa yang seharusnya dillakukan.
Waktu semakin pagi, tanpa tidur sama sekali. Menunggu baju yang melekat ditubuh kering hingga sunrise datang. Keadaan yang benar-benar diharapkan tidak nampak secara jelas. Hal itu wajar karena cuaca memang tidak mendukung untuk itu.

Suasana pagi hari Bukit Pengilon (Doc. pribadi)
Hamparan laut, padang rumput hijau yang luas dengan pahatan-pahatan alam yang indah tergambar jelas disana. Kekecewaan yang didapatkan sudah kami lupakan. Nyatanya banyak tempat-tempat untuk foto yang bagus meskipun kurangnya pengelolaan. Rasa lelah hilang seketika dihadapkan dengan laut lepas memberikan ketenangan yang sangat luar biasa. Batu karang di pinggir laut yang dihantam ombak merupakan waktu yang seketika dapat membius semua pikiran kita terhadap hiruk pikuk masalah di perkotaan.
Bukit Pengilon merupakan destinasi yang wajib dikunjungi oleh kita semua, karena memang memberikan pemandangan yang luar biasa. Prihal oknum-oknum yang ada memang hal tersebut menjadi catatan khusus. Tetapi, seiringnya waktu hal tersebut bisa di atasi dengan informasi yang ada. Kesalahan dari saya adalah tidak mencari informasi secara jelas tentang tempat wisata yang dikunjungi sehingga hal seperti inilah yang terjadi. Pengalaman tersebut dapat menjadi pelajaran untuk kita semua.
“Akses menuju lokasi Bukit Pengilon kurang baik, dan penunjuk Aram kurang jelas terpasang,” ujar Jeni pengunjung Bukit Pengilon.
Kurangnya pengelolaan tempat wisata Bukit Pengilon, menjadi catatan pihak pengelola. Akses menuju lokasi seharusnya diperbaiki begitupula penerngannya, dan penunjuk jalan kurang jelas, sangat memungkinkan orang tersasar dengan mudah. Sehingga yang seharunya dilakukan pengelola adalah memberikan akses dan fasilitas yang baik bagi wisatawan.
Diubah oleh aditya214 19-12-2017 23:26
0
2.9K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan