- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mensos Sebut Pornografi Pemicu Utama Kekerasan Seksual Anak


TS
bpln.boss
Mensos Sebut Pornografi Pemicu Utama Kekerasan Seksual Anak

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, pornografi dan pengaruh teman menjadi faktor utama yang mempengaruhi anak melakukan kekerasan seksual kepada anak. Selain kedua faktor tersebut, pengaruh narkoba/obat, trauma masa kecil, dan pengaruh keluarga juga disebut menjadi faktor determinan.
Hal tersebut diungkapkan Khofifah dari hasil penelitian tentang kekerasan seksual anak terhadap anak. Penelitian ini dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengambangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta (B2P3KS) bekerja sama dengan End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia.
"Saya ke Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) yang ada di bawah koordinasi Kemensos di sejumlah daerah di Indonesia. Secara terpisah saya bertemu korban dan pelaku. Hasilnya lebih dari 50 persen kasus kekerasan seksual anak dilakukan oleh anak. Maka saya minta agar dilakukan penelitian," ujar Khofifah dalam keterangan resmi dikutip Jumat (1/12).
Penelitian dengan metode wawancara mendalam dilakukan terhadap 49 anak yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, orangtua, guru, kepala panti, Pekerja Sosial, dan stakeholder.
Hasil penelitian juga menunjukkan pelaku kekerasan, seluruhnya berjenis kelami laki-laki dengan rata-rata usia 16 tahun. Kekerasan seksual tersebut, sekitar 67 persen dilakukan melalui paksanaan. Mayoritas pelaku dan korban pun saling menengal.
Adapun bentuk kekerasan yang dilakukan sekitar 30 persen berupa sentuhan/rabaan organ sensitif hingga hubungan badan mencapai sekitar 26 persen. Mayoritas pelaku masih tinggal dengan orang tua, sedangkan tempat terjadinya kekerasan seksual biasanya terjadi di rumah teman dan rumah korban.
Menurut penelitian tersebut, 35,44 persen korban memiliki karakteristik pendiam, cengeng, dan pemalu, sedangkan sebanyak 24,05 persen bersifat hiperaktif dan bandel.
"Sementara dari sisi karakteristik sosial ekonomi keluarga baik pelaku maupun korban menunjukkan bahwa 55 persen merupakan keluarga yang didampingi dua orang tua dan 45 persen merupakan keluarga cerai/meninggal," terang Khofifah.
Adapun tentang pekerjaan orang tua, 46 persen ayah bekerja sebagai buruh dan 48 persen ibu bekerja sebagai buruh. Terkait pendidikan ayah, sebanyak 40,82 persen menjawab tidak tahu sedangkan 22,45 persen berpendidikan SD. Sedangkan tentang pendidikan ibu, sebanyak 32,65 persen menjawab tidak tahu dan 24,49 persen.
Guna menanggulangi kondisi tersebut, pihaknya menurut Khofifah sebenarnya sudah merevisi aturan terkait perlindungan anak hingga dua kali. Berbagai layanan pun diakuinya, sudah diberikan kepada masyarakat.
"Tetapi dinamika masalah sosial terkait kekerasan terhadap anak sangat variatif sehingga kita harus maksimalkan langkah preventif dan penanganan yang lebih sistemik apalagi jika pelakunya anak, agar dapat ditangani semaksimal mungkin," terang dia.
Saat ini, menurut Khofifah, telah berupaya memberikan layanan melalui Panti Handayani di Jakarta yang memberikan layanan konseling serta trauma healing berstandar kepada anak.
Selain itu, ada pula Panti Antasena Magelang, Paramita di kota Mataram dan Todupoli di Makassar Kemensos berkoordinasi dengan sekolah untuk kelangsungan pendidikan anak dan memperkenalkan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini.
Kendati demikian, menurut dia, peran pemerintah daerah dan keluarga inti tetap diperlukan untuk bersama-sama melindungi anak-anak.
"Dari hasil penelitian, 55 persen pelaku berasal dari keluarga yang utuh ayah dan ibunya. Maka kedua orang tua harus berperan maksimal dalam upaya memberikan perlindungan," ungkap dia.
Orang tua, menurut Khofifah, perlu menanamkan pemahaman kepada anak bahwa mereka punya bagian intim yang tidak boleh disentuh oleh orang lain bahkan orang yang mereka kenal sekalipun. Anak pun menurut dia, harus diajarkan agar berteriak atau melaporkan yang dialami kepada orangtua jika hal tersebut.
Kemensos pun merekomendasikan orang tua untuk membatasi penggunaan internet pada anak-anak. Hal ini berkaitan dengan penyebab kekerasan seksual anak terhadap anak melalui pornografi yang diakses dari internet dan gawai menjadi penyebab tertinggi.
"Pembatasan ini bisa disesuaikan dengan kesepakatan antara anak dengan orangtua dan dengan pengawalan orang tua. Misalnya boleh mengakses internet namun dibatasi hanya untuk tayangan anak dan boleh pegang pada jam-jam tertentu saja," terang dia.ut.
https://www.cnnindonesia.com/nasiona...-seksual-anak/
0
972
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan