- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Salah Kaprah Di Jaman Now Penggunaan Jilbab Identik Dengan Islam


TS
c4punk1950...
Salah Kaprah Di Jaman Now Penggunaan Jilbab Identik Dengan Islam

Seperti biasa kembali lagi hari ini dengan duduk di warung kopi langganan berharap ada pembahasan baru, namun hari ini otakku rada buntu jadi pembahasan kali ini rada keluar jalur dari hal yang biasa, namun bukan bermaksud untuk SARA karena tema ini lekat dengan pembahasan agama, saya hanya menyajikan info agar mata dan hati kita tetap terbuka, berfikir secara luas tanpa ada pertentangan dan saling bergandengan tangan.

Tema hari ini saya akan membicarakan masalah Jilbab yang identik dengan milik dan kebanggaan agama tertentu, sekali lagi ini salah kaprah ya guys.
Memang saat ini jilbab ( kerudung ) identik dengan kewajiban pemahaman dari agama Islam, namun ketika kita mengulik sejarah lebih jauh hasilnya cukup mengejutkan.
Faktanya penutup kepala untuk perempuan ( kerudung ) sudah di kenal jauh sebelum peradaban Islam hadir.
Padahal kewajiban berjilbab bukan monopoli ajaran Islam tetapi juga ditetapkan dalam tradisi dan budaya sebelum Islam. Murtadha Muthahhari menyatakan bahwa hijab dan kain kerudung sudah ada di tengah-tengah sebagian kaum sebelum Islam. Penduduk Iran tempo dulu, kelompok-kelompok Yahudi, dan juga bangsa India merupakan bangsa pemakai jilbab. Jilbab juga digunakan sebagai pakaian yang terhormat oleh kaum wanita Zaroaster, Hindu, Yahudi, dan Kristen.

Bukan hanya sebagai ajaran pada suatu agama, namun jilbab ( kerudung )sudah memasuki sendi budaya dan trend fashion pada peradaban manusia pada masa yang lampau.
Pada zaman Mesir Kuno sekitar tahun 3000-1000 SM, kaum bangsawan perempuan menggunakan headdress untuk menutup rambut. meskipun tidak serta merta mendukung hakikat jilbab, namun penutup rambut ini menjadi simbol yg membedakan kaum bangsawan dan rakyat jelata.

Pada masa Yunani Kuno sekitar tahun 1000-31 SM, kaum bangsawan dan perempuan yang keluar rumah menggunakan busana panjang bernama chiton dan kerudung yang disebut himation, atau syal yg dinamakan kaluptra atau sakkos. Kaum perempuan Yunani menggunakan penutup rambut di luar rumah sbg ekspresi untuk mendapatkan penghormatan kaum lelaki, karena pada masa tersebut perempuan yang membuka rambutnya di tempat umum dianggap sebagai prostitusi.

Pada masa Yahudi sekitar tahun 1000SM, baik Yahudi Taurat Musa maupun Zionis Yahudi, keduanya secara jelas memiliki aturan yang ketat mengenai busana kaum perempuan. Talmud kaum zionis mengatakan bahwa wanita yang keluar ke tempat umum, berbicara dengan laki-laki tanpa mengenakan penutup kepala (kerudung) maka suaminya boleh menceraikannya tanpa membayar mahar. Sementara dalam Kitab Perjanjian Lama Zephaniah atau Zafanya 1:8 diterangkan, “Pada hari perjamuan korban Tuhan itu, Aku akan menghukum para pemuka, para anak-anak raja dan semua orang yang memakai pakaian asing.” Pakaian asing yang dimaksud adalah yang melenceng dari syariat Yahudi, yaitu pakaian besar yang menutup rambut hingga seluruh tubuh yang disebut tiche atau snood, sesuai dengan aturan kesopanan tzniot
Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pramuria-pramuria tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pramuria-pramuria sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S.W.Schneider, 1984, hal 237).

Wanita-wanita Yahudi di Eropa melanjutkan menggunakan jilbab sampai abad ke sembilan belas hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Tekanan eksternal dari kehidupan di Eropa pada abad sembilan belas memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup kepala.
Hukum Rabbi melarang pemberian berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap (maaf) pramuria. Dr. Brayer juga mengatakan bahwa “Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut.”
Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami.
Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (tempat ibadah umat Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239). Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu (Alexandra Wright, 19??, hal 128-129).

Pada masa Romawi Kuno sekitar tahun 500SM, kaum perempuan menggunakan busana yang disebut stola dengan panjang sekitar lima meter berwarna pastel, yang dikenakan melapisi tunik dililitkan pada tubuh dan dijepit di pundak dengan penjepit yang disebut fibulae. Sekali lagi busana yang longgar ini disertai dengan penutup rambut yang disebut suffibulum.

Pada masa Gupta dan Post Gupta 200-1300an, (meskipun peradaban Hindu telah mengakar sejak zaman Vedic sekitar tahun 1500SM) ditemukan sejumlah koin yang menggambarkan perempuan Hindu yang mengenakan kerudung. Sebagai salah satu agama tertua, Hindu telah menjelaskan dalam Kitab Rig Veda, Book 8, Hymn 33 ayat 19 tentang sikap seorang perempuan ketika berhadapan dengan Brahma, agar mereka tidak memperlihatkan pergelangannya, menundukkan pandangan serta menjaga kepalanya dengan kerudung. Menutup kepala dengan kerudung adalah simbol kesantunan kaum perempuan Hindu. Tata busana yg sesuai dengan ajaran Hindu melahirkan busana yang disebut Sari dengan kerudung yang dinamakan dupatta, digunakan oleh sebagian besar kaum perempuan Hindu di India, Pakistan, Bangladesh dan negara-negara di Asia Selatan.
– “Ketika Brahma berpapasan, ketika Brahma memilihkan anda seorang perempuan, kalian hendaknya menundukkan pandangan, tidak boleh memandang. Anda harus menyembunyikan pergelangan anda, dan tidak boleh memperlihatkan apa yang dipergelangan anda.” [Rigveda Book 8 Hymn 33 Verses 19].
– “Orang tidak boleh senonoh, apabila seorang suami mengenakan pakaian istrinya, tidak boleh mengenakan pakaian lawan jenis.” [Rigveda Book 10 Hym 85 Verses 30].

– “Rama berkata kepada Shinta, dia memerintahkan agar menundukkan pandangan dan mengenakan kerudung.” [Mahavir Charitra Act 2 Page 71].
Kemudian pada masa Sang Buddha beberapa wanita memakai cadar walaupun lebih sebagai [pelindung] yang sama dengan topi daripada untuk menutupi wajah. Namun sekitar awal milenium pertama, cadar mulai dianggap sebagai hal yang sepantasnya bagi wanita kelas atas dan mereka yang berada dalam rumah tangga kerajaan untuk menutupi diri mereka dengan cadar. Ini merupakan awal dari apa yang disebut purdah, pengasingan para wanita dari khalayak ramai, sebuah trend yang menjadi lebih tersebar luas di India dengan diperkenalkannya agama Islam pada abad ke-13. Para wanita desa di India masih menarik kain sari mereka menutupi wajah mereka di hadapan pria yang tidak ada hubungan dengan mereka.
Lalitavistara [Sutra], sebuah kisah kehidupan Sang Buddha yang fantastis yang disusun sekitar abad pertama SM dan abad ke-3 M, mengandung kisah yang menarik berkenaan dengan masalah wanita memakai cadar. Berdasarkan karya ini, setelah Yasodhara terpilih menjadi istri Pangeran Siddhartha, orang-orang mengkritiknya karena tidak menutupi dirinya dengan cadar di hadapan ayah dan ibu mertuanya. Ini dianggap sebagai tanda ketidaksopanan dan ketidaksetiaan”

Begitu juga dengan Dewi Kwan Im (Avalokitesvara Bodhisattva) , yang dikenal sebagai Buddha dengan 20 ajaran welas asih, juga digambarkan memakai pakaian suci yang panjang menutup seluruh tubuh dengan kerudung berwarna putih menutup kepala.
Masa Kristen (CE atau Christian Era) menjelaskan dalam Kitab korintus 11 ayat 5-15 yang berbunyi, ‘tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya...'
Dalam ayat yang lain digambarkan, Kitab Kejadian 24 ayat 63-65 sebagai berikut, ‘Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan di padang. Ia melayangkan pandangnya, maka dilihatnyalah ada unta-unta datang. Ribka juga melayangkan pandangnya dan ketika dilihatnya Ishak, turunlah ia dari untanya. Katanya kepada hamba itu, “Siapakah laki-laki itu yang berjalan di padang ke arah kita?” Jawab hamba itu, “Dialah tuanku itu.” Lalu Ribka mengambil telekungnya dan bertelekunglah ia.’ Ayat ini menerangkan bagaimana Ribka menudungi kepalanya ketika Ishak berjalan ke arahnya. Perempuan diharuskan mengenakan penutup rambut bila berhadapan dengan laki-laki atau seseorang yang bukan muhrimnya.

St. Paul (atau Paulus) dalam Perjanjian Baru, I Korintus 11:3-10, membuat pernyataan-pernyataan yang menarik tentang jilbab sebagai berikut: “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala Kristus adalah Allah. Tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga mengguting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan dicipt akan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena malaikat“. (I Korintus 11:3-10).
St. Paul memberikan penalaran tentang wanita yang berjilbab atau berkerudung adalah bahwa jilbab memberikan tanda kekuasaan pada laki-laki, yang merupakan gambaran kebesaran Tuhan, atas wanita yang diciptakan dari dan untuk laki-laki. St. Tertulian di dalam risalahnya “On The Veiling Of Virgins” menulis: “Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272). Beberapa golongan Kristen, seperti Amish dan Mennoties contohnya, mereka hingga hari ini tetap mengenakan tutup kepala. Alasan mereka mengenakan tutup kepala, seperti yang dikemukakan pemimpin gerejanya adalah: “Penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan,” logika yang sama seperti yang ditulis oleh St. Paul dalam Perjanjian Baru (D. Kraybill, 1960, hal 56).

Namun wanita kristen yang berada di Barat atau di Eropa, atau juga di Indonesia sudah menanggalkan jilbabnya. Bahkan saat datang ke Gereja pada setiap hari minggu tidak terlihat jemaat wanitanya memakai jilbab atau kerudung. Berjilbab dalam kristen ternyata sudah dipraktekkan oleh Ibu Yesus kristus atau Bunda Maria, seperti terlihat dalam gambar-gambar Bunda Maria yang memakai jilbab. St. Paulus menekankan kepada wanita Kristen untuk berjilbab karena termasuk wanita yang mulia dan terhormat. Apalagi Bunda Maria sebagai ibu Yesus yang suci dan dimuliakan Tuhan.
Lalu kemudian tradisi leluhur masa lalu diadopsi oleh Islam karena baiknya fashion tersebut untuk menjaga kemuliaan penggunanya hingga kini jilbab menjadi identik dengan seorang muslim padahal hal itu tidaklah benar, jilbab hanyalah fashion untuk wanita agar dihormati oleh orang lain disekitarnya dari masa peradaban yang lalu, dan penggunaan jilbab adalah fashion tertua di muka bumi.
Di dalam Al-Quran dinyatakan, Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu.

Nampaknya banyak manusia tidak sadar trend fashion jilbab bukanlah murni dari ajaran Islam namun dari Tradisi dan kebudayaan masa lampau ribuan tahun yang lalu.
Kemudian aku berfikir sejenak..
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah? ” (al-Baqarah : 140).
Allah Ta’ala berfirman,”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. AL MAA’IDAH: 50).
Allah Ta’ala berfirman, “Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (ar-Rum: 6-7).
Benar saja dengan kopi pagi hari ini aku berfikir manusia hanyalah mahluk lemah yang tak mengerti apa-apa, nampaknya masih saja banyak yang salah kaprah tentang fashion jilbab di jaman now.
Ketika melihat foto di bawah ini nampaknya stigma jilbab seperti ada konpirasi tingkat tinggi...

Sruuupppuutt kopi dolo kawan...

Dari berbagai sumber
Nur-islam.blogspot
Wikipedia
Dll.

Diubah oleh c4punk1950... 13-11-2017 09:44
0
10.7K
30


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan