Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Misi Mengungkap Gembong Teroris


OKTOBER 15 tahun yang lalu, Indonesia diguncang peristiwa bom di Bali.



Peristiwa itu seolah menambah luka dari pilu akibat peristiwa bom di beberapa rumah ibadah saat perayaan Natal 2000.



Sayangnya, rangkaian aksi teror yang menyebabkan begitu banyak korban nyawa terus terjadi.



Pada 2004, giliran Kedutaan Australia yang menjadi sasaran.



Pulau Dewata lagi-lagi harus menanggung duka akibat bom pada 2005.



Sederet rangkaian bom itu memengaruhi persepsi dunia akan keamanan dan keramahan publik Indonesia. Beberapa negara sempat memberikan imbauan larangan kunjungan bagi warga mereka ke Indonesia.



Namun, bukan hanya soal rasa takut yang harus dihadapi Indonesia, melainkan juga negara ini harus membuktikan kemampuan mengungkap dan menangkap gembong teroris.



Kisah pengejaran terhadap pelaku-pelaku bom tersebut inilah yang diungkapkan Komjen Arif Wachyunadi dalam buku Misi Walet Hitam Menguak Misteri Teroris dr Azhari, yang ditulisnya.



"Dalam buku ini kami bercerita bagaimana kronologis bom-bom dari 2000 sampai 2005. Bersyukur polisi bisa mengungkap seluruhnya," kata Komjen Arif dalam acara Kick Andy.



Ia pun menuturkan sisi urgensi untuk menulis dan menyebarluaskan kronologis pengeboman.



"Saya menganggap perlu untuk menulis ini bahwa ada sejarah pasukan yang terlatih. Kemudian dari latar belakang itulah pemburuan selama 5 tahun itu berakhir di Jalan Flamboyan Malang menangkap otak pengeboman dr Azahari," tambah Komjen Arif.



Buku tersebut memperlihatkan data-data baru yang mengejutkan. Hal itu terkumpul dari riset selama dua tahun dan wawancara langsung terhadap 12 pelaku pengeboman yang berperan sebagai pengumpulan bahan dan peracik bom.



Ilmu merakit bom itu didapatkan mereka dari dr Azahari yang merupakan otak aksi bom Bali. Dr Azahari bin Husein disebut-sebut sebagai salah satu murid terbaik Osama bin Laden yang memiliki keahlian khusus dalam merakit bom.



Penyesalan pelaku



Keahlian dr Azahari dalam merakit bom diturunkan ke semua muridnya termasuk Mr X yang sengaja dirahasiakan karena faktor keamanan.



Bahkan, Mr X dipercaya sebagai kurir yang membawa bom dr Azhari yang berada di Malang untuk diberikan kepada Mukhlis di Semarang.



Ia membawa bom yang siap meledak dalam ranselnya.



"Sebenarnya saya tidak tahu untuk tujuan apa. Yang saya tahu isinya bom dan surat-surat," ucap Mr X.



Dalam perjalanan ke Semarang itulah, Mr X merasa sudah diawasi beberapa orang.



Ia mengaku saat itu ia sudah berniat meledakkan bom di ranselnya karena inisiatif yang diberikan dr Azahari sebelumnya.



"Ransel sudah saya letakkan di depan badan, tangan saya masuk untuk cari pemicunya. Tapi saat itu saya tertangkap," kata Mr X.



Mr X mengaku dirinya kenal dengan dr Azahari secara tiba-tiba.



Ia yang sejak kuliah telah bergabung dalam kajian Islam menganggap adanya ketidakadilan.



Gambaran tentang negara Palestina, Afganistan, dan negara Islam lain yang tertindas menjadi dasar yang memicu radikalisme tentang keadilan Islam yang ideal.



Satu per satu pelaku pengeboman pun ditangkap.



Mr X yang mendapatkan vonis 18 tahun kini telah menjalani 9 tahun masa hukuman.



Di penjara, Mr X lebih banyak menghabiskan waktu sendirian.



Hal ini membuatnya banyak merenung dan menyadari kesalahannya.



"Saya berpikir saya lebih mencintai anak dan istri dibanding urusan yang begitu. Saya rasa kekerasan bukan segalanya, masih banyak jalan yang lain yang bisa dilakukan untuk menyampaikan pandangan ideologi." ucapnya.



Mr X mengaku ingin menjalani hidupnya sebagai orang yang baik. Namun, labelnya sebagai mantan narapidana masih tetap menempel sehingga masyarakat sekitar rumah sudah tak menerimanya.



Mr X mengatakan masyarakat sudah trauma, padahal dirinya perlu dukungan agar tidak kembali ke jalan yang sama.



Kini Mr X pun kerap melakukan deradikalisasi ke beberapa tempat.



Tak hanya Mr X, ada pula Ali Imron, salah satu anggota dari pelaku aksi teror yang kini sudah menyesali perbuatannya.



Ia diadili dan dijatuhi vonis seumur hidup oleh pengadilan Negeri Denpasar pada 2003 silam.



Sejak kecil Ali Imron mengaku sudah punya pemikiran radikal.



Ia terkontaminasi paham teroris dari kakak kandungnya, alm Ali Gufron alias Muklas, terdakwa bom Bali I yang telah divonis hukuman mati.



Selepas SMA, ia pun mengikuti jejak sang kakak dan bergabung dengan Jamaah Islamiyah di Malaysia.



Empat tahun mengikuti pendidikan militer akademi Mujahidin di Afganistan, Ali Imron mendapatkan semua ilmu perang.



Ali Imron mengaku menyadari sepenuhnya tentang kesalahan besar dari jaringan teror yang dulu ia ikuti.



Kini ia aktif memberikan wawasan deradikalisasi ke daerah-daerah demi menghilangkan paham yang salah.



"Oleh karena keterlibatan saya dalam bom Bali itu, hingga sekarang setiap ada kesempatan terutama yang bisa didengar para keluarga korban dan lainnya, selalu saya sampaikan permohonan maaf," tukas Ali Imron.



(M-3)


Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...ris/2017-11-11

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Kisah di Balik Penyergapan Dr Azhari

- Atlet Disabilitas Diminta Berprestasi

- Korban Jiwa Berjatuhan

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
992
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan