mjia09Avatar border
TS
mjia09
Sketsa
Aku menatap sketsa wajahnya yang tergeletak di almari. Memang sengaja tak di pajang, sebagai obat rindu jika sewaktu-waktu kami merindukannya. Ia tengah merangkul saudara kembarnya yang entah mengapa tergambar dengan raut wajah yang berbeda. Senyumnya berseri, layaknya memiliki kebahagiaan yang tak terkira. Ah, itu memang hanya sketsa wajahnya yang berhasil diabadikan Kakak perempuanku yang dianugrahi Allah kemampuan menggambar. Meski tidak begitu sempurna (karena kesempurnaan hanya milikNya), tapi dari sketsa itu aku seperti masih bisa mendengar tawanya, tangisnya, bahkan rajukannya. Bahkan sketsa itu sebenarnya tak pernah ada. Karena dalam potret itu dia telah tumbuh menjadi bocah berusia sekitar 3 tahun, sedang ia hanya diijinkan Allah menggenapkan usianya pada tahun kedua setelah kelahirannya yang prematur.
Tanpa terasa, sudah lima tahun dia meninggalkan kami, tapi sunguh, dia telah menorehkan pelangi terindah dalam kehidupan kami. Tak hanya itu, dia juga telah memberikan kami banyak pelajaran berarti. Ia mengajarkan kami tentang keiklasan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa. Aku, yang telah dianugrahi usia berkali lipat dari usianya sungguh merasa tak ada apa-apanya. Dia permata kami, permata yang semoga akan kami temukan kembali kelak di JannahNya.
Namanya Assifa Nurrahmah. Lahir pada 11 Mei 2006 di suatu pagi yang penuh berkah. Kami memanggilnya Sifa. Kami berharap ia menjadi obat yang menerangi kehidupan kami. Tidak ada yang menduga akan kehadirannya. Ibunya, yang merupakan kakak pertamaku tak pernah menyangka akan memiliki dua orang anak sekaligus. Ia tak pernah tau bahwa ia mengandung dua orang putri yang sangat cantik. Dua orang putri yang semoga kelak mengantarkannya ke pintu surga.
Kakakku tak pernah melakukan USG sebelumnya. Bukan hanya karena keterbatasan biaya, USG di lingkungan keluarga kami memang bukanlah hal yang biasa dilakukan. Maklum, kami hanya tinggal di desa kecil dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Apalagi saat kelahiran mereka, usia kandungan kakakku masih tujuh bulan. Mereka terlahir prematur, bahkan dengan insiden yang tak terduga. Karena tak pernah menyangka mengandung anak kembar, dan bidan yang menangani proses kelahiran mereka pun tak pernah tahu sebelumnya, ia sempat mengira bahwa proses persalinan telah selesai ketika bayi pertama telah berhasil di keluarkan. Selang beberapa menit baru sang bidan menyadari, masih ada satu bayi lagi yang hendak menginjakan kaki di bumi Allah.
Ia terlahir dengan bobot 18 ons, sedangkan saudaranya yang bernama Aulia Nurrahmah selisih dua ons dengannya yaitu 2 kg. Mereka lahir dengan begitu sempurna meski meski terlahir secara prematur. Semua menyambut kelahiran mereka dengan gembira. Bahkan keluarga besarku berbondong-bondong ingin melihat kedua anak kembar tersebut. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama.
Ketika usia mereka menginjak 7 bulan, si adik, Sifa kami yang manis didiagnosa memiliki masalah dengan jantung dan paru-parunya. Ternyata jantungnya mengalami kebocoran. Ternyata kelahirannya yang prematur menyebabkan jantungnya belum tercipta dengan sempurna. Namun tentu kami tidak menyerah begitu saja.
Demi kelancaran perawatannya, terpaksa ia dipisahkan dengan saudara kembarnya. Ibuku bersedia merawat si kaka, Aulia, dan di mulailah kisah perjuangannya yang luar biasa.
Ternyata akibat kedua kelainan itu menyebabkan pertumbuhannya tak sempurna. Berat badannnya selalu di bawah normal. Bahkan ketika kakaknya telah mampu berjalan di usia mereka satu tahun dua bulan, ia tak mampu mengangkat tubuhnya meski tubuhnya sangat ringan. Namun, sungguh semangatnya luar biasa. Dia selalu berusaha, berusaha dan berusaha. Dengan berpegangan dinding ia mencoba berdiri. Atau ketika ada orang disampingnya, ia akan merengek untuk di tuntun berdiri. Kami maklum, ketika anak-anak seusianya sudah mampu berlari lucu, ia hanya mampu terduduk memandang dengan iri. Tapi sungguh, jarang sekali kami melihat mendung kesedihan bergelayut di wajah mungilnya. Wajahnya selalu penuh senyum. Senyum itulah yang selalu aku ingat sampai sekarang.
Hari berganti. Banyak usaha telah dilakukan. Hingga jalan satu-satunya yang mungkin bisa dilakukan adalah melakukan penambalan pada jantungnya. Ya Allah, anak sekecil itu harus mengalami operasi pembedahan. Aku tak bisa membayangkan ketika ia harus masuk ruang operasi dengan peralatan-peralatan mengerikan. Aku sungguh tidak sanggup membayangkan. Tapi itulah satu-satunya yang bisa kami usahakan.
Kami akhirnya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan operasi tersebut. Kami menunggu tubuhnya mampu melakukan operasi yang bukan operasi sembarangan, dan masa penungguan itu menjadi waktu yang lama meski sebenarnya hanya beberapa bulan saja.
Mungkin karena tubuhnya mulai melemah karena jantung yang tak berfungsi sempurna, si Sifa kecil sering sakit-sakitan, sehingga bobot berat badan yang ditargetkan sepertinya sulit terwujud. Aku masih ingat, ketika suatu kali kondisinya melemah, ia di bawa kerumah sakit dan dirawat beberapa hari disana. Seorang dokter magang mendiagnosis bahwa ia kurang gizi. Aku jadi teringat anak-anak di Ethiopia yang perutnya membuncit akibat kelaparan, dan dokter itu menyarankan kakakku untuk memperhatikan gizinya. Ah, tentu kami memperhatikan gizinya. Meski kami bukan dari keluarga berada, tapi kami juga bukan dari keluarga miskin. Itu semua karena penyakitnya. Tubuh Sifa kecil tak mampu menyerap gizi dari makanan yang ia makan dengan sempurna.
Terkadang aku merasa cobaan ini terlalu berat untuk kami. Bukan hanya materi yang telah kami korbankan, tapi tenaga dan pikiran. Kakakku berubah menjadi sangat kurus, kurang tidur dan tidak terurus. Suaminya pun harus mencari matia-matian biaya pengobatan yang tidak sedikit. Tapi sungguh, sebenarnya Sifa lah yang tengah berjuang. Dialah yang mengalami ujian terberat. Rasa sakit akibat di suntik berkali-kali, rasa lapar akibat puasa, rasa lelah akibat harus berbaring di tempat tidur dalam waktu yang lama, rasa sedih karena menjadi anak yang tidak normal, namun ia tak pernah kehilangan keceriaannya.
Akhirnya penantian kami berakhir. Dokter mengijinkan ia menjalani operasi. Kami pikir itu akan menjadi hal terakhir penderitaannya, namun ternyata penderitaannya masih berkepanjangan. Ia harus menunggu beberapa hari untuk bisa memasuki ruang operasi. Bahkan berkali-kali ketika ia telah berpuasa seharian, operasi digagalkan. Ah, sungguh menyedihkan melihat anak sekecil itu kelaparan. Ketika ada seseorang menelan makanan, ia akan memandanginya dengan raut wajah yang menyedihkan, namun anehnya tak satu patah kata pun yang terucap dibibirnya. Ia tak pernah meminta. Seakan mengerti bahwa ia tengah berpuasa. Ya Allah, dia hanya anak kecil berusia kurang dari dua tahun. Kami, umat-umatMu yang telah diberi usia melebihi usianya, dengan fisik yang lebih kuat, sering kali mengeluh karena lapar, karena lelah, karena bosan, dan karena-karena yang lain. Kami, umatMu, yang telah dianugrahi kesehatan, seringkali melalaikan puasa yang Engkau perintahkan, dan sering kali menjadikan puasa itu sebagai ajang bermalas-malasan.
Akhirnya operasi itu dilakukan. Aku hanya bisa berdoa dari jauh. Tak sempat aku menemaninya. Sebuah acara sekolah menahanku, dan kabar itu akhirnya harus aku terima. Akhirnya ia kembali pada Tuhannya, Allah azza wa Jalla. Bukan karena ia menyerah akan sakitnya, bukan karena ia tak lagi ingin menderai tawa untuk kami yang mencintainya, tapi aku yakin, tugasnya telah usai, dan kematiannya adalah pelajaran terakhir bagi kami, bahwa tak ada yang mampu mengindar dari kematian yang telah ditetapkanNya. Tidak tua, tidak muda.
Kini ia telah kembali pada-Nya namun memori tentangnya selalu kami ingat. Mungkin ia telah tiada, namun sketsanya selalu mengingatkan kami, tentang pelajaran hidup yaitu kematian yang pasti akan menemui kami. Kematian memang menjadi hal yang pasti. Tak akan pernah ada yang tahu kapan seseorang bertemu dengan malaikat pencabut nyawa. Bahkan mungkin ketika kita tengah duduk bersendau gurau dengan sahabat, tengah bercengkrama dengan keluarga, tiba-tiba malaikat pencabut nyawa menghampiri kita. Tanpa kata permisi, dan tak mungkin di tawar lagi. Hal ini semakin membuat kita sadar, setiap tingkah laku kita haruslah didasari oleh ahlaq dari Al Qur’an dan sunah. Sehingga ketika malaikat maut menghampiri, hanya kebaikan yang tengah kita lakukan. Aamiin.
Diubah oleh mjia09 09-11-2017 11:12
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.7K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan