Keselarasan gerak sembilan penari diiringi gamelan dan tembang menjadikan Bedhaya Ketawang begitu menarik disaksikan.Konon tarian itu terinspirasi dari bisikan gaib dan romansa Nyi Roro Kidul-Panembahan Senapati.
Inibaru.id – Sakral dan mistis. Dua hal itu sangat tepat disematkan pada seni tari tradisional Bedhaya Ketawang. Konon, tarian ini sangat erat kaitannya dengan sejarah Kerajaan Mataram Kuno. Ada pula yang mengaitkannya dengan keberadaan Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul.
Dilansir dari tulisan RMSP Alam di Kompasiana (18/4/2017), Bedhaya Ketawang saat ini cuma dipertunjukkan di Kasunanan Surakarta. Pertunjukannya pun hanya untuk acara sakral, yakni penobatan raja.
Bedhaya berarti “perempuan” atau “pengantin”, sementara Ketawang bermakna “langit”. Jika digabung, arti Bedhaya Ketawang bisa berarti “(tarian) perempuan untuk (istana) langit”.
Baca juga:
Tiga Adat Klasik Jawa dalam Pernikahan Kahiyang
Ada sejumlah versi terkait asal-usul tarian itu. Versi pertama mengatakan, tari ini terinspirasi dari bisikan langit yang diterima Sultan Agung kala ia bersemadi. Bisikan itu kemudian membuat Sultan Agung menciptakan tarian tersebut.
Versi yang lain mengatakan, Bedhaya Ketawang adalah bentuk rayuan Ratu Pantai Selatan kepada Raja Mataram. Kala itu, ada romansa beda dunia antara Nyi Roro Kidul dengan Panembahan Senapati. Nah, gerak rayuan itulah Bedhaya Ketawang, sementara tembang yang dimainkan adalah curahan hati Nyi Roro Kidul kepada Raja Mataram.
Bedhaya Ketawang ditarikan sembilan gadis suci yang tidak sedang dalam masa haid atau menstruasi. Menjelang pementasan, mereka wajib berpuasa beberapa hari. Konon, jumlah penari sebenarnya hanyalah delapan orang, sementara yang satu sebenarnya adalah Nyi Roro Kidul.
Tari sakral ini diiringi instrumen Gendhing Ketawang Gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang digunakan antara lain gambang, rebab, gender, suling, kethuk, kenok, gong, kendhang,dan kemanak.
Selain gending, tembang Durma akan mengiringi tarian tersebut pada awal babak, kemudian diikuti tembang Ratnamulya.
Kesakralan tarian ini tampak pada begitu banyaknya aturan yang harus ditaati, baik oleh penari maupun penonton. Tak hanya itu, bagi Anda yang berniat menonton Bedhaya Ketawang, bersabarlah, karena pementasannya hanya pada acara penobatan raja.
Bahkan, pementasan yang meriah hanya diadakan sekali dalam kurun kurang lebih sewindu. Beberapa aturan yang harus Anda penuhi ketika menyaksikan pertunjukan ini di antaranya tidak boleh berbicara, makan, atau minum selama pertunjukan berlangsung. (OS/SA)