- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Anies: Izin Alexis Sudah Habis, Kegiatan di Situ Tak Legal Lagi


TS
aghilfath
Anies: Izin Alexis Sudah Habis, Kegiatan di Situ Tak Legal Lagi
Spoiler for Anies: Izin Alexis Sudah Habis, Kegiatan di Situ Tak Legal Lagi:

Quote:
Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan Pemprov DKI menolak daftar ulang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang diajukan Hotel Alexis dan Griya Pijat Alexis. Setelah daftar ulang ditolak, kegiatan di Alexis terhitung ilegal.
Anies mengatakan surat penolakan izin usaha Alexis sudah dikeluarkan sejak Jumat (27/10) lalu. Dengan ditolaknya TDUP oleh Pemprov DKI, maka, kata Anies, membuat kegiatan bisnis yang ada di Alexis menjadi ilegal.
"Sudah habis. Otomatis, maka tidak punya izin lagi kemudian. Kan sudah habis, kemudian dengan begitu, tidak ada izin lagi, otomatis kegiatan di situ bukan kegiatan legal lagi. Kegiatan legal adalah kegiatan yang mendapatkan izin, tanpa izin, maka semua kegiatan di situ bukan kegiatan legal," kata Anies kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Penolakan terhadap permohonan TDUP Alexis ini tertuang dalam surat bernomor 6866/-1.858.8. Surat bertanggal 27 Oktober 2017 itu diteken oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta Edy Junaedi. Foto surat itu beredar di kalangan jurnalis.
Surat ini merupakan tanggapan atas surat dari Alexis dengan Nomor 026B/GAH/X/17 yang dikirim sehari sebelumnya, atau tanggal 26 Oktober. Dalam surat itu, Alexis menanyakan alasan daftar ulangnya belum diproses. Pihak Alexis juga menyebut selama ini daftar ulang yang mereka ajukan setiap tahun selalu keluar.
Anies mengatakan surat penolakan izin usaha Alexis sudah dikeluarkan sejak Jumat (27/10) lalu. Dengan ditolaknya TDUP oleh Pemprov DKI, maka, kata Anies, membuat kegiatan bisnis yang ada di Alexis menjadi ilegal.
"Sudah habis. Otomatis, maka tidak punya izin lagi kemudian. Kan sudah habis, kemudian dengan begitu, tidak ada izin lagi, otomatis kegiatan di situ bukan kegiatan legal lagi. Kegiatan legal adalah kegiatan yang mendapatkan izin, tanpa izin, maka semua kegiatan di situ bukan kegiatan legal," kata Anies kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Penolakan terhadap permohonan TDUP Alexis ini tertuang dalam surat bernomor 6866/-1.858.8. Surat bertanggal 27 Oktober 2017 itu diteken oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta Edy Junaedi. Foto surat itu beredar di kalangan jurnalis.
Surat ini merupakan tanggapan atas surat dari Alexis dengan Nomor 026B/GAH/X/17 yang dikirim sehari sebelumnya, atau tanggal 26 Oktober. Dalam surat itu, Alexis menanyakan alasan daftar ulangnya belum diproses. Pihak Alexis juga menyebut selama ini daftar ulang yang mereka ajukan setiap tahun selalu keluar.
Quote:
Setop Izin Alexis, Anies Mengaku Sudah Kantongi Bukti
Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak sembarangan dalam menyetop izin Hotel-Griya Pijat Alexis. Dia sudah mengantongi bukti dari berbagai laporan.
"Ada, ada laporan-laporan dan lain-lain," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Anies mengatakan Pemprov tentu telah memiliki dasar untuk menolak daftar ulang tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) yang diajukan Hotel Alexis. Dia meminta semua pihak mentaati keputusan itu.
"Kita tentu Pemprov memiliki dasar dan ini menyangkut juga menjaga moral kita. Tapi dasar-dasar itu ada. Kita minta kepada semua pihak untuk menaati keputusan itu," jelas Anies.
Dirinya akan berkoordinasi dan memantau rekasi dari penolakan izin usaha Alexis. Anies juga akan mengerahkan aparat untuk menegakkan peraturan.
"Nanti kita lihat reaksi dari sana, tapi yang jelas posisi kita. Dan sudah tahu kok, ini kan bukan barang yang baru tahu hari ini, sudah berbulan-bulan tahu, kita akan pantau karena mereka harus menaati keputusan. Kita memiliki aparat untuk menegakkan peraturan," lanjutnya.
Hal yang senada diungkapkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi (PTSP) DKI Jakarta, Edy Junaedi. Dia menegaskan Pemprov DKI punya bukti kuat sebelum menyetop izin Alexis.
"Iyalah (sudah kuat buktinya)," kata Edy saat dihubungi.
"Itu kan surat resmi. Tentu kita ada pertimbangan lah. Pasti ada pertimbangan kok. Kita ngeluarin surat Nggak mungkin nggak ada pertimbangan. Kita nggak perlu buka di sini," lanjut Edy.
Pemprov DKI menolak daftar ulang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang diajukan Hotel Alexis dan Griya Pijat Alexis. Penolakan itu tertuang dalam surat bernomor 68661-1.858.8.
Surat tersebut merupakan tanggapan atas surat dari Alexis dengan Nomor 026B/GAH/X/17 yang dikirim sehari sebelumnya, atau tanggal 26 Oktober. Dalam surat itu, Alexis menanyakan alasan daftar ulangnya belum diproses. Pihak Alexis juga menyebut selama ini daftar ulang yang mereka ajukan setiap tahun selalu keluar.
Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak sembarangan dalam menyetop izin Hotel-Griya Pijat Alexis. Dia sudah mengantongi bukti dari berbagai laporan.
"Ada, ada laporan-laporan dan lain-lain," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Anies mengatakan Pemprov tentu telah memiliki dasar untuk menolak daftar ulang tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) yang diajukan Hotel Alexis. Dia meminta semua pihak mentaati keputusan itu.
"Kita tentu Pemprov memiliki dasar dan ini menyangkut juga menjaga moral kita. Tapi dasar-dasar itu ada. Kita minta kepada semua pihak untuk menaati keputusan itu," jelas Anies.
Dirinya akan berkoordinasi dan memantau rekasi dari penolakan izin usaha Alexis. Anies juga akan mengerahkan aparat untuk menegakkan peraturan.
"Nanti kita lihat reaksi dari sana, tapi yang jelas posisi kita. Dan sudah tahu kok, ini kan bukan barang yang baru tahu hari ini, sudah berbulan-bulan tahu, kita akan pantau karena mereka harus menaati keputusan. Kita memiliki aparat untuk menegakkan peraturan," lanjutnya.
Hal yang senada diungkapkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi (PTSP) DKI Jakarta, Edy Junaedi. Dia menegaskan Pemprov DKI punya bukti kuat sebelum menyetop izin Alexis.
"Iyalah (sudah kuat buktinya)," kata Edy saat dihubungi.
"Itu kan surat resmi. Tentu kita ada pertimbangan lah. Pasti ada pertimbangan kok. Kita ngeluarin surat Nggak mungkin nggak ada pertimbangan. Kita nggak perlu buka di sini," lanjut Edy.
Pemprov DKI menolak daftar ulang Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang diajukan Hotel Alexis dan Griya Pijat Alexis. Penolakan itu tertuang dalam surat bernomor 68661-1.858.8.
Surat tersebut merupakan tanggapan atas surat dari Alexis dengan Nomor 026B/GAH/X/17 yang dikirim sehari sebelumnya, atau tanggal 26 Oktober. Dalam surat itu, Alexis menanyakan alasan daftar ulangnya belum diproses. Pihak Alexis juga menyebut selama ini daftar ulang yang mereka ajukan setiap tahun selalu keluar.
detik
Yang ditolak TDUP beberapa tenant hotel alexis, kegiatan usahanya kita belum tahu apakah ikut ditutup juga karena baru administrasi doang, masih banyak usaha sejenis yg bertebaran di jakarta seperti malio, akankah semua ijin mereka ditolak, layak ditunggu termasuk tindakan yg akan diambil pemprov terhadap kegiatan ilegal bila ada dan gugatan perdata atas alasan penolakan yg digunakan pemprov, bakal rame keknya

Quote:
Original Posted By Frozen888►INTRIK BISNIS LENDIR
( BISNIS )
Dulu di Era Soeharto tempat hiburan malam dikuasai oleh Keluarga Ibnu Soetowo, yang di komandani oleh Adiguna Sutowo, yang menggunakan TW , kakak beradik Cahyadi Kumala dan Haryadi Kumala. Tapi setelah era reformasi khususnya era SBY bermunculan banyak tempat hiburan yang berkelas dunia. Mengapa saya katakan berkelas dunia ? karena sudah di kelola sebagaimana layaknya industri yang melibatkan agent international penyedia wanita penghibur, agent musik dan professional dance. Tempatnyapun di design sangat mewah untuk sorga bagi pelanggan Spa, Music lounge, massage , KTV, Bar. Sekilas memang tempat ini sebagai etalage wisata malam. Tapi bukan rahasia umum bahwa tempat tempat itu juga menyediakan kamar hotel dan kamar massage yang bisa dipakai tempat execute.
Nah di era Foke sebagai Gubernur dan SBY sebagai presiden, business hiburan malam nampak adem walau menyimpan api dalam sekam karena persaingan keras antar pemilik business hiburan. Yang menarik adalah datangnya pendatang baru yang tampil percaya diri di era SBY, yaitu Arief ( Cocong ). Dia dulu adalah sahabat SBY waktu SBY bertugas di Palembang. Bisnis utamanya adalah jasa EMKL, yang tentu punya koneksi hebat di kalangan pejabat bea cukai. Selama era SBY, Cocong mengembangkan bisnis hiburan dibawah bendera Malio Group, yang meliputi Stadium , Malioboro, Milles Club, Sumo, Classic, Nebula, King Cross, Level V, Exodus, Kampus, Rajamas.
Keberadaan Cocong membayangi Alexis Group yang mengelola Alexis Hotel, Play Club, Zen, Club 36, Emporium, Colosseum and 1001, Tease Club. Orang awam tahunya pemilik Alexis Group adalah Alex Tirta, tapi kalangan business tahu dibalik nama Alex Tirta adalah pemain lama dengan Godfather adalah TW. Juga di ceruk business hiburan seperti life style night bagi kalangan middle class, seperti OPCO, Ismaya, Union Group, Potato Head, MRA, Hard Rock Café, MAP , Cork and Screw , All-In, Biko, Immigrant, Rys, dimana semua berhubungan dengan miras yang berlisensi dari pemerintah, yang umumnya dikelola oleh putra putri konglomerat yang tadinya sekolah di Amerika atau Australia.
Di Era Ahok fenomena bisnis hiburan ini dipetakan dengan baik. Ahok melihat potensi PAD ada pada bisnis ini. Makanya dia tidak melarang secara ketat walau dia sering nyinyir soal bisnis ini. Itu mungkin sebagai bentuk penolakannya sebagai pribadi krisitiani yang taat. Ahok menetapkan aturan pengawasan terhadap tempat hiburan itu dengan menempatkan CCTV di tempat tersebut, dan cashier online ke database pendapatan daerah untuk memastikan tidak ada penyelewengan pajak. Kemudian menetapkan pajak hiburan setinggi tingginya.Jadi sama dengan kebijakan penjualan rokok di luar negeri .Silahkan beli tapi pajak 4 kali lipat dari harga. Kalau bandel anda harus bayar ongkos sosialnya, tapi kalau engga mau itu memang lebih baik.
Semua tahu bahwa bisnis hiburan itu berhubungan dengan lingkaran kekuasaan baik kekuatan informal maupun formal. Di Era Soeharto , upeti mengalir kepara peinggi TNI sebagai bentuk biaya perlindungan. Di Era SBY, biaya perlindungan diberikan bukan hanya kepada TNI tapi juga Ormas. Di Era Jokowi, keadaan ini tidak berubah. Hanya saja menjadi lain, ketika group Cocong mulai ngeyel terhadap kebijakan Ahok, dan ini diketahui oleh Ahok dengan adanya banyak tekanan dari kalangan ormas dan Partai oposisi kepada Ahok. Namun bukannya Ahok berdamai malah makin gila dia. Di era Ahok sebagai Gubernur, yang ngeyel dia sikat ,seperti Stadium, Kampus, Rajamas , Milles semua berhasil ditutup oleh Ahok. Itu semua tadinya milik Malio Group, Cocong
Sementara Group Alexis lebih bisa menerima kebijakan Ahok. Dari teman, saya tahu bahwa TW sangat takut melanggar aturan apalagi sampai berani melawan. Engga mungkin TW berani. Pernah teman saya cerita TW ancam anak buahnya kalau ketahuan bisnis narkoba dia sendiri yang akan habisi mereka setelah itu dia sendiri yang akan seret mereka ke Polisi. Dari dulu dia aman karena loyal kepada penguasa , siapapun itu penguasanya. Ketika Kampanye PILKADA DKI, Anies selalu nyindir Alexis tanpa sekalipun dia nyindir Malio Group. Karena kita tahu bahwa Malio group memang dibacking oleh Baret Merah dan Partai dari koalisi Merah Putih berserta Ormas pendukungnya. Jadi, silahkan nilai sendiri bahwa Issue soal penutupan Alexis tak lain riak dari adanya persaingan bisnis hiburan malam antar dua godfather, TW dan Cocong. Dan TW tenang saja. Engga ngaruh apapun.
Dan ini berhubungan dengan uang beredar sedikitnya Rp. 60 trilun setahun. Apakah dengan uang sebanyak itu akan mudah membuat TW kalah begitu saja.? Akses politik TW lebih hebat. Contoh dia memegang kendali dan izin peredaran miras di Inddonesia dan ini tanpa dukungan luas engga mungkin bisa. Nah Mau coba?
* Babo EJB
( BISNIS )
Dulu di Era Soeharto tempat hiburan malam dikuasai oleh Keluarga Ibnu Soetowo, yang di komandani oleh Adiguna Sutowo, yang menggunakan TW , kakak beradik Cahyadi Kumala dan Haryadi Kumala. Tapi setelah era reformasi khususnya era SBY bermunculan banyak tempat hiburan yang berkelas dunia. Mengapa saya katakan berkelas dunia ? karena sudah di kelola sebagaimana layaknya industri yang melibatkan agent international penyedia wanita penghibur, agent musik dan professional dance. Tempatnyapun di design sangat mewah untuk sorga bagi pelanggan Spa, Music lounge, massage , KTV, Bar. Sekilas memang tempat ini sebagai etalage wisata malam. Tapi bukan rahasia umum bahwa tempat tempat itu juga menyediakan kamar hotel dan kamar massage yang bisa dipakai tempat execute.
Nah di era Foke sebagai Gubernur dan SBY sebagai presiden, business hiburan malam nampak adem walau menyimpan api dalam sekam karena persaingan keras antar pemilik business hiburan. Yang menarik adalah datangnya pendatang baru yang tampil percaya diri di era SBY, yaitu Arief ( Cocong ). Dia dulu adalah sahabat SBY waktu SBY bertugas di Palembang. Bisnis utamanya adalah jasa EMKL, yang tentu punya koneksi hebat di kalangan pejabat bea cukai. Selama era SBY, Cocong mengembangkan bisnis hiburan dibawah bendera Malio Group, yang meliputi Stadium , Malioboro, Milles Club, Sumo, Classic, Nebula, King Cross, Level V, Exodus, Kampus, Rajamas.
Keberadaan Cocong membayangi Alexis Group yang mengelola Alexis Hotel, Play Club, Zen, Club 36, Emporium, Colosseum and 1001, Tease Club. Orang awam tahunya pemilik Alexis Group adalah Alex Tirta, tapi kalangan business tahu dibalik nama Alex Tirta adalah pemain lama dengan Godfather adalah TW. Juga di ceruk business hiburan seperti life style night bagi kalangan middle class, seperti OPCO, Ismaya, Union Group, Potato Head, MRA, Hard Rock Café, MAP , Cork and Screw , All-In, Biko, Immigrant, Rys, dimana semua berhubungan dengan miras yang berlisensi dari pemerintah, yang umumnya dikelola oleh putra putri konglomerat yang tadinya sekolah di Amerika atau Australia.
Di Era Ahok fenomena bisnis hiburan ini dipetakan dengan baik. Ahok melihat potensi PAD ada pada bisnis ini. Makanya dia tidak melarang secara ketat walau dia sering nyinyir soal bisnis ini. Itu mungkin sebagai bentuk penolakannya sebagai pribadi krisitiani yang taat. Ahok menetapkan aturan pengawasan terhadap tempat hiburan itu dengan menempatkan CCTV di tempat tersebut, dan cashier online ke database pendapatan daerah untuk memastikan tidak ada penyelewengan pajak. Kemudian menetapkan pajak hiburan setinggi tingginya.Jadi sama dengan kebijakan penjualan rokok di luar negeri .Silahkan beli tapi pajak 4 kali lipat dari harga. Kalau bandel anda harus bayar ongkos sosialnya, tapi kalau engga mau itu memang lebih baik.
Semua tahu bahwa bisnis hiburan itu berhubungan dengan lingkaran kekuasaan baik kekuatan informal maupun formal. Di Era Soeharto , upeti mengalir kepara peinggi TNI sebagai bentuk biaya perlindungan. Di Era SBY, biaya perlindungan diberikan bukan hanya kepada TNI tapi juga Ormas. Di Era Jokowi, keadaan ini tidak berubah. Hanya saja menjadi lain, ketika group Cocong mulai ngeyel terhadap kebijakan Ahok, dan ini diketahui oleh Ahok dengan adanya banyak tekanan dari kalangan ormas dan Partai oposisi kepada Ahok. Namun bukannya Ahok berdamai malah makin gila dia. Di era Ahok sebagai Gubernur, yang ngeyel dia sikat ,seperti Stadium, Kampus, Rajamas , Milles semua berhasil ditutup oleh Ahok. Itu semua tadinya milik Malio Group, Cocong
Sementara Group Alexis lebih bisa menerima kebijakan Ahok. Dari teman, saya tahu bahwa TW sangat takut melanggar aturan apalagi sampai berani melawan. Engga mungkin TW berani. Pernah teman saya cerita TW ancam anak buahnya kalau ketahuan bisnis narkoba dia sendiri yang akan habisi mereka setelah itu dia sendiri yang akan seret mereka ke Polisi. Dari dulu dia aman karena loyal kepada penguasa , siapapun itu penguasanya. Ketika Kampanye PILKADA DKI, Anies selalu nyindir Alexis tanpa sekalipun dia nyindir Malio Group. Karena kita tahu bahwa Malio group memang dibacking oleh Baret Merah dan Partai dari koalisi Merah Putih berserta Ormas pendukungnya. Jadi, silahkan nilai sendiri bahwa Issue soal penutupan Alexis tak lain riak dari adanya persaingan bisnis hiburan malam antar dua godfather, TW dan Cocong. Dan TW tenang saja. Engga ngaruh apapun.
Dan ini berhubungan dengan uang beredar sedikitnya Rp. 60 trilun setahun. Apakah dengan uang sebanyak itu akan mudah membuat TW kalah begitu saja.? Akses politik TW lebih hebat. Contoh dia memegang kendali dan izin peredaran miras di Inddonesia dan ini tanpa dukungan luas engga mungkin bisa. Nah Mau coba?
* Babo EJB
Diubah oleh aghilfath 30-10-2017 17:16
0
28.3K
Kutip
358
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan