- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Mata dari Semir Sepatu


TS
yavidrahmat
Mata dari Semir Sepatu
Mata dari Semir Sepatu

Quote:
"Wan, sudah berapa sepatu kau semir hari ini?" seorang anak berpakaian lusuh bertanya padaku sambil mengusap-usap semir di tangannya
"belum dapat apa-apa bang" jawabku sambil menggeleng pasrah
Kami berdua adalah tukang semir sepatu, buruh-buruh lepas yang untuk makan saja harus berdiri memelas berharap beberapa tentara-tentara Belanda itu menyodorkan kakinya kepada kami. Apa yang selalu kami harapkan dari mereka bukanlah kepingan sen dari saku-saku mereka. Melainkan secuil roti dan makanan yang sekiranya bisa menyambung nyawa ini hingga esok pagi. Satu-satunya ilmu yang bisa ku jual adalah sikat kusut dan kain perca kumal. Ya, kami selalu meremehkan ilmu yang diajarkan di sekolah yang membuat kami mencari makan di jalanan seperti ini.
"....... alsjeblieft ......!" seorang tentara Belanda akhirnya menyodorkan kakinya di hadapanku. Hanya sebuah kata di dalam ucapannya yang aku mengerti artinya. Tolong. Di tambah dengan kaki, cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa dia ingin aku menyemir sepatu perangnya yang terlihat berat itu.
"ah, banyak nih yang kamu dapat pagi ini" bisik Yos padaku pelan.
Apa maksudnya? Aku tak mengerti apa yang dia maksudkan. Sambil bergidik kebingungan dan tetap melanjutkan pekerjaan ini.
"al, Master" ucapkan mengatakan bahwa sepatu yang penuh debu tadi kini sudah coklat mengkilat. Barulah ku tau apa yang dimaksud Yos tadi setelah melihat badge-badge dan bintang di setelan tentara Belanda itu. Dia bukan tentara biasa. Mungkin, semacam pejabat tinggi.
Tanpa menjawab sedikitpun, dilemparkannya kepingan sen kearahku dengan jumlah yang lebih daripada tentara lain biasanya.
"Aah, uang lagi. Untuk apa kepingan ini" aku menggerutu kesal, yang aku tau dengan uang ini adalah aku bisa menukarkannya dengan makanan. Tapi dengan beberapa keping ini, berapa lembar roti yang bisa ku dapatkan? Karena tiap kali ku mencoba membeli sesuatu di warung, selalu saja ku lihat senyum kecut dari penjualnya. Aku tau, aku telah di bodohi dan ditipu olehnya.
Sambil menggerutu, ku lihat sebuah jaket hitam ini tergantung diantara kaitan topi kami berdua.
"Yos, apa mungkin ini jaket milik tentara tadi?"
"mungkin saja, siapa lagi yang punya barang mewah selain satu pelanggan kita yang datang pagi ini" jawah Yos.
Kami sepakat, untuk menggeledah dan merampas apa saja yang ada dalam jaket tersebut.
"Yah, cuma segulung kertas saja" kami hanya menemukan segulung kertas terikat pita biru. Namun, apa yang aku rasakan adalah ini kertas berharga. Lebih berharga daripada selembar roti atau potongan ubi untuk sarapan pagi. Ku harap intuisiku benar.
Aku berlari ke sudut selatan desa, dimana ada hutan yang menurut rumor adalah markas persembunyian Pejuang Kemerdekaan. dengan membawa gulungan yang menurutku sangat berharga ini, berharap.sesuatu dapat mengubah nasib hidup kami.
"Aku harus cepat!" aku memacu diriku berlari ke tempat persembunyian para Pejuang.
Ku lihat, ada berkas api dan kayu kayu untuk berteduh dari kejauhan. Tepat, ini adalah markas mereka.
Tanpa ku sadari, aku telah di kepung oleh mereka para Pejuang Kemerdekaan.
"Mau apa kau? utusan siapa lagi datang kemari?" tanya salah satu dari mereka dengan intonasi yang membentak.
Akupun menjelaskan semua yang terjadi, sambil menunjukan gulungan berpita biru ini.
Tak mudah, tak mudah bagi mereka untuk mempercayai perkataanku. Perkataan dari seseorang yang tak dikenal di tengah tersudutnya keadaan mereka akan tentara-tentara Belanda.
Bukk! Salah satu dari mereka memukul pipiku kananku hingga membiru.
"Kumohon, percayalah padaku. Aku tak ingin menjebak atau melakukan hal buruk pada saudara setanah airku" ringkikku sambil menyodorkan gulungan tersebut.
Setelah sekian waktu meyakinkan. Salah seorang dari mereka menghampiriku yang tertunduk menahan sakit ini.
"Nak, darimana kau dapat kertas ini?" tanya salah seorang yang mungkin adalah pemimpin dari mereka dengan bijak
Aku pun menjelaskan kembali semua yang terjadi dengan menahan betapa menyiksa lidahku yang tergigit juga ketika hantaman sebelumnya.
Pemimpin mereka membaca gulungan tersebut, dengan dahi mengernyit. Dia memahami tulisan-tulisan dengan bahasa asing tersebut.
"Gawat! ini adalah rencana mereka untuk bulan ini. Apa yang harus kita lakukan setelah membaca ini?" ucap pemimpin mereka dengan raut muka khawatir.
Karena waktu yang sedikit. Aku tak ingin Yos yang menungguku disana menjadi korban atas tindakanku ini. Aku menyarankan pada mereka untuk menulis ulang rencana tersebut dengan cepat. Sehingga aku bisa mengembalikan gulungan tersebut ke dalam Jaket seolah tak terjadi apa-apa.
"Ide yang bagus nak!" puji salah satu dari mereka seakan mereka lupa dengan apa yang telah mereka perbuat padaku.
Setelah salinan mulai dibuat, aku langsung kembali dan sangat bersyukur melihat jaket tersebut belum dijemput kembali oleh pemiliknya.
Beberapa bulan kemudian.
Kota ini telah direbut dan dikuasai para Pejuang Kemerdekaan, aku merasa senang. Karena orang-orang angkuh tersebut meninggalkan kota ini, melepaskan diri dari segala bentuk penindasan pada kami semua.
Diantara riuh kebahagiaan ini. Seorang pejuang menghampiriku dan mengatakan "Ini semua berkat kau! Jika kau tak datang pada kami, tentu kami akan mati semua tanpa bisa kabur dari rencana mereka yang ingin membakar tempat persembunyian kami" terangnya
"Kalian, kemarilah" pemimpin para Pejuang itu memintaku datang.
"Kau, jadilah mata-mata kami. Kami akan memberikanmu upah. Kau hanya cukup menjadi penyemir sepatu" kata pemimpin tersebut kepadaku
Pada akhirnya, setelah bertemu pemimpin tersebut. Aku dan Yos tetap menjadi Penyemir Sepatu. Namun kami mengelilingi semua kota di seluruh pulau Jawa. Dengan berbekal bahasa Belanda yang telah diajarkan kami berdua sebelum ini, Aku dan Yos mulai menjadi mata-mata dengan mendengarkan informasi yang dirasa cukup penting untuk bisa disampaikan. Karena mereka tak mungkin menaruh curiga pada bocah Tukang semir sepatu lusuh yang terlihat pura-pura terlihat bodoh ini.
Satu hal yang masih kami ingat sampai saat ini adalah, betapa pentingnya Ilmu yang bisa di terapkan. bukan sekedar dibaca dan di hafal saja. Setidaknya inilah yang membuat kami bisa menyelamatkan ratusan hingga ribu manusia lainnya.
___________________________________________________________________________________________________




Spoiler for ditulis oleh:
oleh saya sendiri dengan beberapa bentuk pembaruan setelah kritik saran oleh suhu di grup facebook



anasabila memberi reputasi
1
1.5K
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan