- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Pangeran Mohammed Ingin Jadikan Arab Saudi Negara Islam Moderat


TS
aghilfath
Pangeran Mohammed Ingin Jadikan Arab Saudi Negara Islam Moderat
Spoiler for Pangeran Mohammed Ingin Jadikan Arab Saudi Negara Islam Moderat:

Quote:
tirto.id - Putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, telah berjanji untuk mengembalikan negara tersebut ke "Islam moderat". Ia pun meminta dukungan global untuk mengubah kerajaan garis keras itu menjadi masyarakat terbuka yang memberdayakan warga negara dan menarik investor.
"Kami adalah negara G20. Salah satu ekonomi dunia terbesar. Kami berada di tengah tiga benua. Mengubah Arab Saudi menjadi sarana yang lebih baik berarti pula membantu kawasan ini dan mengubah dunia,” kata Mohammed, saat ditanyai soal ambisi peluncuran zona ekonomi independen senilai 500 miliar dolar AS yang diumumkannya dalam sebuah konferensi investasi.
Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian tersebut, pewaris tahta Saudi itu mengatakan bahwa negara ultrakonservatif "tidak normal" selama 30 tahun terakhir. Mohammed juga menyalahkan doktrin kaku yang telah mengatur masyarakat sebagai reaksi atas revolusi Iran, yang mana menurutnya para pemimpin terdahulu "tidak tahu cara menangani itu."
"Apa yang terjadi dalam 30 tahun terakhir ini bukan Arab Saudi. Apa yang terjadi di wilayah ini dalam 30 tahun terakhir bukanlah Timur Tengah. Setelah revolusi Iran pada tahun 1979, orang ingin menyalin model [negara ultrakonservatif] ini ke berbagai negara, salah satunya adalah Arab Saudi. Kami tidak tahu bagaimana mengatasinya. Dan masalahnya tersebar di seluruh dunia. Sekarang saatnya untuk menyingkirkannya,” katanya menambahkan.
Sebelumnya Pangeran Mohammed telah mengatakan, "Kami hanya kembali pada apa yang kami ikuti: Islam moderat yang terbuka terhadap dunia dan semua agama. Sebanyak 70% orang Saudi lebih muda dari usia 30 tahun. Sejujurnya kita tidak akan menyia-nyiakan 30 tahun kehidupan kita untuk melawan pemikiran ekstremis, kita akan menghancurkan mereka sekarang dan segera."
Pernyataan putra mahkota Arab Saudi ini merupakan paling tegas yang dia buat selama program reformasi enam bulan. Reformasi Arab Saudi ini berupa reformasi budaya dan dorongan ekonomi untuk mengubah wajah kerajaan itu yang selama beberapa dekade dituding mempromosikan Islam ekstremisme.
Komentar ini dibuat Mohammed untuk mengkonsolidasikan wewenangnya sebagai pewaris tahta. Sebab, langkah itu otomatis membuat para ulama yang dia percaya batal mendukungnya sehingga menuntut kesetiaan dari pejabat senior untuk mendorong program reformasi 15 tahun yang bertujuan merombak sebagian besar aspek kehidupan di Arab Saudi.
Gagasan soal reformasi ini telah memecah persekutuan antara ulama garis keras yang telah lama mendefinisikan karakter nasional dan House of Saud yang telah menjalankan urusan negara.
Perubahan di Arab Saudi telah mengatasi masalah tabu sosial seperti larangan mengemudi wanita yang baru-baru ini dibatalkan, mempertimbangkan lagi undang-undang perwalian yang membatasi peran perempuan.
Sementara itu, di bidang ekonomi, zona baru akan didirikan di 470 km pantai Laut Merah, di daerah wisata yang telah diperuntukkan sebagai pusat liberal yang mirip dengan Dubai sehingga pria dan wanita dapat bercampur jadi satu.
"Transformasi ekonomi itu penting tapi sama pentingnya adalah transformasi sosial," kata salah satu pengusaha terkemuka di negara itu, seperti dikutip The Guardian. "Anda tidak bisa mencapainya tanpa yang lain. Kecepatan transformasi sosial adalah kunci. Itu harus bisa diatur. "
Alkohol, bioskop dan bioskop masih dilarang di kerajaan dan berbaur antara pria dan wanita yang tidak berhubungan tetap tidak disukai. Namun Arab Saudi - sebuah monarki absolut - telah memotong sayap polisi religius yang dulu ditakuti.
Pangeran Mohammed berulang kali menegaskan bahwa tanpa membuat kontrak sosial baru antara warga negara dan negara, rehabilitasi ekonomi akan gagal.
"Ini tentang memberi anak-anak kehidupan sosial," kata seorang tokoh kerajaan senior Saudi. "Hiburan perlu menjadi pilihan bagi mereka. Mereka bosan dan marah. Seorang wanita harus bisa mendorong dirinya untuk bekerja. Tanpa itu kita semua binasa. Semua orang tahu itu - kecuali orang-orang di kota-kota kecil. Tapi mereka akan belajar."
"Kami adalah negara G20. Salah satu ekonomi dunia terbesar. Kami berada di tengah tiga benua. Mengubah Arab Saudi menjadi sarana yang lebih baik berarti pula membantu kawasan ini dan mengubah dunia,” kata Mohammed, saat ditanyai soal ambisi peluncuran zona ekonomi independen senilai 500 miliar dolar AS yang diumumkannya dalam sebuah konferensi investasi.
Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian tersebut, pewaris tahta Saudi itu mengatakan bahwa negara ultrakonservatif "tidak normal" selama 30 tahun terakhir. Mohammed juga menyalahkan doktrin kaku yang telah mengatur masyarakat sebagai reaksi atas revolusi Iran, yang mana menurutnya para pemimpin terdahulu "tidak tahu cara menangani itu."
"Apa yang terjadi dalam 30 tahun terakhir ini bukan Arab Saudi. Apa yang terjadi di wilayah ini dalam 30 tahun terakhir bukanlah Timur Tengah. Setelah revolusi Iran pada tahun 1979, orang ingin menyalin model [negara ultrakonservatif] ini ke berbagai negara, salah satunya adalah Arab Saudi. Kami tidak tahu bagaimana mengatasinya. Dan masalahnya tersebar di seluruh dunia. Sekarang saatnya untuk menyingkirkannya,” katanya menambahkan.
Sebelumnya Pangeran Mohammed telah mengatakan, "Kami hanya kembali pada apa yang kami ikuti: Islam moderat yang terbuka terhadap dunia dan semua agama. Sebanyak 70% orang Saudi lebih muda dari usia 30 tahun. Sejujurnya kita tidak akan menyia-nyiakan 30 tahun kehidupan kita untuk melawan pemikiran ekstremis, kita akan menghancurkan mereka sekarang dan segera."
Pernyataan putra mahkota Arab Saudi ini merupakan paling tegas yang dia buat selama program reformasi enam bulan. Reformasi Arab Saudi ini berupa reformasi budaya dan dorongan ekonomi untuk mengubah wajah kerajaan itu yang selama beberapa dekade dituding mempromosikan Islam ekstremisme.
Komentar ini dibuat Mohammed untuk mengkonsolidasikan wewenangnya sebagai pewaris tahta. Sebab, langkah itu otomatis membuat para ulama yang dia percaya batal mendukungnya sehingga menuntut kesetiaan dari pejabat senior untuk mendorong program reformasi 15 tahun yang bertujuan merombak sebagian besar aspek kehidupan di Arab Saudi.
Gagasan soal reformasi ini telah memecah persekutuan antara ulama garis keras yang telah lama mendefinisikan karakter nasional dan House of Saud yang telah menjalankan urusan negara.
Perubahan di Arab Saudi telah mengatasi masalah tabu sosial seperti larangan mengemudi wanita yang baru-baru ini dibatalkan, mempertimbangkan lagi undang-undang perwalian yang membatasi peran perempuan.
Sementara itu, di bidang ekonomi, zona baru akan didirikan di 470 km pantai Laut Merah, di daerah wisata yang telah diperuntukkan sebagai pusat liberal yang mirip dengan Dubai sehingga pria dan wanita dapat bercampur jadi satu.
"Transformasi ekonomi itu penting tapi sama pentingnya adalah transformasi sosial," kata salah satu pengusaha terkemuka di negara itu, seperti dikutip The Guardian. "Anda tidak bisa mencapainya tanpa yang lain. Kecepatan transformasi sosial adalah kunci. Itu harus bisa diatur. "
Alkohol, bioskop dan bioskop masih dilarang di kerajaan dan berbaur antara pria dan wanita yang tidak berhubungan tetap tidak disukai. Namun Arab Saudi - sebuah monarki absolut - telah memotong sayap polisi religius yang dulu ditakuti.
Pangeran Mohammed berulang kali menegaskan bahwa tanpa membuat kontrak sosial baru antara warga negara dan negara, rehabilitasi ekonomi akan gagal.
"Ini tentang memberi anak-anak kehidupan sosial," kata seorang tokoh kerajaan senior Saudi. "Hiburan perlu menjadi pilihan bagi mereka. Mereka bosan dan marah. Seorang wanita harus bisa mendorong dirinya untuk bekerja. Tanpa itu kita semua binasa. Semua orang tahu itu - kecuali orang-orang di kota-kota kecil. Tapi mereka akan belajar."
Quote:
Arab Saudi diam-diam bekerja sama dengan Israel
Merdeka.com - Seorang pejabat Israel Jumat lalu mengatakan kepada kantor berita AFP, Pangeran Arab Saudi Muhammad bin Salman yang merupakan putra dari Raja Salman bin Abdulaziz al Saud diam-diam mengunjungi Tel Aviv bulan lalu.
Pejabat yang tidak ingin identitasnya diketahui itu menolak menjelaskan maksud kunjungan sang pangeran. Muhammad bin Salman juga dikatakan bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, seperti dilansir laman Middle East Monitor, akhir pekan lalu.
Pernyataan pejabat Israel itu memperkuat laporan radio berbahasa Ibrani yang sebelumnya mengabarkan, 'ada seorang emir dari kerajaan Saudi mengunjungi Israel diam-diam pada 7 September dan berdiskusi dengan pejabat senior Israel untuk mendorong perdamaian di kawasan'.
Wartawan mingguan nasionalis kiri Ariel Kahana ketika itu sempat bercuit di Twitter: "Bin Salman melawat ke Israel dengan seorang perwakilan dan bertemu dengan sejumlah pejabat."
Beberapa hari kemudian, narablog kondang Saudi "Mujtahid" menulis: "Jurnalis Noga Tarnopolsky, seorang spesialis isu Israel yang diakui internasional reputasinya, membenarkan Muhammad bin Salman mengunjungi Israel."
Tak lama setelah kabar itu menyebar tagar #Bin_Salman_kunjungi_Israel menjadi topik paling banyak diperbincangkan di Twitter di sejumlah negara, termasuk Arab Saudi dan Qatar.
Sejumlah pengamat dan pejabat Negeri Zionis membenarkan hubungan kerja sama antara Israel dan beberapa negara Arab, terutama Saudi. Para pengamat juga mengharapkan kedua negara akan mengumumkan kerja sama itu di masa mendatang karena Saudi dan Israel punya pandangan sama terhadap Iran.
Pada 6 September lalu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan ada kerja sama dalam berbagai tingkatan dengan negara Arab meski Israel tidak punya kesepakatan damai dengan negara itu. Netanyahu menuturkan pertemuan dengan pejabat Arab itu dilakukan secara rahasia dan menjadi tatap mata paling lama dalam sejarah Israel.
Belum lama ini Saudi dan Israel menyambut baik keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menolak mengakui komitmen kesepakatan nuklir Iran dan menerapkan sanksi baru terhadap Teheran.
Menanggapi isu ini, Netanyahu berkomentar, "Ketika Israel dan negara Arab paling penting punya visi yang sama, orang harus hati-hati. Ini artinya sedang terjadi sesuatu yang penting."
"Ada banyak negara Arab yang punya kerja sama dengan Israel dalam bentuk lain, mulai dari Mesir, Yordania (keduanya punya kesepakatan damai dengan Israel) hingga Arab Saudi, negara Teluk, Afrika Utara, dan sebuah bagian dari Irak (kawasan Kurdi). Negara-negara ini, bersama Israel, khawatir terhadap Iran," kata Menteri Komunikasi Israel Ayub Kara.
Menurut dia, "mayoritas negara Teluk sudah siap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel karena mereka merasa terancam oleh Iran, bukan Israel."
Pertemuan Muhammad bin Salman dengan pejabat Israel kemudian dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Saudi.
"Sumber dari Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan laporan soal seorang pejabat Saudi mengunjungi Israel itu tidak benar dan tidak ada dasarnya," kata pernyataan kementerian, seperti dilansir laman Al Arabiya, Ahad (22/10).
"Sumber itu juga menyatakan Kerajaan Arab Saudi selalu terbuka dalam hal komunikasi dan tindakannya serta tidak ada hal disembunyikan terkait hal ini."
"Sumber itu juga mengundang pihak media untuk memeriksa kebenaran informasi yang sudah beredar. Di masa mendatang pihak kementerian tidak akan lagi berkomentar terkait berita bohong dan menyudutkan Kerajaan Saudi."
Merdeka.com - Seorang pejabat Israel Jumat lalu mengatakan kepada kantor berita AFP, Pangeran Arab Saudi Muhammad bin Salman yang merupakan putra dari Raja Salman bin Abdulaziz al Saud diam-diam mengunjungi Tel Aviv bulan lalu.
Pejabat yang tidak ingin identitasnya diketahui itu menolak menjelaskan maksud kunjungan sang pangeran. Muhammad bin Salman juga dikatakan bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, seperti dilansir laman Middle East Monitor, akhir pekan lalu.
Pernyataan pejabat Israel itu memperkuat laporan radio berbahasa Ibrani yang sebelumnya mengabarkan, 'ada seorang emir dari kerajaan Saudi mengunjungi Israel diam-diam pada 7 September dan berdiskusi dengan pejabat senior Israel untuk mendorong perdamaian di kawasan'.
Wartawan mingguan nasionalis kiri Ariel Kahana ketika itu sempat bercuit di Twitter: "Bin Salman melawat ke Israel dengan seorang perwakilan dan bertemu dengan sejumlah pejabat."
Beberapa hari kemudian, narablog kondang Saudi "Mujtahid" menulis: "Jurnalis Noga Tarnopolsky, seorang spesialis isu Israel yang diakui internasional reputasinya, membenarkan Muhammad bin Salman mengunjungi Israel."
Tak lama setelah kabar itu menyebar tagar #Bin_Salman_kunjungi_Israel menjadi topik paling banyak diperbincangkan di Twitter di sejumlah negara, termasuk Arab Saudi dan Qatar.
Sejumlah pengamat dan pejabat Negeri Zionis membenarkan hubungan kerja sama antara Israel dan beberapa negara Arab, terutama Saudi. Para pengamat juga mengharapkan kedua negara akan mengumumkan kerja sama itu di masa mendatang karena Saudi dan Israel punya pandangan sama terhadap Iran.
Pada 6 September lalu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan ada kerja sama dalam berbagai tingkatan dengan negara Arab meski Israel tidak punya kesepakatan damai dengan negara itu. Netanyahu menuturkan pertemuan dengan pejabat Arab itu dilakukan secara rahasia dan menjadi tatap mata paling lama dalam sejarah Israel.
Belum lama ini Saudi dan Israel menyambut baik keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menolak mengakui komitmen kesepakatan nuklir Iran dan menerapkan sanksi baru terhadap Teheran.
Menanggapi isu ini, Netanyahu berkomentar, "Ketika Israel dan negara Arab paling penting punya visi yang sama, orang harus hati-hati. Ini artinya sedang terjadi sesuatu yang penting."
"Ada banyak negara Arab yang punya kerja sama dengan Israel dalam bentuk lain, mulai dari Mesir, Yordania (keduanya punya kesepakatan damai dengan Israel) hingga Arab Saudi, negara Teluk, Afrika Utara, dan sebuah bagian dari Irak (kawasan Kurdi). Negara-negara ini, bersama Israel, khawatir terhadap Iran," kata Menteri Komunikasi Israel Ayub Kara.
Menurut dia, "mayoritas negara Teluk sudah siap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel karena mereka merasa terancam oleh Iran, bukan Israel."
Pertemuan Muhammad bin Salman dengan pejabat Israel kemudian dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Saudi.
"Sumber dari Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan laporan soal seorang pejabat Saudi mengunjungi Israel itu tidak benar dan tidak ada dasarnya," kata pernyataan kementerian, seperti dilansir laman Al Arabiya, Ahad (22/10).
"Sumber itu juga menyatakan Kerajaan Arab Saudi selalu terbuka dalam hal komunikasi dan tindakannya serta tidak ada hal disembunyikan terkait hal ini."
"Sumber itu juga mengundang pihak media untuk memeriksa kebenaran informasi yang sudah beredar. Di masa mendatang pihak kementerian tidak akan lagi berkomentar terkait berita bohong dan menyudutkan Kerajaan Saudi."
source
Klo benar, kaum garis keras makin kehilangan pegangan

Diubah oleh aghilfath 25-10-2017 10:38




anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
2.7K
Kutip
21
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan