- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Peraturan Djarot "Sandung" Anies-Sandi Tunaikan Janji Kontra Reklamasi


TS
p0congkaskus
Peraturan Djarot "Sandung" Anies-Sandi Tunaikan Janji Kontra Reklamasi
Peraturan Djarot "Sandung" Anies-Sandi Tunaikan Janji Kontra Reklamasi

RILIS.ID, Jakarta– Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
PRK atau urban design guidlines merupakan panduan perencanaan kawasan yang memuat beragam kriteria guna pembangunan, baik fisik sarana prasarana (sapras) dan fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas, maupun lingkungan.
Pendukung Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menilai, Pergub tertanggal 2 Oktober 2017 tersebut sangat dipaksakan untuk diberlakukan. Soalnya, regulasi tersebut dikeluarkan 12 hari sebelum purnabakti, bahkan pra-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menerbitkan surat pencabutan moratorium reklamasi. Eks aktivis '98, Iwan Sumule, pun menduga Pergub itu menjadi strategi Djarot untuk membenturkan Anies-Sandiaga Uno dengan rakyat.
"Sehingga, ketika Anies-Sandi tidak mampu menghentikan reklamasi Jakarta, maka Anies-Sandi dianggap berbohong terhadap janji-janjinya," ujarnya kepada rilis.id via sambungan telepon di Jakarta, Selasa (17/10/2017). Salah satu janji kampanye Anies-Sandi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI lalu ialah menghentikan reklamasi.
Cabut Peraturan
Karenanya, Ketua DPP Gerindra ini mendorong Anies-Sandi merealisasikan janjinya ihwal kontra reklamasi. Satu diantaranya, dengan mencabut peraturan-peraturan yang dikeluarkan gubernur pendahulunya. "Enggak waktu lama sebenarnya untuk membatalkan, kan kewenangan gubernur itu," tegasnya.
Pernyataan senada dilontarkan pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis, kala dihubungi rilis.id, terpisah. Dia menilai, Pergub 137 Tahun 2017 tentang PRK Pluit City, nama yang disematkan pengembang PT Muara Wisesa Samudra (MWS) untuk Pulau G, harus dicabut lantaran tidak memiliki dasar yang cukup. "Harus dicabut, bukan perlu," katanya.
Peraih Doktor Hukum Universitas Indonesia (UI) itu menerangkan, sebuah peraturan yang dasar hukumnya lemah, tidak bisa dieksekusi karena bertentangan dengan berbagai regulasi di atasnya. "Ini kan semuanya tidak ada. Jadi, apa dasarnya dikeluarkan peraturan tersebut?" tanya dia.
Padahal, lanjut Margarito, banyak regulasi terkait reklamasi yang sampai sekarang belum disahkan. Misalnya, Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Strategis Kawasan Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta dan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Kedua perda tersebut belum tuntas dibahas DPRD bersama Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD) DKI.
Dalam bagian dasar hukum Pergub 137 Tahun 2017 itu, poin mengingat cuma Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kemudian, Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perda, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030, serta Peraturan Gubernur 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Lemahnya dasar hukum Pergub 137 Tahun 2017 tercermin dari bunyi Pasal 9 huruf a dan Pasal 11. Kedua pasal tersebut menyatakan, bila Pergub bakal dicabut bila terjadi perbedaan pemanfaatan ruang PRK Pulau G dengan Perda RTRKSP. Lalu, Pergub nantinya harus selaras dengan Perda RTRKSP.
Terlebih, sesuai Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan, "Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan." Adapun penjelasan "berdasarkan kewenangan" adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

sumber: http://rilis.id/peraturan-djarot-san...reklamasi.html

RILIS.ID, Jakarta– Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
PRK atau urban design guidlines merupakan panduan perencanaan kawasan yang memuat beragam kriteria guna pembangunan, baik fisik sarana prasarana (sapras) dan fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas, maupun lingkungan.
Pendukung Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menilai, Pergub tertanggal 2 Oktober 2017 tersebut sangat dipaksakan untuk diberlakukan. Soalnya, regulasi tersebut dikeluarkan 12 hari sebelum purnabakti, bahkan pra-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menerbitkan surat pencabutan moratorium reklamasi. Eks aktivis '98, Iwan Sumule, pun menduga Pergub itu menjadi strategi Djarot untuk membenturkan Anies-Sandiaga Uno dengan rakyat.
"Sehingga, ketika Anies-Sandi tidak mampu menghentikan reklamasi Jakarta, maka Anies-Sandi dianggap berbohong terhadap janji-janjinya," ujarnya kepada rilis.id via sambungan telepon di Jakarta, Selasa (17/10/2017). Salah satu janji kampanye Anies-Sandi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI lalu ialah menghentikan reklamasi.
Cabut Peraturan
Karenanya, Ketua DPP Gerindra ini mendorong Anies-Sandi merealisasikan janjinya ihwal kontra reklamasi. Satu diantaranya, dengan mencabut peraturan-peraturan yang dikeluarkan gubernur pendahulunya. "Enggak waktu lama sebenarnya untuk membatalkan, kan kewenangan gubernur itu," tegasnya.
Pernyataan senada dilontarkan pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis, kala dihubungi rilis.id, terpisah. Dia menilai, Pergub 137 Tahun 2017 tentang PRK Pluit City, nama yang disematkan pengembang PT Muara Wisesa Samudra (MWS) untuk Pulau G, harus dicabut lantaran tidak memiliki dasar yang cukup. "Harus dicabut, bukan perlu," katanya.
Peraih Doktor Hukum Universitas Indonesia (UI) itu menerangkan, sebuah peraturan yang dasar hukumnya lemah, tidak bisa dieksekusi karena bertentangan dengan berbagai regulasi di atasnya. "Ini kan semuanya tidak ada. Jadi, apa dasarnya dikeluarkan peraturan tersebut?" tanya dia.
Padahal, lanjut Margarito, banyak regulasi terkait reklamasi yang sampai sekarang belum disahkan. Misalnya, Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Strategis Kawasan Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta dan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Kedua perda tersebut belum tuntas dibahas DPRD bersama Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD) DKI.
Dalam bagian dasar hukum Pergub 137 Tahun 2017 itu, poin mengingat cuma Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kemudian, Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perda, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030, serta Peraturan Gubernur 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Lemahnya dasar hukum Pergub 137 Tahun 2017 tercermin dari bunyi Pasal 9 huruf a dan Pasal 11. Kedua pasal tersebut menyatakan, bila Pergub bakal dicabut bila terjadi perbedaan pemanfaatan ruang PRK Pulau G dengan Perda RTRKSP. Lalu, Pergub nantinya harus selaras dengan Perda RTRKSP.
Terlebih, sesuai Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menegaskan, "Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan." Adapun penjelasan "berdasarkan kewenangan" adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

sumber: http://rilis.id/peraturan-djarot-san...reklamasi.html
0
2.2K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan