Warga sipil membawa jenazah pria tak dikenal dari lokasi ledakan di jalan KM4 di distrik Hodan, Mogadishu, Somalia, Minggu (15/10/2017).
Presiden Somalia, Mohamed Abdullahi Mohamed Farmaajo, mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari menyusul serangan bom yang terjadi di ibu kota Mogadishu, Sabtu (14/10/2017) malam.

Serangan bom yang diletakkan pada sebuah truk itu, menurut laporan Kementerian Informasi Somalia yang dikutip Al-Jazeera (Senin, 16/10/2017), setidaknya telah merenggut 276 nyawa dan lebih dari 300 orang mengalami luka-luka serius.

Rumah sakit sekitar Mogadishu membeludak oleh korban dan ribuan orang yang mengantre untuk mendonorkan darah mereka.

Selain korban jiwa, bom truk yang diletakkan di persimpangan jalan yang padat dekat Hotel Safari dan Kementerian Luar Negeri Somalia itu turut meluluhlantakan rumah-rumah serta gedung perkantoran di sekitarnya.

Tim penyelamat gabungan meyakini jumlah korban dan luka akan bertambah, mengingat hingga kini masih banyak bangunan runtuh yang belum dievakuasi.

Suara ambulans terdengar di seluruh penjuru kota. Ribuan orang berlari mendekati lokasi kejadian, berusaha mencari keluarga dan kerabat mereka yang menghilang.

"Aku tak bisa berkata-kata lagi. Kita telah kehilangan segalanya," ucap Zainab Sharif, ibu dari empat anak yang kehilangan sang suami dalam serangan itu.

The Guardian menyebut aksi ini sebagai serangan terorisme paling mematikan yang pernah terjadi sepanjang sejarah kemanusiaan. Michael Keating, utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Somalia, menyebut aksi terorisme ini sebagai serangan yang "memuakkan".

"Serangan pengecut ini akan membangkitkan kembali komitmen Amerika Serikat untuk membantu Somalia dan Uni-Afrika untuk memerangi terorisme," sebut Keating.

Serangan diduga kuat dilakukan oleh kelompok militan al-Shabaab, yang memang sejak awal tahun bersumpah hendak melakukan serangan brutal menyusul rencana pemerintah Amerika Serikat dan Somalia untuk membentuk kekuatan militer baru melawan kelompok ini.

Sejak dilantik pada Februari 2017, Presiden Mohamed memang begitu keras mengutarakan niatannya untuk memberangus habis kelompok militan al-Shabaab.

Meski begitu, al-Shabaab, kelompok militan yang sejak 2011 terafiliasi dengan Al-Qaeda, belum mengeluarkan pernyataan yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan ini.

Berbeda dengan kelompok militan ISIS, al-Shabaab memang nyaris tak pernah mengeluarkan pernyataan yang mengklaim serangan-serangan yang pernah dilakukannya. Alih-alih, pemerintah setempat selalu menemukan bukti keterlibatan mereka.

Perdana Menteri Somalia, Hassan Ali Khaire, menyebut kelompok militan al-Shabaab tidak pernah peduali dengan nyawa manusia di Somalia. "Mereka dengan sengaja menyerang wilayah paling padat penduduk, membunuh mereka yang tak berdosa."

Mayor Mogadishu, Thabit Abdi, meminta semua warganya untuk bersatu melawan kejahatan terorisme ini.

"Oh warga Mogadishu..Mogadishu tidak selayaknya menjadi kuburan massal. Mogadishu adalah tempat yang terhormat. Kita harus bersatu, maju bersama. Insya Allah, kita bisa melawan musuh-musuh kita," sebutnya dalam lansiran BBC.

Serangan brutal ini juga mengundang reaksi banyak komunitas internasional. Pemerintah Turki berjanji akan mengirimkan pesawat berisi bantuan seperti obat-obatan dan makanan. Bahkan, Turki juga menawarkan akan menerbangkan korban luka-luka untuk dirawat di rumah sakit Turki.

Presiden Konsorsium Uni-Afrika, Moussa Faki Mahamat, mengatakan organisasinya akan terus mendukung upaya Somalia untuk menciptakan perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan.

"Mereka yang bertanggung jawab terhadap serangan telah menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap nyawa manusia dan juga kesusahan yang dialami warga Somalia," sebut Menteri Luar Negeri Inggris Raya, Boris Johnson.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...m-truk-somalia

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Partai politik di ujung masa pendaftaran

- Virtual Reality dan instruksi nobar bagi PNS DKI Jakarta

- Agus Martowardojo, gubernur bank sentral terbaik se-Asia Pasifik