- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pastor Letkol Yos Bintoro Pr Inspektur Upacara HUT Ke-72 TNI, Prajurit: Selamat Pagi,


TS
georgebush.jr
Pastor Letkol Yos Bintoro Pr Inspektur Upacara HUT Ke-72 TNI, Prajurit: Selamat Pagi,
Judul Asli: Pastor Letkol Yos Bintoro Pr Inspektur Upacara HUT Ke-72 TNI, Prajurit: Selamat Pagi, Romo!
Judul terpotong karena terlalu panjang gan
----------------------------------------------------

Peringatan HUT ke 72 bagi seluruh prajurit TNI AU di wilayah Yogyakarta digelar di Lapangan Dirgantara Kampus Akademi Angkatan Udara, Bumi Maguwo,Yogyakarta, Jawa Tengah, Kamis (5/10/2017) kemarin.
Upacara peringatan HUT ke-72 TNI tersebut diikuti oleh seluruh prajurit dan Aparatur Sipil Negara di jajaran TNI AU di Yogyakarta diantaranya Akademi Angkatan Udara, Lanud Adisutjipto, RSPAU Hardjolukito, Denhanud 474 Paskhas dan Museum Pusat Dirgantara Mandala.
Namun tahukah Anda, jika Inspektur Upacarnya adalah seorang Pastor (Romo) yang berpangkat Letnan Kolonel (Letkol).
Ia adalah Romo Letkol (Sus) Yos Bintoro Pr.
Ia aktif sebagai dosen di Akademi Angkatan Udara (AAU) Bumi Maguwo, Magelang, Yogyakarta.
Meski mengenakan pakaian dinas militer, Romo Letkol (Sus) Yos Bintoro Pr disapa para karbol (calon perwira AU) dengan ucapan, ”Selamat pagi, Romo”.
Bukan layaknya militer, ” Selamat pagi, Komandan”. Selamat pagi, Letkol"
Hal itu dialami Romo Yos, sapaan akrabnya, setiap kali ia memasuki Kesatrian Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta untuk mengajar.
Mendapat sapaan demikian, Romo Yos bersyukur kepada Tuhan.
Ternyata, para karbol melihat dirinya bukan lantaran pangkatnya.
Namun, mereka melihat dirinya sebagai Gereja melalui karya pendidikan yang dijalankannya di lingkungan Akademi Angkatan Udara (AAU).
”Hal-hal indah seperti itulah yang meneguhkan saya dalam pelayanan rohani di lingkungan AAU,” ucap pembina calon perwira karier AAU Yogyakarta ini di Paroki St Mikael TNI AU Yogyakarta, sebagaimana dikutip dari Hidupkatolik.com, Selasa (10/10/2017).
Romo Yos tidak saja dikenal akrab oleh mereka yang Katolik. ”Saya juga dipercaya oleh mereka sebagai prajurit TNI," ujarnya.
Sejak 1997, ia bertugas sebagai pastor militer di AAU Yogyakarta.
Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ menugaskannya pertama kali sebagai pastor militer.
Saat itu, teman-teman dekatnya mengingatkannya agar bersiap-siap frustrasi menjadi pastor tentara.
Romo Yos mengakui, di masa pencariannya berkarya sebagai pastor militer, ia sempat frustrasi selama empat tahun.
”Saya menjadi tentara kok begini, sia-sia,” pikirnya saat itu.
Seiring waktu, pastor kelahiran Jakarta, 30 November l967 ini sadar bahwa tugas di TNI AU tidak cukup hanya memberikan pembinaan rohani atau sekadar pelayanan pastoral saja.
Namun, saatnya berbuat sesuatu untuk menyiapkan apa yang dibutuhkan TNI AU ke depan.
Di saat putus asa, ia berdoa dengan lelehan air mata.
”Apa benar Engkau mengutus aku di tempat ini? Kalau benar Engkau mengutus aku, aku minta tanda adanya gereja dan pastoran,” ungkapnya dalam doa.
Doa Romo Yos terkabul. Tahun 2001, ia mampu merenovasi gudang di kawasan Pangkalan TNI AU untuk dijadikan bangunan gereja beserta pastoran.
Dua tahun berselang, TNI AU menghibahkan bangunan gereja itu kepada Gereja Katolik.
”Jadi, bangunan Gereja St Mikael ini sekarang milik Gereja Katolik,” ungkanya.
Kebanyakan gereja dibangun dan bertumbuh dengan mengandalkan dana umat.
Tetapi, Gereja St Mikael TNI AU berdiri dengan cara tersendiri.
”Kami harus mencari dana secara kreatif agar dalam waktu yang ditentukan, gereja sudah berdiri,” katanya.
Ia menyadari, selesainya pembangunan Gereja Katolik di lingkungan Pangkalan TNI AU tak lepas dari campur tangan Tuhan.
”Dalam pendanaan, banyak hal di luar akal sehat manusia terjadi. Kalau Tuhan menginginkan, apa pun akan terjadi,” ucapnya.
Arah Gereja di Kompleks Pangkalan TNI AU bukan seperti paroki, namun memiliki kekhasan tersendiri.
Pertama, Gereja sebagai pembangunan karakter. ”Yang kami siapkan adalah Gereja yang memberikan pembentukan karakter bagi calon pemimpin masa depan, khususnya bagi TNI AU. Jadi, pembinaan karakter menjadi fokus Gereja ini,” jelasnya.
Kedua, Romo Yos terilhami hasil Sidang KWI 2004 mengenai Habitus Baru. Ia melihat eko pastoral harus jalan untuk pembinaan karakter anggota TNI AU. Karena itu, Gereja ini dijadikan percontohan dalam kaitan ramah lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan hidup. Gereja ini menerapkan gerakan mengolah sampah dan dekat dengan kehidupan organik.
”Yang kami siapkan adalah Gereja zona hijau. Kami membuat pupuk kompos sendiri dari sisa makanan pastoran. Kami juga punya warung organik,” ujar imam yang gemar berkebun, termasuk mengolah sampah organik ini.
Pastoran Katolik TNI AU di Pangkalan Adisutjipto Yogyakarta juga dilengkapi dengan perpustakaan yang mengoleksi 2.000 buku.
Buku-buku yang dipajang rapi di almari terdiri dari buku ekonomi, sosial, politik, budaya, keamanan, filsafat, sosiologi, dan psikologi. Ada juga buku-buku tentang hubungan antaragama, rohani, Kitab Suci, kepemimpinan, character building, kajian militer, kekuatan udara, biografi, termasuk novel.
”Di lingkungan perwira menengah (pamen) TNI AU, yang punya perpustakaan selengkap ini baru di sini. Kelak, perpustakaan dan seluruh isinya ini akan saya serahkan kepada Uskup untuk kekayaan harta benda keuskupan,” katanya.
Romo Yos mulai menyiapkan hal tersebut, mengingat arah Gereja TNI AU ke depan adalah pembangunan karakter.
”Kami akan menjadikan Gereja ini sebagai pusat studi kebangsaan, keamanan, dan perdamaian,” katanya.
Ia bangga menjadi pembina calon perwira karier di AAU. ”Mereka kan calon marsekal (jenderal). Tidak terbatas yang Katolik. Jadi, saya turut andil memberikan warna pada kehidupan mereka,” ucapnya.
Romo Yos berpendapat, karya Gereja tidak mungkin hanya kategorial saja, namun harus bersama teritorial. Atau paling tidak, berhimpit dan bersinergi dengan teritorial.
”Jadi, saya tidak boleh jual mahal, hanya menempatkan diri sebagai romo tentara saja. Saya juga romo umat, sehingga umat di sekitar pangkalan ini wajib saya layani,” ucapnya.
Yos memang pastor langka. Ia merupakan satu-satunya pastor militer yang dimiliki TNI AU.
Tiga pastor seangkatannya yang dulu sama-sama disiapkan menjadi pastor militer, tidak lolos dalam seleksi masuk.
”Kan romo-romo tidak disiapkan untuk punya kemampuan fisik seperti militer,” kata romo yang pernah ditugaskan dalam Operasi Satuan Tugas Pembina Mental di Timor Timur, selama delapan bulan ini.
Romo Yos heran, dirinya bisa lolos seleksi kemiliteran.
Padahal, di masa kanak-kanak, fisiknya paling rapuh dibanding empat kakaknya.
”Guru SD dan orangtua saya tahu persis, dulu fisik saya lemah. Saya sering epilepsi perut dan sakit kepala,” ucapnya mengenang.
Karena sering sakit, anak kelima dari enam bersaudara pasangan KRT Rafael Ignatius Djoko Sukaryo Martokusumo dan Ray Maria Dolores Mursyanti ini terbilang tidak berprestasi di sekolah.
Namun, berkat doa-doa ibunya yang dilambari laku tirakat, serta tekad Yos untuk sembuh, sejak kelas V SD kondisinya membaik. Sejak itu, Yos percaya diri mengejar ketertinggalannya.
Yos tidak pernah main-main dengan panggilannya sebagai pastor militer. Apalagi, sebagai tentara, ia menghadapi godaan yang luar biasa, mengingat jenjang karier militer cenderung naik.
Sementara sebagai imam, ia melihat kebalikannya: jalannya ke bawah. Jika tidak dihayati secara tepat, panggilan sebagai imam akan kehilangan orientasi.
”Di seminari, kami diajarkan jika ada dua pilihan: yang enak dan tidak enak, kami harus memilih yang tidak enak. Itu menjadi prinsip hidup saya,” ujar imam yang juga mengajar di Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta ini.
Kini, ia merasa takut jika ada yang mengatakan bahwa bertugas sebagai pastor militer itu enak.
Bisa jadi, mereka menganggap demikian karena karya Romo Yos di lingkungan TNI AU mulai tampak dan bisa dirasakan buahnya, baik oleh anggota TNI AU maupun masyarakat di sekitar Pangkalan Adisutjipto.
Pastoral di lingkungan militer dalam sejarahnya muncul di negara lain. Ini pada sekitar Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Waktu itu, tentara diutus ke medan perang. Nah, di situlah fungsi pastor militer, yakni untuk mendampingi tentara-tentara yang hendak diutus perang. Di Indonesia juga demikian.
Berkaitan dengan diakuinya Keuskupan Militer oleh pemerintah seperti apa? Saya kira sulit sekali membayangkan pemerintah Indonesia untuk memahami cara-cara Gereja Katolik Roma untuk melayani umatnya, terutama yang berkaitan dengan militer.
Ambil saja contoh sederhana, mereka tidak pernah tahu apa arti Keuskupan Militer. Apa artinya Uskup, imam, saya sering menerima surat “kepada Bapak/Ibu/Sdr Uskup”. Apalagi menyangkut struktur. Tetapi meski demikian, selalu bisa diusahakan untuk pelayanan khusus bagi prajurit Katolik.
Dulu Keuskupan Militer, pastor militer itu memiliki fungsi untuk mendampingi tentara yang diutus berperang. Sekarang fungsinya berganti menjadi pelayanan, pastoral bagi mereka yang hidup di dunia militer, juga bagi keluarganya.”
Berbicara mengenai imam diosesan seringkali dikaitkan dengan imam keuskupan.
Dioses berarti keuskupan sehingga imam diosesan berarti imam yang memiliki ikatan yuridis atau pun teologis dengan gereja lokal dimana ia diinkardinasikan (dimasukkan).
Hal ini dapat diartikan bahwa hidup dan karya seorang imam diosesan akan selalu berkaitan dengan uskup dan umat keuskupan setempat.
Imam diosesan tidak sama dengan kaum religius.
Kaum religius adalah mereka yang mengucapkan tiga kaul kekal, yaitu selibat, kemiskinan, dan ketaatan.
Sedangkan imam diosesan adalah imam yang mengucapkan tiga janji (tiga nasihat injili) kepada uskup.
Ketiga janji tersebut yakni selibat, kesederhanaan, dan ketaatan.
Khusus dalam perihal ketaatan, jika para imam tarekat harus menaati apa yang diperintahkan oleh provinsial tarekatnya, maka imam diosesan harus memiliki ketaatan kepada uskup yang memimpin keuskupan tempat ia berkarya.
Ketaatannya tidak hanya kepada uskup yang saat itu memimpin tetapi kepada seluruh pengganti-penggantinya.
Imam dioses seringkali disandingkan dengan nama (daerah) keuskupan tempat ia berkarya.
Hal ini berarti imam tersebut merupakan imam di dioses tersebut, contohnya imam diosesan Jakarta berarti imam tersebut berkarya di diosesan Jakarta.
Hal lain yang perlu dicermati yakni imam suatu dioses tidak sama (dalam arti arah hidup) dengan imam diosesan lain. Mengapa? Karena arah hidup dan pelayanan pastoral imam diosesan disejalankan dengan situasi, kondisi, dan arah pastoral keuskupan tempat ia berkarya.
Seorang imam diosesan dapat dikenali dengan melihat singkatan “Pr” (dibaca projo) dibelakang namanya.
Singkatan “Pr” ini berasal dari kata bahasa latin “Presbyter” yang berarti imam.
Sedangkan penyebutan “projo” menunjuk pada kenyataan dunia dengan segala dinamikanya.
Hal ini menjadi indikasi bahwa imam diosesan memang tidak lepas dari dinamika kehidupan konkret di dunia.
Hal inilah yang memperlihatkan pula bahwa kehidupan imam diosesan berbeda dengan kehidupan imam tarekat lain.
http://medan.tribunnews.com/2017/10/...-romo?page=all
Proficiat Romo
GBU
Judul terpotong karena terlalu panjang gan

----------------------------------------------------

Peringatan HUT ke 72 bagi seluruh prajurit TNI AU di wilayah Yogyakarta digelar di Lapangan Dirgantara Kampus Akademi Angkatan Udara, Bumi Maguwo,Yogyakarta, Jawa Tengah, Kamis (5/10/2017) kemarin.
Upacara peringatan HUT ke-72 TNI tersebut diikuti oleh seluruh prajurit dan Aparatur Sipil Negara di jajaran TNI AU di Yogyakarta diantaranya Akademi Angkatan Udara, Lanud Adisutjipto, RSPAU Hardjolukito, Denhanud 474 Paskhas dan Museum Pusat Dirgantara Mandala.
Namun tahukah Anda, jika Inspektur Upacarnya adalah seorang Pastor (Romo) yang berpangkat Letnan Kolonel (Letkol).
Ia adalah Romo Letkol (Sus) Yos Bintoro Pr.
Ia aktif sebagai dosen di Akademi Angkatan Udara (AAU) Bumi Maguwo, Magelang, Yogyakarta.
Meski mengenakan pakaian dinas militer, Romo Letkol (Sus) Yos Bintoro Pr disapa para karbol (calon perwira AU) dengan ucapan, ”Selamat pagi, Romo”.
Bukan layaknya militer, ” Selamat pagi, Komandan”. Selamat pagi, Letkol"
Hal itu dialami Romo Yos, sapaan akrabnya, setiap kali ia memasuki Kesatrian Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta untuk mengajar.
Mendapat sapaan demikian, Romo Yos bersyukur kepada Tuhan.
Ternyata, para karbol melihat dirinya bukan lantaran pangkatnya.
Namun, mereka melihat dirinya sebagai Gereja melalui karya pendidikan yang dijalankannya di lingkungan Akademi Angkatan Udara (AAU).
”Hal-hal indah seperti itulah yang meneguhkan saya dalam pelayanan rohani di lingkungan AAU,” ucap pembina calon perwira karier AAU Yogyakarta ini di Paroki St Mikael TNI AU Yogyakarta, sebagaimana dikutip dari Hidupkatolik.com, Selasa (10/10/2017).
Romo Yos tidak saja dikenal akrab oleh mereka yang Katolik. ”Saya juga dipercaya oleh mereka sebagai prajurit TNI," ujarnya.
Sejak 1997, ia bertugas sebagai pastor militer di AAU Yogyakarta.
Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ menugaskannya pertama kali sebagai pastor militer.
Saat itu, teman-teman dekatnya mengingatkannya agar bersiap-siap frustrasi menjadi pastor tentara.
Romo Yos mengakui, di masa pencariannya berkarya sebagai pastor militer, ia sempat frustrasi selama empat tahun.
”Saya menjadi tentara kok begini, sia-sia,” pikirnya saat itu.
Seiring waktu, pastor kelahiran Jakarta, 30 November l967 ini sadar bahwa tugas di TNI AU tidak cukup hanya memberikan pembinaan rohani atau sekadar pelayanan pastoral saja.
Namun, saatnya berbuat sesuatu untuk menyiapkan apa yang dibutuhkan TNI AU ke depan.
Di saat putus asa, ia berdoa dengan lelehan air mata.
”Apa benar Engkau mengutus aku di tempat ini? Kalau benar Engkau mengutus aku, aku minta tanda adanya gereja dan pastoran,” ungkapnya dalam doa.
Doa Romo Yos terkabul. Tahun 2001, ia mampu merenovasi gudang di kawasan Pangkalan TNI AU untuk dijadikan bangunan gereja beserta pastoran.
Dua tahun berselang, TNI AU menghibahkan bangunan gereja itu kepada Gereja Katolik.
”Jadi, bangunan Gereja St Mikael ini sekarang milik Gereja Katolik,” ungkanya.
Kebanyakan gereja dibangun dan bertumbuh dengan mengandalkan dana umat.
Tetapi, Gereja St Mikael TNI AU berdiri dengan cara tersendiri.
”Kami harus mencari dana secara kreatif agar dalam waktu yang ditentukan, gereja sudah berdiri,” katanya.
Ia menyadari, selesainya pembangunan Gereja Katolik di lingkungan Pangkalan TNI AU tak lepas dari campur tangan Tuhan.
”Dalam pendanaan, banyak hal di luar akal sehat manusia terjadi. Kalau Tuhan menginginkan, apa pun akan terjadi,” ucapnya.
Arah Gereja di Kompleks Pangkalan TNI AU bukan seperti paroki, namun memiliki kekhasan tersendiri.
Pertama, Gereja sebagai pembangunan karakter. ”Yang kami siapkan adalah Gereja yang memberikan pembentukan karakter bagi calon pemimpin masa depan, khususnya bagi TNI AU. Jadi, pembinaan karakter menjadi fokus Gereja ini,” jelasnya.
Kedua, Romo Yos terilhami hasil Sidang KWI 2004 mengenai Habitus Baru. Ia melihat eko pastoral harus jalan untuk pembinaan karakter anggota TNI AU. Karena itu, Gereja ini dijadikan percontohan dalam kaitan ramah lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan hidup. Gereja ini menerapkan gerakan mengolah sampah dan dekat dengan kehidupan organik.
”Yang kami siapkan adalah Gereja zona hijau. Kami membuat pupuk kompos sendiri dari sisa makanan pastoran. Kami juga punya warung organik,” ujar imam yang gemar berkebun, termasuk mengolah sampah organik ini.
Pastoran Katolik TNI AU di Pangkalan Adisutjipto Yogyakarta juga dilengkapi dengan perpustakaan yang mengoleksi 2.000 buku.
Buku-buku yang dipajang rapi di almari terdiri dari buku ekonomi, sosial, politik, budaya, keamanan, filsafat, sosiologi, dan psikologi. Ada juga buku-buku tentang hubungan antaragama, rohani, Kitab Suci, kepemimpinan, character building, kajian militer, kekuatan udara, biografi, termasuk novel.
”Di lingkungan perwira menengah (pamen) TNI AU, yang punya perpustakaan selengkap ini baru di sini. Kelak, perpustakaan dan seluruh isinya ini akan saya serahkan kepada Uskup untuk kekayaan harta benda keuskupan,” katanya.
Romo Yos mulai menyiapkan hal tersebut, mengingat arah Gereja TNI AU ke depan adalah pembangunan karakter.
”Kami akan menjadikan Gereja ini sebagai pusat studi kebangsaan, keamanan, dan perdamaian,” katanya.
Ia bangga menjadi pembina calon perwira karier di AAU. ”Mereka kan calon marsekal (jenderal). Tidak terbatas yang Katolik. Jadi, saya turut andil memberikan warna pada kehidupan mereka,” ucapnya.
Romo Yos berpendapat, karya Gereja tidak mungkin hanya kategorial saja, namun harus bersama teritorial. Atau paling tidak, berhimpit dan bersinergi dengan teritorial.
”Jadi, saya tidak boleh jual mahal, hanya menempatkan diri sebagai romo tentara saja. Saya juga romo umat, sehingga umat di sekitar pangkalan ini wajib saya layani,” ucapnya.
Yos memang pastor langka. Ia merupakan satu-satunya pastor militer yang dimiliki TNI AU.
Tiga pastor seangkatannya yang dulu sama-sama disiapkan menjadi pastor militer, tidak lolos dalam seleksi masuk.
”Kan romo-romo tidak disiapkan untuk punya kemampuan fisik seperti militer,” kata romo yang pernah ditugaskan dalam Operasi Satuan Tugas Pembina Mental di Timor Timur, selama delapan bulan ini.
Romo Yos heran, dirinya bisa lolos seleksi kemiliteran.
Padahal, di masa kanak-kanak, fisiknya paling rapuh dibanding empat kakaknya.
”Guru SD dan orangtua saya tahu persis, dulu fisik saya lemah. Saya sering epilepsi perut dan sakit kepala,” ucapnya mengenang.
Karena sering sakit, anak kelima dari enam bersaudara pasangan KRT Rafael Ignatius Djoko Sukaryo Martokusumo dan Ray Maria Dolores Mursyanti ini terbilang tidak berprestasi di sekolah.
Namun, berkat doa-doa ibunya yang dilambari laku tirakat, serta tekad Yos untuk sembuh, sejak kelas V SD kondisinya membaik. Sejak itu, Yos percaya diri mengejar ketertinggalannya.
Yos tidak pernah main-main dengan panggilannya sebagai pastor militer. Apalagi, sebagai tentara, ia menghadapi godaan yang luar biasa, mengingat jenjang karier militer cenderung naik.
Sementara sebagai imam, ia melihat kebalikannya: jalannya ke bawah. Jika tidak dihayati secara tepat, panggilan sebagai imam akan kehilangan orientasi.
”Di seminari, kami diajarkan jika ada dua pilihan: yang enak dan tidak enak, kami harus memilih yang tidak enak. Itu menjadi prinsip hidup saya,” ujar imam yang juga mengajar di Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta ini.
Kini, ia merasa takut jika ada yang mengatakan bahwa bertugas sebagai pastor militer itu enak.
Bisa jadi, mereka menganggap demikian karena karya Romo Yos di lingkungan TNI AU mulai tampak dan bisa dirasakan buahnya, baik oleh anggota TNI AU maupun masyarakat di sekitar Pangkalan Adisutjipto.
Pastoral di lingkungan militer dalam sejarahnya muncul di negara lain. Ini pada sekitar Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Waktu itu, tentara diutus ke medan perang. Nah, di situlah fungsi pastor militer, yakni untuk mendampingi tentara-tentara yang hendak diutus perang. Di Indonesia juga demikian.
Berkaitan dengan diakuinya Keuskupan Militer oleh pemerintah seperti apa? Saya kira sulit sekali membayangkan pemerintah Indonesia untuk memahami cara-cara Gereja Katolik Roma untuk melayani umatnya, terutama yang berkaitan dengan militer.
Ambil saja contoh sederhana, mereka tidak pernah tahu apa arti Keuskupan Militer. Apa artinya Uskup, imam, saya sering menerima surat “kepada Bapak/Ibu/Sdr Uskup”. Apalagi menyangkut struktur. Tetapi meski demikian, selalu bisa diusahakan untuk pelayanan khusus bagi prajurit Katolik.
Dulu Keuskupan Militer, pastor militer itu memiliki fungsi untuk mendampingi tentara yang diutus berperang. Sekarang fungsinya berganti menjadi pelayanan, pastoral bagi mereka yang hidup di dunia militer, juga bagi keluarganya.”
Berbicara mengenai imam diosesan seringkali dikaitkan dengan imam keuskupan.
Dioses berarti keuskupan sehingga imam diosesan berarti imam yang memiliki ikatan yuridis atau pun teologis dengan gereja lokal dimana ia diinkardinasikan (dimasukkan).
Hal ini dapat diartikan bahwa hidup dan karya seorang imam diosesan akan selalu berkaitan dengan uskup dan umat keuskupan setempat.
Imam diosesan tidak sama dengan kaum religius.
Kaum religius adalah mereka yang mengucapkan tiga kaul kekal, yaitu selibat, kemiskinan, dan ketaatan.
Sedangkan imam diosesan adalah imam yang mengucapkan tiga janji (tiga nasihat injili) kepada uskup.
Ketiga janji tersebut yakni selibat, kesederhanaan, dan ketaatan.
Khusus dalam perihal ketaatan, jika para imam tarekat harus menaati apa yang diperintahkan oleh provinsial tarekatnya, maka imam diosesan harus memiliki ketaatan kepada uskup yang memimpin keuskupan tempat ia berkarya.
Ketaatannya tidak hanya kepada uskup yang saat itu memimpin tetapi kepada seluruh pengganti-penggantinya.
Imam dioses seringkali disandingkan dengan nama (daerah) keuskupan tempat ia berkarya.
Hal ini berarti imam tersebut merupakan imam di dioses tersebut, contohnya imam diosesan Jakarta berarti imam tersebut berkarya di diosesan Jakarta.
Hal lain yang perlu dicermati yakni imam suatu dioses tidak sama (dalam arti arah hidup) dengan imam diosesan lain. Mengapa? Karena arah hidup dan pelayanan pastoral imam diosesan disejalankan dengan situasi, kondisi, dan arah pastoral keuskupan tempat ia berkarya.
Seorang imam diosesan dapat dikenali dengan melihat singkatan “Pr” (dibaca projo) dibelakang namanya.
Singkatan “Pr” ini berasal dari kata bahasa latin “Presbyter” yang berarti imam.
Sedangkan penyebutan “projo” menunjuk pada kenyataan dunia dengan segala dinamikanya.
Hal ini menjadi indikasi bahwa imam diosesan memang tidak lepas dari dinamika kehidupan konkret di dunia.
Hal inilah yang memperlihatkan pula bahwa kehidupan imam diosesan berbeda dengan kehidupan imam tarekat lain.
http://medan.tribunnews.com/2017/10/...-romo?page=all
Proficiat Romo

GBU
Diubah oleh georgebush.jr 10-10-2017 17:19
0
7.8K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan