- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Aksi Mendag Baca Puisi Karangannya 'Kursi Berduri Menteri'


TS
arbib
Aksi Mendag Baca Puisi Karangannya 'Kursi Berduri Menteri'
Duduk di kursi berduri, bagaimana rasanya? π€. Bila kursi berduri memang betul ada tentulah semua akan menghindarinya. Karena tentulah sakit rasanya bila betul betul itu ada dalam konotasi yang seadanya. Namun kursi berduri di sini yang dimaksud adalah kursi kiasan yang di hadirkan seorang menteri ketika memangku atau menyanggupi sebuah amanat dari negara.


Judul berita
Aksi Mendag Baca Puisi Karangannya 'Kursi Berduri Menteri'
https://m.detik.com/news/berita/3670...erduri-menteri
IMG Di kopi dari twitter dan pixabay

Quote:
Dalam keseharian kita memandang, memiliki sebuah jabatan dan posisi penting di struktur organisasi pemerintahan tentulah nyaman rasanya. Padahal di sana terdapat ribuan tuntutan tanggung jawab yang harus di laksanakan.
Di sana terdapat jutaan tuntutan rakyat sebagai amanat yang harus di kerjakan dengan hikmat.
Di sana ada bertumpuk tugas yang menunggu pengerjaan dengan lugas.
Disana ada arus yang harus di arahkan dengan bagus.
Di sana juga ada malam yang bisa menjeratnya dalam kelam.
Di sana terdapat banyak catatan yang harus segera terselesaikan
Sebagai salah satu pemangku jabatan menjalankan amanat Negeri tentulah posisi menteri tak salah bila di gambarkan sebagai kursi berduri. Karena memang sejatinya jabatan terkadang seperti makan buah simalakama begitulah sebagian orang memandangnya, dan memberikan makna kiasan terhadap apa yang di tugaskan.
Saat duduk berdiam diri maka duri menusuk diri. Tak mungkin akan ada kenyamanan bila benar tanggung jawab di kerjakan. Mungkin kira kira begitulah secara singkat makna puisi " kursi berduri menteri " yang di gambarkan oleh pak menteri ini. Penggambaran yang tertuang dalam puisinya tentu karena berbagai alasan yang ada dan telah menghiasi sepanjang perjalanan hidupnya.
Cara memandang jabatan sebagai beban dan tanggung jawab yang harus di penuhi bila telah bersedia dan bersumpah untuk di sanggupi, perlu di tularkan ke banyak pribadi. Dari jajaran petinggi penting negeri ini hingga ke kita kita sebagai penonton atau sekedar pembaca. Cara lawas yang memandang sebuah jabatan sebagai posisi roti renyah dan singgah sana empuk tak perlu lagi kita pupuk. Sebagai contoh nasihat para ortu kita dulu seringkali mengatakan belajar yang rajin, sekolah yang bener nanti bisa jadi Mentri seperti bapak anu, ibu ana, si ane dll. Kalo sudah jadi pejabat seperti mereka itu enak, hidup terjamin, duit banyak dll. Emang sih ga ada masalahnya dengan nasihat ortu kita dulu. Namun bila posisi kita saat ini sudah seperti ortu kita dulu, tentu kita harus modifikasi nasihat seperti itu untuk kita sampaikan kepada anak anak kita. Mesti kita sampaikan juga tanggung jawab dunia akhirat yang menanti bila kita mendapat amanat dan kita sanggupi. Karena setiap jaman terdapat perubahan maka bekal mental kepada generasi penerus kita mesti kita siapkan.
Cara pandang diri kita pun bila saat ini masih menggunakan anggap sebuah amanat sebagai kemegahan yang harus di perebutkan juga mesti kita sedikit miringkan dengan melihatnya sebagai sebuah kursi berduri yang siap menancapkan serta menusuk siapapun yang hendak duduk. walau kursi berduri dalam berita ini hanyalah isi dalam sebuah puisi namun ada beberapa pelajaran yang bisa kita resapi.
Di sana terdapat jutaan tuntutan rakyat sebagai amanat yang harus di kerjakan dengan hikmat.
Di sana ada bertumpuk tugas yang menunggu pengerjaan dengan lugas.
Disana ada arus yang harus di arahkan dengan bagus.
Di sana juga ada malam yang bisa menjeratnya dalam kelam.
Di sana terdapat banyak catatan yang harus segera terselesaikan
Sebagai salah satu pemangku jabatan menjalankan amanat Negeri tentulah posisi menteri tak salah bila di gambarkan sebagai kursi berduri. Karena memang sejatinya jabatan terkadang seperti makan buah simalakama begitulah sebagian orang memandangnya, dan memberikan makna kiasan terhadap apa yang di tugaskan.
Saat duduk berdiam diri maka duri menusuk diri. Tak mungkin akan ada kenyamanan bila benar tanggung jawab di kerjakan. Mungkin kira kira begitulah secara singkat makna puisi " kursi berduri menteri " yang di gambarkan oleh pak menteri ini. Penggambaran yang tertuang dalam puisinya tentu karena berbagai alasan yang ada dan telah menghiasi sepanjang perjalanan hidupnya.
Cara memandang jabatan sebagai beban dan tanggung jawab yang harus di penuhi bila telah bersedia dan bersumpah untuk di sanggupi, perlu di tularkan ke banyak pribadi. Dari jajaran petinggi penting negeri ini hingga ke kita kita sebagai penonton atau sekedar pembaca. Cara lawas yang memandang sebuah jabatan sebagai posisi roti renyah dan singgah sana empuk tak perlu lagi kita pupuk. Sebagai contoh nasihat para ortu kita dulu seringkali mengatakan belajar yang rajin, sekolah yang bener nanti bisa jadi Mentri seperti bapak anu, ibu ana, si ane dll. Kalo sudah jadi pejabat seperti mereka itu enak, hidup terjamin, duit banyak dll. Emang sih ga ada masalahnya dengan nasihat ortu kita dulu. Namun bila posisi kita saat ini sudah seperti ortu kita dulu, tentu kita harus modifikasi nasihat seperti itu untuk kita sampaikan kepada anak anak kita. Mesti kita sampaikan juga tanggung jawab dunia akhirat yang menanti bila kita mendapat amanat dan kita sanggupi. Karena setiap jaman terdapat perubahan maka bekal mental kepada generasi penerus kita mesti kita siapkan.
Cara pandang diri kita pun bila saat ini masih menggunakan anggap sebuah amanat sebagai kemegahan yang harus di perebutkan juga mesti kita sedikit miringkan dengan melihatnya sebagai sebuah kursi berduri yang siap menancapkan serta menusuk siapapun yang hendak duduk. walau kursi berduri dalam berita ini hanyalah isi dalam sebuah puisi namun ada beberapa pelajaran yang bisa kita resapi.
πΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊ

Quote:
Rangkaian info berita dari puisi kursi berduri menteri sudah termuat dalam beberapa berita online yang salah satu nya bisa kita baca sebagai berikut ini:
Acara puncak perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) 2017 dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh sejumlah pejabat di Tanah Air. Salah satunya puisi berjudul 'Kursi Berduri Menteri' yang dibacakan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita.
"Kursi berduri menteri. Apa gunanya harga pangan naik tetapi petani tercekik. Apa gunanya stok melimpah tetapi pembeli gelisah," begitu petikan puisi Mendag yang dibacakan di Gedung Graha Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2017).
Riuh penonton pun terdengar saat Mendag membacakan tiga bait pertama puisi yang ia karang sendiri. Politikus Partai NasDem itu pun merespons dengan senyuman sambil melihat ke arah penonton.
"Kursiku masih bersandarkan duri. Aku akan tetap berdiri dan bahkan berlari untuk mewujudkan harapan. Dan cita-cita anak negeri adalah kerja, kerja, kerja, kerja terus tanpa henti," tutup Enggartiasto.
Berikut sajak puisi karya Mendag dalam HPI 2017:
Kursi Berduri Menteri

Apa gunanya harga pangan naik tetapi petani tercekik
Apa gunanya stok melimpah tetapi pembeli gelisah
Lalu aku bertanya pada diri sendiri, apa gunanya aku jadi menteri jika tak mampu membantu presiden mensejahterakan anak negeri
Kursi empuk jadi sandaran Berduri tak kuasa ku duduki
Ini adalah tugas Mulia memastikan petani riang gembira bercocok tanam, berdagang, tersenyum ramah tanpa mengelabui, dan pembeli ceria tanpa curiga
Ini adalah keadilan sosial memastikan berkah melimpah dari pelosok Desa hingga kota
Tikus-tikus akan selalu ada di sawah, di ladang, di pasar hingga sudut-sudut sempit rumah kita
Dia tidak mungkin dihilangkan tetapi bukan tidak bisa dikendalikan
Aku berbicara atas nama Pancasila
Aku berseru demi keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia
Bagi mereka yang tak juga mau bertobat, tersimpan khianat untuk amanat penderitaan rakyat
Aku pembantu presiden, aku katakan jika kalian ingin bermain api, aku siapkan air seluas samudera
Kalau kalian ingin untung sendiri, aku pastikan kalian buntung pada waktunya
Jika kalian masih jadikan pangan untuk alat spekulasi, maka operasi-operasi kami akan jadikan hidup kalian tidak pasti
Kalau kalian tak sudi mendengar suaraku, maka pasar akan mengusir kalian dengan caranya sendiri
Ini adalah tugas mulia walau tak mudah melaksanakannya
Kursiku masih bersandarkan duri
Aku akan tetap berdiri dan bahkan berlari untuk mewujudkan harapan, dan cita-cita anak negeri adalah kerja, kerja, kerja, kerja terus tanpa henti.
Acara puncak perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) 2017 dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh sejumlah pejabat di Tanah Air. Salah satunya puisi berjudul 'Kursi Berduri Menteri' yang dibacakan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita.
"Kursi berduri menteri. Apa gunanya harga pangan naik tetapi petani tercekik. Apa gunanya stok melimpah tetapi pembeli gelisah," begitu petikan puisi Mendag yang dibacakan di Gedung Graha Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2017).
Riuh penonton pun terdengar saat Mendag membacakan tiga bait pertama puisi yang ia karang sendiri. Politikus Partai NasDem itu pun merespons dengan senyuman sambil melihat ke arah penonton.
"Kursiku masih bersandarkan duri. Aku akan tetap berdiri dan bahkan berlari untuk mewujudkan harapan. Dan cita-cita anak negeri adalah kerja, kerja, kerja, kerja terus tanpa henti," tutup Enggartiasto.
Berikut sajak puisi karya Mendag dalam HPI 2017:
Kursi Berduri Menteri

Apa gunanya harga pangan naik tetapi petani tercekik
Apa gunanya stok melimpah tetapi pembeli gelisah
Lalu aku bertanya pada diri sendiri, apa gunanya aku jadi menteri jika tak mampu membantu presiden mensejahterakan anak negeri
Kursi empuk jadi sandaran Berduri tak kuasa ku duduki
Ini adalah tugas Mulia memastikan petani riang gembira bercocok tanam, berdagang, tersenyum ramah tanpa mengelabui, dan pembeli ceria tanpa curiga
Ini adalah keadilan sosial memastikan berkah melimpah dari pelosok Desa hingga kota
Tikus-tikus akan selalu ada di sawah, di ladang, di pasar hingga sudut-sudut sempit rumah kita
Dia tidak mungkin dihilangkan tetapi bukan tidak bisa dikendalikan
Aku berbicara atas nama Pancasila
Aku berseru demi keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia
Bagi mereka yang tak juga mau bertobat, tersimpan khianat untuk amanat penderitaan rakyat
Aku pembantu presiden, aku katakan jika kalian ingin bermain api, aku siapkan air seluas samudera
Kalau kalian ingin untung sendiri, aku pastikan kalian buntung pada waktunya
Jika kalian masih jadikan pangan untuk alat spekulasi, maka operasi-operasi kami akan jadikan hidup kalian tidak pasti
Kalau kalian tak sudi mendengar suaraku, maka pasar akan mengusir kalian dengan caranya sendiri
Ini adalah tugas mulia walau tak mudah melaksanakannya
Kursiku masih bersandarkan duri
Aku akan tetap berdiri dan bahkan berlari untuk mewujudkan harapan, dan cita-cita anak negeri adalah kerja, kerja, kerja, kerja terus tanpa henti.

Aksi Mendag Baca Puisi Karangannya 'Kursi Berduri Menteri'
https://m.detik.com/news/berita/3670...erduri-menteri
IMG Di kopi dari twitter dan pixabay
Diubah oleh arbib 10-10-2017 04:49


tien212700 memberi reputasi
1
16.6K
Kutip
25
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan