- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
33 Tahun lalu Pamflet Berujung Tragedi di Tanjung Priok


TS
gaereksi
33 Tahun lalu Pamflet Berujung Tragedi di Tanjung Priok
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demonstran yang jumlahnya sekitar tiga ribu orang, yang datang dari arah Pelabuhan Tanjung Pirok, Jakarta Utara, diberondong tembakan oleh puluhan anggota TNI yang bersiaga di depan Mapolres Jakarta Utara . Alhasil 14 - 23 orang tewas diterjang timah panas.
Insiden yang kemudian dikenal dengan 'Peristiwa Tanjung Priok ' itu, terjadi 33 tahun lalu, 12 September 1984.
Dikutip dari putusan bebas Mayjen TNI (Purn) Pranowo, No.02/PID.HAM/AD/HOC/2003/PN.JKT.PST, mantan Kapomdam V Jaya yang saat kejadian masih berpangkat Kolonel, dijabarkan bahwa tragedi tersebut bermula saat Sertu Hermanu, Babinsa di kelurahan Koja Selatan, Tanjung Priok , Jakarta Utara, berpatroli di wilayahnya pada 7 September 1984, dan menemukan pamflet anti pemerintah di musala As Saadah. Ia kemudian menyambangi sang pengurus, dan meminta agar pamflet -pamflet tersebut disingkirkan.
Tidak dijelaskan di putusan itu, apakah pamflet -pamflet anti pemerintah tersebut langsung disingkirkan. Namun keesokan harinya, sekitar pukul 13.00 WIB, saat memeriksa musala yang sama, ia mendapati pamflet -pamflet tersebut masih ada. Sertu Hemanu lalu berinisiatif mencopot sendiri
pamflet -pamflet itu.
Diputusan tersebut dituliskan "timbul isu di daerah tersebut bahwa Sertu Hermanu masuk ke Musala As Saadah tanpa membuka sepatu dan melepas pamflet dengan air got, yang berakibat memanasnya situasi di daerah tersebut dan membentuk opini yang membenci aparat pemerintah khususnya Babinsa."
Atas peristiwa yang oleh putusan tersebut dianggap sebagai isu, sejumlah remaja masjid, yang antara lain bernama Ali Yusar, Suparlan, Abdul Gofur, Rasipin Saleh dan Jojon, memintah pengurus musala bernama Ahmad Sahi, agar pihak musala menuntut permohonan maaf dari sang Babinsa. Sang pengurus musala kemudian melaporkan hal itu ke ketua RW setempat.
Sekembalinya dari kediaman ketua RW yang tidak disebutkan namanya itu, di musala As Saadah ia masih mendapati sejumlah orang yang bersikeras agar tuntutan permohonan maaf dilayangkan. Ketegangan pun terjadi antara Ahmad Sahi dengan massa, yang berujung pada kebuntuan. Massa kemudian meninggalkan sang pengurus masjid, untuk melaporkan hal itu ke tokoh masyarakat bernama Amir Biki.
Atas situasi yang memanas, Sertu Hermanu tidak melarikan diri. Pada 10 September, ia menyambangi kantor RW 05 Kelurahan Koja Selatan, dengan menumpangi sepeda motor dinas. Di tempat tersebut ia sempat berdiskusi dengan warga, namun tak lama kemudian massa yang marah datang ke kantor itu, menuntut permohonan maaf dan membakar motor sang Babinsa.
Saksi Sofwan bin Sulaeman, dalam keterangannya, ia mengaku sebagai salah seorang warga yang berdiskusi dengan sang Babinsa di kantor tersebut. Dalam kesempatan itu ia sempat meminta Sertu Hermanu minta maaf, namun tidak dijelaskan bagaimana tanggapan sang Babinsa. Saat perbincangan itu berlangsung, massa yang marah sudah terlanjur datang, dan sebagian diantaranya sempat melempari pos tersebut.
Sertu Hermanu yang emosi sempat hendak mencabut pistol dari pinggangnya untuk membela diri, namun hal itu tidak terjadi, karena ditahan oleh Syarifudin Rambe yang juga ikut berdialog di tempat itu.
http://m.tribunnews.com/nasional/201...-tanjung-priok
gue kira abis pki dibantai orba, udah gak ada yg bantai ulama dan muslim lagi.
ternyataa.....jingaan bener
bilangnya yg mati 23 orang. tapi kuburnya dimana gak dikasi tau ?!
bau2nya lagi bokis yg mati ratusan atau ribuan biar gak diamuk massa kayak nasib pki
harto sekarang pasti lagi ngemper di pinggiran neraka nunggu di sidang di depan usztad amir biki
:
vv
malah suharto ini lebih parah gan, lebih PKI daripada pki
- ustad2 di data, di tandain
- khotbah jumat di mata2in sampe mesjid dijaga (dikepung) koramil
yg lebih ancur -->; aparat masuk mesjid pake sepatu alias GAK LEPAS alas kaki. pas diprotes umat. malah umat muslim tanjung priok di bantai plus ustad2nya ribuan orang dikubur massal kayak kelakuan pol pot

Insiden yang kemudian dikenal dengan 'Peristiwa Tanjung Priok ' itu, terjadi 33 tahun lalu, 12 September 1984.
Dikutip dari putusan bebas Mayjen TNI (Purn) Pranowo, No.02/PID.HAM/AD/HOC/2003/PN.JKT.PST, mantan Kapomdam V Jaya yang saat kejadian masih berpangkat Kolonel, dijabarkan bahwa tragedi tersebut bermula saat Sertu Hermanu, Babinsa di kelurahan Koja Selatan, Tanjung Priok , Jakarta Utara, berpatroli di wilayahnya pada 7 September 1984, dan menemukan pamflet anti pemerintah di musala As Saadah. Ia kemudian menyambangi sang pengurus, dan meminta agar pamflet -pamflet tersebut disingkirkan.
Tidak dijelaskan di putusan itu, apakah pamflet -pamflet anti pemerintah tersebut langsung disingkirkan. Namun keesokan harinya, sekitar pukul 13.00 WIB, saat memeriksa musala yang sama, ia mendapati pamflet -pamflet tersebut masih ada. Sertu Hemanu lalu berinisiatif mencopot sendiri
pamflet -pamflet itu.
Diputusan tersebut dituliskan "timbul isu di daerah tersebut bahwa Sertu Hermanu masuk ke Musala As Saadah tanpa membuka sepatu dan melepas pamflet dengan air got, yang berakibat memanasnya situasi di daerah tersebut dan membentuk opini yang membenci aparat pemerintah khususnya Babinsa."
Atas peristiwa yang oleh putusan tersebut dianggap sebagai isu, sejumlah remaja masjid, yang antara lain bernama Ali Yusar, Suparlan, Abdul Gofur, Rasipin Saleh dan Jojon, memintah pengurus musala bernama Ahmad Sahi, agar pihak musala menuntut permohonan maaf dari sang Babinsa. Sang pengurus musala kemudian melaporkan hal itu ke ketua RW setempat.
Sekembalinya dari kediaman ketua RW yang tidak disebutkan namanya itu, di musala As Saadah ia masih mendapati sejumlah orang yang bersikeras agar tuntutan permohonan maaf dilayangkan. Ketegangan pun terjadi antara Ahmad Sahi dengan massa, yang berujung pada kebuntuan. Massa kemudian meninggalkan sang pengurus masjid, untuk melaporkan hal itu ke tokoh masyarakat bernama Amir Biki.
Atas situasi yang memanas, Sertu Hermanu tidak melarikan diri. Pada 10 September, ia menyambangi kantor RW 05 Kelurahan Koja Selatan, dengan menumpangi sepeda motor dinas. Di tempat tersebut ia sempat berdiskusi dengan warga, namun tak lama kemudian massa yang marah datang ke kantor itu, menuntut permohonan maaf dan membakar motor sang Babinsa.
Saksi Sofwan bin Sulaeman, dalam keterangannya, ia mengaku sebagai salah seorang warga yang berdiskusi dengan sang Babinsa di kantor tersebut. Dalam kesempatan itu ia sempat meminta Sertu Hermanu minta maaf, namun tidak dijelaskan bagaimana tanggapan sang Babinsa. Saat perbincangan itu berlangsung, massa yang marah sudah terlanjur datang, dan sebagian diantaranya sempat melempari pos tersebut.
Sertu Hermanu yang emosi sempat hendak mencabut pistol dari pinggangnya untuk membela diri, namun hal itu tidak terjadi, karena ditahan oleh Syarifudin Rambe yang juga ikut berdialog di tempat itu.
http://m.tribunnews.com/nasional/201...-tanjung-priok
gue kira abis pki dibantai orba, udah gak ada yg bantai ulama dan muslim lagi.
ternyataa.....jingaan bener

bilangnya yg mati 23 orang. tapi kuburnya dimana gak dikasi tau ?!
bau2nya lagi bokis yg mati ratusan atau ribuan biar gak diamuk massa kayak nasib pki
harto sekarang pasti lagi ngemper di pinggiran neraka nunggu di sidang di depan usztad amir biki

vv
malah suharto ini lebih parah gan, lebih PKI daripada pki
- ustad2 di data, di tandain
- khotbah jumat di mata2in sampe mesjid dijaga (dikepung) koramil
yg lebih ancur -->; aparat masuk mesjid pake sepatu alias GAK LEPAS alas kaki. pas diprotes umat. malah umat muslim tanjung priok di bantai plus ustad2nya ribuan orang dikubur massal kayak kelakuan pol pot

-5
3.7K
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan