- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jendral Ke 8 Yang lolos dari aksi Pembunuhan PKI


TS
c4punk1950...
Jendral Ke 8 Yang lolos dari aksi Pembunuhan PKI

Mestinya ada 8 jenderal yang diculik saat G30S/PKI, bukan 7. Inilah Brigjen Ahmad Sukendro yang CIA pun sayang kalau kehilangan dia.
Laporan intelijen CIA bertajuk The President's Daily Brief tahun 1965, sudah bisa diakses publik. Dalam beberapa laporan itu seperti dilihat detikcom dari situs resmi CIA, Kamis (28/9/2017) dalam rangka memberantas PKI, rupanya jenderal-jenderal AD aktif berkomunikasi dengan pihak Amerika Serikat dan masuk dalam laporan CIA.
"Jenderal Sukendro, satu-satunya yang selamat dari Brain Trust AD setelah pembunuhan 30 September, mengatakan kepada pejabat Amerika kemarin bahwa dia pikir situasi cukup baik. Dia mengakui, pertanyaan besar apakah AD bisa memberantas Komunis dengan Sukarno yang merasa keberatan," kata CIA dalam laporan tanggal 15 Oktober 1965.
Apa itu julukan Brain Trust yang disebutkan CIA? John Roosa dalam buku Dalih Pembunuhan Massal mengartikan Brain Trust adalah kelompok jenderal pemikir di AD yaitu Ahmad Yani, Suprapto, MT Haryono, S Parman dan Sukendro. 5 Nama ini ditambah AH Nasution, Sutoyo dan DI Panjaitan dalam buku Sukarno File tulisan Antonie CA Dake, adalah para Dewan Jenderal menurut PKI.
Dake menyebutkan Sukendro lolos dari maut karena sedang tugas dinas ke Beijing di malam pembunuhan para jenderal. Siapa sih dia? Kenapa kita jarang mendengarnya hari ini? Roosa menyebut Sukendro adalah jenderal intelijen yang dekat dengan CIA dan pejabat AS.
Hal itu seperti diamini oleh CIA sendiri dalam laporan kepada Presiden Johnson tanggal 20 Oktober 1965. CIA khawatir betul Sukendro ditendang Sukarno setelah kejadian G30S/PKI sebagai bagian dari pertarungan AD dan PKI.
"Mantan PANGAU Omar Dani yang terlibat urusan 30 September, meninggalkan Indonesia kemarin untuk kunjungan yang diperpanjang di luar nageri karena didesak AD. Untuk kompensasinya, Sukarno meminta Jenderal Sukendro mengasingkan diri. Kalau dia pergi, AD akan kehilangan otak politik terbaiknya," kata CIA menyayangkan.
CIA kembali melaporkan pada 26 Oktober 1965 kalau Sukendro menolak mengasingkan diri. Namun pada akhirnya pada 29 Oktober 1965, Sukarno berhasil memaksa Sukendro hengkang dari Indonesia. Alasan lain kenapa nama Sukendro menghilang adalah, Soeharto menjebloskannya ke penjara di awal Orde Baru.
Berikut ini adalah laporan CIA tanggal 15, 20, 26, dan 29 Oktober 1965 yang menyebutkan Sukendro:
15 OKTOBER 1965
AD terus melawan Komunis Indonesia.
Jenderal Sukendro, satu-satunya yang selamat dari brain trust (kelompok pemikir-red) AD setelah pembunuhan 30 September, mengatakan kepada pejabat Amerika kemarin bahwa dia pikir situasi cukup baik. Dia mengakui, pertanyaan besar apakah AD bisa memberantas Komunis dengan Sukarno yang merasa keberatan.
Sukendro bicara soal situasi di Jawa Tengah dimana unit AD bingung dengan babak awal upaya kudeta dan di sana Komunis tetap kuat.
Pemimpin utama Komunis Aidit telah dilaporkan ditangkap AD. Ada indikasi bahkan elemen pro-Komunis di sekitar Sukarno mencoba menjadikan Aidit sebagai kambing hitam untuk skandal 30 September.
Aksi rusuh terjadi kemarin dan berganti sasaran dengan merusak universitas di Jakarta yang dikelola oleh warga Tionghoa. Meskipun universitas ini pro-Beijing, dari serangan ini bisa dianggap sama kalau kelompok anti-China adalah juga kelompok anti-Komunis. Kedubes Komunis China rumornya jadi target rusuh, lantas dijaga AD. Komandan AD di Jakarta meminta pelaku rusuh berhenti merusak.
20 OKTOBER 1965
AD masih mencincang Komunis.
AD memerintahkan pemimpin Komunis di wilayah Jakarta untuk melaporkan diri ke otoritas polisi atau militer. Penangkapan pemimpin Komunis berlanjut antara 1.300 dan 1.400 orang sudah ditahan.
Koran di Jakarta kemarin begitu jauh menulis kalau Sukarno bertanggung jawab atas kekacauan ini. Kedubes kita mengatakan ini adalah bukti kekuatan Sukarno mengecil.
Sukarno sementara itu melakukan yang terbaik untuk meredam gerakan AD dan memulihkan kehormatan Komunis. Manuvernya cuma sedikit berdampak terhadap semangat anti-Komunis.
Juga ada tanda-tanda AD akan menyejajarkan diri untuk melawan Menlu Subandrio yang masih merupakan penasihat terdekat Sukarno.
Mantan PANGAU Omar Dani yang terlibat urusan 30 September, meninggalkan Indonesia kemarin untuk kunjungan yang diperpanjang di luar nageri karena didesak AD. Untuk kompensasinya, Sukarno meminta Jenderal Sukendro mengasingkan diri. Kalau dia pergi, AD akan kehilangan otak politik terbaiknya.
26 OKTOBER 1965
Para jenderal memimpin jalan untuk melawan Komunis dan yang terlibat urusan 30 September.
Target AD adalah Menlu Subandrio, yang terlibat upaya kudeta oleh 2 orang yang sudah ditangkap sebelumnya. Unjuk rasa hari ini melibatkan 10.000 pemuda meminta dia dicopot
Jenderal Sukendro menolak arahan Sukarno untuk mengasingkan diri. Beberapa koran anti-Komunis tetap terbit meski diminta tutup. Pemimpin buruh Komunis yang diam berbulan-bulan, bersuara lagi.
29 OKTOBER 1965
PETA INDONESIA DENGAN PETA JAWA DIPERBESAR
Kedubes AS di Jakarta yakin situasi keamanan terus memburuk di beberapa area kunci.
Ini khususnya benar di Jawa Tengah dimana Komunis merasa perlu menyerang sebelum terlambat. AD sebaliknya khawatir dengan kesetiaan unit mereka di sana.
Situasi sama juga didapatkan di Jawa Timur. Satu masalah adalah komandan militer di sana ragu-ragu melawan Komunis, dan mereka jadi punya waktu berhimpun. Beberapa laporan terkonfirmasi menyebutkan ketegangan meningkat di ibukota.
Dalam menilai situasi ini, pejabat AS di Jakarta menyimpulkan karena militansi Komunis, periode kekerasan akan terjadi. Mereka merasa, keseimbangan ada di sisi AD dan ada kesempatan nyata untuk bergerak melawan kendali penuh Komunis.
Dari sisi politik, manuver dari kekuatan yang bertikai terus berlanjut. Sukarno akhirnya berhasil memaksa Jenderal Sukendro keluar negeri beberapa minggu. AD menerbitkan pemberitahuan maksud untuk mengendalikan pers.
Achmad Sukendro dilahirkan di Banyumas tahun 1923. Seperti banyak anak muda seusianya, di jaman Jepang, ia memilih mendaftar menjadi anggota PETA. Saat revolusi, Sukendro bergabung dengan Divisi Siliwangi.
Nasution yang ‘menemukannya’ segera tahu dia bukan perwira biasa. Cara berpikir dan kemampuan analisa Sukendro di atas rata-rata perwira lainnya. Karena itu saat Nasution menjadi KSAD, ia menarik Sukendro sebagai Asintel I KSAD.
Dan Sukendro ternyata tak mengecewakan. 1957, saat perwira-perwira daerah resah dengan kebijakan Jakarta dan berniat menuntut opsi otonomi, Sukendro – tentunya atas perintah Nasution – menggelar operasi intelijen. Orang-orangnya masuk ke daerah dan menginfiltrasi pola pikir perwira-perwiranya. Hasilnya, saat suasana memuncak, praktis hanya komandan di Sumatera (PRRI) dan Sulut (Permesta) yang menyatakan diri berpisah dari Indonesia. Lainnya, menarik dukungannya dan tetap dalam kibaran Merah Putih.
Tak cuma sekup nasional. Seiring dengan tugas belajar yang diperolehnya di Amerika Serikat (AS), ia juga sukses menjalin kontak dengan CIA. Beberapa program kerjasama TNI dan CIA, mampir lewat tangannya. Sampai-sampai ada anggapan pada masa itu, sosok Sukendro-lah temali utama yang menghubung Nasution dan juga Achmad Yani dengan CIA. Bahkan dalam salah satu versi skenario Gestok, karena kecerdasan dan lobi baiknya dengan CIA, Sukendro disebut-sebut sebagai salah satu orang yang layak dicurigai sebagai dalang.
Tapi Sukendro toh terantuk juga. Tahun 1959, peran aktifnya dalam praktik penyelundupan di Tanjung Priok berhasil dibongkar Jaksa Agung Gatot Tarunamihardja. Sebetulnya, ini bukan hal yang luar biasa. Toh pada saat itu, mayoritas panglima memang terbelit upaya penyelundupan, termasuk Soeharto di Kodam Diponegoro.
Penyelundupan dilakukan untuk menopang keuangan militer mengingat kondisi ekonomi negara yang carut marut. Namun toh, publikasi kasus tersebut tak urung menampar juga wajah pimpinan TNI AD.
Setelah sempat silap dengan sempat menahan dan menuntut pemecatan Jaksa Agung Gatot Tarunamiharja, Nasution yang saat itu masih berada di posnya, akhirnya memutuskan meminggirkan Sukendro (Sementara Soeharto juga diparkir di Seskoad). Dalam peran barunya, Sukendro menjadi aktor di belakang Liga Demokrasi, sebuah grup antikomunis yang mengklaim pro Soekarno dan menempatkan diri menjadi rival hegemoni politik PKI. Dalam posisi ini, justru Sukendro malah dekat dengan Presiden Soekarno yang membutuhkannya sebagai penyeimbang politik komunis.
Toh gerak PKI yang lebih lihai saat itu berhasil juga merobohkan Liga Demokrasi. 1961, Soekarno terpaksa membubarkan lembaga itu dan dia mengirim Sukendro menjadi atase pertahanan ke luar negeri. Dua tahun
lamanya Sukendro di negeri orang, pada akhir tahun 1963, ia dipanggil pulang. Soekarno langsung memintanya menjadi salah satu menteri negara.
Pemanggilan ini benar-benar mengejutkan Sukendro. Mulanya ia mengira telah masuk kotak, namun ternyata karir belum berakhir. Sukendro sendiri mengartikan pemanggilannya itu adalah bagian dari strategi Soekarno dalam mengelola Manajemen Konflik. Ia dibutuhkan untuk menyeimbangkan kekuatan kabinet yang saat itu memiliki bintang dari kaum komunis, yakni Nyoto.
Cuma saat bertemu dengan Soekarno, ternyata ‘tugas’ yang diminta lebih jauh dari hal itu (lihat David Jenkins, Soeharto and His Generals) Sukendro dipanggil pulang juga untuk mengawasi gerak Pangkostrad Soeharto. Dengan pion intelijennya bernama Ali Moertopo, praktis cuma Sukendro lah yang punya kaliber untuk mengawasi Soeharto. Ibaratnya, untuk menangkap pencuri, haruslah digunakan otak pencuri juga.
(Penjelasan ini bagi saya sekaligus memberikan sedikit jawaban soal arti Soeharto bagi Soekarno di masa sebelum Gestok. Banyak literatur cenderung meremehkan posisi Soeharto di tahun 1965, karenanya ia lalu tak masuk hitungan menjadi target penculikan Gestok. Padahal, posisinya sebagai pangkostrad mestinya tak bisa diremehkan. Ia adalah sedikit dari perwira yang mampu menggerakkan pasukan. Jadi muskil rasanya jika Soekarno menafikkan orang seperti Soeharto ini hanya karena menganggapnya keras kepala. Soekarno adalah orang yang sangat sadar untuk memperhitungkan militer sampai ke soal kecil-kecilnya. Bagaimana ia selalu menjegal karir Kemal Idris – yang hanya seorang kolonel – menunjukkan hal ini.
Termasuk juga saat ia memilih Yani sebagai KSAD, karena ia tahu loyalitas Yani bisa digaransi. Jadi Soeharto sebetulnya ada dalam radar pantauan Soekarno).
Segera Sukendro kembali menjadi sosok penting di tubuh militer. Namanya masuk dalam grup jenderal elit yang dekat dengan Nasution maupun Yani. Belakangan grup ini dikenal sebagai Dewan Jenderal (Hal yang ternyata diakui keberadaannya oleh Sukendro!). Anggotanya 25 orang, namun 4 motornya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan Brigjen Sukendro sendiri. Grup ini aktif melakukan counter politik untuk menandingi dominasi PKI.
Lagak Sukendro ini tentu saja membuat PKI geram. Bagi PKI, perwira intelektual yang satu ini adalah bahaya laten.
Dan sejarah mengambil tempatnya lebih cepat. Faksi Sukendro (Nasution, Yani cs) digebuk dengan cepat oleh perwira-perwira AD yang dipengaruhi oleh PKI lewat aksi Penculikan Gestok. Sukendro – seperti disebut di atas – adalah jenderal ke-8 yang diincar. Urutannya; 1.) AH Nasution 2.) Achmad Yani 3.) Suwondo Parman 4.) MT Haryono 5.) Soeprapto 6.) Sutoyo Siswomihardjo 7.) DI Panjaitan 8.) Achmad Sukendro. Sementara yang lain naas, (selain Nasution yang terluka) Sukendro beruntung bisa lolos karena Soekarno memintanya menjadi anggota delegasi Indonesia untuk peringatan Hari Kelahiran Republik Cina, 1 Oktober 1965.
Babakan sejarah bergerak dengan cepat. Sekali lagi, Sukendro kalah langkah. Ia harus merelakan dirinya dikalahkan Ali Moertopo. Simpul-simpul intelijen Ali ternyata lebih ampuh mempercepat keruntuhan Soekarno, tanpa bisa dibendung Sukendro.
Sukendro sendiri bukannya tak tahu apa-apa, tapi ia praktis sudah kehilangan inisiatif sejak Soeharto dengan cepat menjadi otoritas pemegang kebenaran politik pasca Gestok. Dalam pertempuran, kehilangan inisiatif berarti juga kekalahan itu sendiri!
Namun setidaknya, Sukendro masih mencoba berupaya. Apa yang disebut mantan Dubes Kuba dan juga teman dekat Soekarno, AM Hanafi, dalam biografinya memperlihatkan hal itu. 11 Maret 1966, ketika Presiden diikuti para waperdam tergopoh-gopoh menuju Bogor karena takut dengan Pasukan Kemal Idris, Sukendro menyarankan AM Hanafi untuk mengejar presiden dan menempelnya dimanapun juga Soekarno berada. “Jangan tinggalkan bapak sendirian,” kata Sukendro. Entah apa maksudnya. Mungkin insting intelijennya sudah membaca arah zaman. Apapun AM Hanafi hanya bisa menyesal. Ia tak kebagian helikopter pada hari itu. Petang itu juga utusan Soeharto berhasil mendapatkan surat penyerahan kekuasaan (Supersemar).
Kehidupan Sukendro pasca bertahtanya Soeharto, praktis redup. Namun meski tenggelam ia tak lantas terdiam. Dalam sebuah kursus perwira di Bandung, ia secara mengejutkan mengakui keberadaan Dewan Jenderal. Akibatnya, Soeharto yang notabene juga rekan dekatnya, lewat tangan Pangkopkamtib Jenderal Sumitro menggiringnya untuk ikut merasakan dinginnya sel RTM Nirbaya Cimahi selama 9 bulan.
Lepas dari tahanan, Sukendro ditampung Gubernur Jateng, Supardjo Rustam. Ia diberi kepercayaan mengelola perusahaan daerah Jateng. Meski demikian, rada Soemitro tak serta merta mendepaknya. Setiap kali terdengar ada gerakan antipemerintah, Sukendro adalah orang pertama yang didatangi Soemitro. “Tidak ada orang intelijen yang lebih hebat daripada dia. Karena itu saya selalu mencurigainya,” kata Mitro.
Angkatan Darat ditahun 1960an, dipimpin oleh orang-orang yang di zaman revolusi sudah menjadi perwira militer—dengan pangkat antara Kapten hingga Letnan Kolonel. Mereka biasanya perwira kelahiran 1917-1925. Beberapa diantara perwira tinggi AD itu diantaranya berasal dari KODAM Diponegoro, Jawa Tengah, setidaknya pernah berhubungan dengan Jawa Tengah semasa revolusi.
Ahmad Yani berhasil menjadi orang nomor satu di AD menggantikan Nasution sejak tahun 1962. Seperti Nasution, Yani juga kemudian bersebrangan dengan Sukarno soal politik yang dijalankan Sukarno. Perbedaan paham antara Presiden dengan petinggi Angkatan Darat itu tentu menjadi peluang bagi CIA AS yang begitu ingin menggulingkan Presiden Sukarno. CIA-AS percaya bahwa AD adalah sekutu terbaik untuk menggulingkan Sukarno. Petinggi AD yang terkesan tidak loyal terhadap Sukarno.
CIA mulai merangkul AD setelah Pemberontakan PRRI/Permesta. Dimana CIA-AS merasa memiliki sekutu baru untuk menggulingkan Sukarno yang cenderung ke kiri. Sebelumnya, AS lebih percaya pada polisi sebagai elemen anti komunis potensial di tubuh militer Indonesia. Peristiwa Madiun yang melibatkan sebagian AD di Jawa Tengah, membuat AS yakin bahwa AD adalah sarang komunis yang sulit dipercaya. Apalagi Panglima Sudirman merangkul Tan Malaka yang kiri dalam Persatuan Perjuangan di zaman revolusi.
Tidak heran jika pasukan Brimob dari kepolisian pernah mendapat latihan ranger. Latihan yang seharusnya diberikan kepada pasukan Angkatan Darat. Tujuan tidak lain agar Polisi bisa bertempur melawan komunis. Perkembangan Brigade Mobil itu tentunya diperhatikan oleh Amerika Serikat—yang sedang giat-giatnya melakukan propaganda anti komunis. Tentu ada maksud dalam memperkuat Brimob. Tentu demi menghancurkan kaum komunis. Kala itu AD—yang kemudian dekat dengan AS—belum dilirik AS—sebaga kekuatan anti komunis. AD yang terlibat dalam peristiwa Madiun dan sudah terkena anasir PKI. AS begitu menjaga jarak dengan AD sebelum kasus PRRI/Permesta.
Banyak yang sepakat bahwa keterlibatan AS melatih polisi karena Terbongkarnya konspirasi CIA untuk menggulingkan pemerintah Indonesia membuat panik pemerintah Amerika Serikat. Amerika Serikat dan CIA kemudian membuat manuver untuk ”mengambil hati” Bung Karno. Langkah pertama yang dilakukan pemerintah AS adalah memberikan bantuan militer bagi Indonesia dengan mendidik para perwira militer Indonesia di AS.
Brigade Mobil juga kemudian mendapatkan ”berkah” dari aksi permintaan maaf oleh pemerintah Amerika Serikat ini. Pada bulan Januari 1959, pemerintah AS memberikan bantuan pelatihan militer dan senjata kepada Brigade Mobil dari Kepolisian Republik Indonesia. Ada 8 perwira polisi yang dididik di Okinawa (pangkalan marinir AS) sebagai kontingen pertama. Selanjutnya pada bulan September 1959 kompi pertama Brimob Ranger telah dibentuk. Pada pertengahan 1960 kontingen kedua perwira polisi Indonesia kembali dididik menjadi Ranger.
Selain mendapatkan pelatihan, pada pertengahan 1960, Ranger Brigade Mobil (saat itu namanya berubah menjadi Pelopor) mendapatkan bantuan senjata senapan serbu AR 15 yang merupakan versi awal atau versi non-militer dari M 16 A1.
Setidaknya, ditahun 1965, tepatnya pada 5 Oktober 1965, ada anggota RPKAD yang menyandang senapan M-16, yang menjadi senapan standar militer Amerika Serikat. Tidak diketahui bagaimana senjata tersebut bisa masuk ke Indonesia. Hanya bisa dipastikan senjata itu berasal dari Amerika Serikat.
Senjata-senjata itu bahkan digunakan RPKAD untuk membersihkan orang-orang Komunis. Senjata asal Amerika Serikat itu macet ketika digunakan. Sebenarnya senjata ini baru tahap uji coba. RPKAD sendiri lebih suka memakai AK 47 yang jelas terbukti garang dalam pertempuran meski akurasinya kalah dengan M 16.
RPKAD adalah unit kecil dan penting ditahun 1965. Beberapa petinggi militer Indonesia yang menjadi perwira pertama RPKAD kala itu adalah Sintong Panjaitan dan Faizal Tanjung (yang kemudian menjadi orang penting di AD pada akhir kejayaan orde baru)
Unit ini sukses menggulung beberapa pemberontakan pasca 30 September 1965. kondisi pasukan RPKAD yang tidak masuk RPKAD tentu mudah menggerakannya. Meski jumlah pasukan RPKAD di Jawa hanya tinggal separuh karena sebagaian dikirim ke perbatasan Malaysia dalam rangka konfrontasi Dwikora. Bukan hal sulit menggulung kelompok gerakan 30 September yang dipimpin oleh Untung. Pasukan yang terlibat sendiri, setelah penculikan selesai sebenarnya tidak ingin bertempur dengan siapapun. Mereka bahkan memilih kembali ke kesatuanya.
Isu sakitnya Sukarno, yang begitu parah tentu membuat banyak pihak khawatir. Banyak yang sepakat, jika dimasa itu hanya ada dua pilihan mendahului atau didahului.Beberapa orang bahkan mengatakan jika banyak pihak bersiap untuk menjaga kemungkinan jika sewaktu-waktu Sukarno meninggal karena sakitnya.
Mengapa RPKAD tdak masuk Cakrabirawa adalah agar petinggi AD punya pasukan andalan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.. Entah untuk kudeta maupun mengcounter kudeta sewaktu-waktu.
Keamanan Sukarno yang terancam, membuat petinggi militer membentuk sebuah pasukan yang lebih kuat lagi untuk menjaga keselamatan Pemimpin Besar revolusi.
Ketika Cakrabirawa berdiri, pada Juni 1962, setiap Angkatan memberikan pasukan khususnya. Hanya AD yang tampaknya enggan memberikan pasukan khususnya. Cakrabirawa yang begitu loyal pada Sukarno kemudian tampak seperti SS-Nazi yang loyal pada Hitler.Tidak hanya loyal tapi juga tangguh.
Petinggi AD kemungkinan tidak ingin sebagian pasukan RPKAD masuk Cakrabirawa. Dalam kondisi AD bersebrangan dengan Sukarno, sangat tidak mungkin AD memberikan pasukan terbaiknya untuk Sukarno.
Kontroversi keberadaan Dewan Jenderal tentu menjadi masalah. Seorang perwira tinggi pernah terkena masalah karena menyatakan Dewan Jenderal itu ada. Ahmad Sukendro, nama Jenderal itu, kemudian dijauhkan dari pusat kekuasaan. Mayjen Achmad Sukendro - Ditahan selama 9 bulan di RTM Nirbaya karena pernah mengakui keberadaan Dewan Jenderal dalam sebuah seminar Angkatan Darat.
Sumber
https://m.detik.com/news/berita/d-3662939/kisah-jenderal-ke-8-yang-lolos-g30spkidan-penting-untuk-cia
https://gerlin12.wordpress.com/2010/10/15/jenderal-kedelapan/
Diubah oleh c4punk1950... 30-09-2017 00:14
0
7.8K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan