rakaimerahAvatar border
TS
rakaimerah
Marhaenisme, Solusi Untuk Indonesia dari Soekarno
Percakapan antara Soekarno dan rakjatnya

Sementara mendayung sepeda tanpa tujuan —sambil berpikir— aku sampai di bagian selatan kota
Bandung, suatu daerah pertanian yang padat dimana orang dapat menyaksikan para petani mengerjakan
sawahnya yang kecil, yang masing‐masing luasnya kurang dari sepertiga hektar. Oleh karena beberapa
hal perhatianku tertuju pada seorang petani yang sedang mencangkul tanah miliknya. Dia seorang diri.
Pakaiannya sudah lusuh. Gambaran yang khas ini kupandang sebagai perlambang daripada rakyatku. Aku
berdiri disana sejenak memperhatikannya dengan diam. Karena orang Indonesia adalah bangsa yang
ramah, maka aku mendekatinya. Aku bertanya dalam bahasa Sunda, “Siapa yang punya semua yang
engkau kerjakan sekarang
ini?”.
Dia berkata kepadaku, “Saya, juragan.”
Aku bertanya lagi, “Apakah engkau memiliki tanah ini bersama‐sama dengan orang lain?”.
“0, tidak, gan. Saya sendiri yang punya.”
“Tanah ini kaubeli?”.
“Tidak. Warisan bapak kepada anak turun temurun.”
Ketika ia terus menggali, akupun mulai menggali ….. aku menggali secara mental. Pikiranku mulai
bekerja. Aku memikirkan teoriku. Dan semakin keras aku berpikir, tanyaku semakin bertubi‐tubi pula.
“Bagairnana dengan sekopmu? Sekop ini kecil, tapi apa ka’il kepunyaanmu juga?”
“Ya, gan”
“Dan cangkul?”
“Ya, gan.”
“Bajak?”
“Saya punya, gan.”
“Untuk siapa hasil yang kaukerjakan?”
“Untuk saya, gan.”
“Apakah cukup untuk kebutuhanmu?”
Ia mengangkat bahu sebagai membela diri. “Bagaimana sawah yang begini kecil bisa cukup untuk seorang
isteri dan empat orang anak?”
“Apakah ada yang dijual dari hasilmu?” tanyaku.
“Hasilnya sekedar cukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual.”
“Kau mempekerjakan orang lain?”
“Tidak, juragan. Saya tidak dapat membayarnya.”
“Apakah engkau pernah memburuh?”
“Tidak, gan. Saya harus membanting tulang, akan tetapi jerih payah saya semua untuk saya.”
Aku menunjuk ke sebuah pondok kecil, “Siapa yang punya rumah itu?”
“Itu gubuk saya, gan. Hanya gubuk kecil saja, tapi kepunyaan saya sendiri.”
“Jadi kalau begitu,” kataku sambil menyaring pikiranku sendiri ketika kami berbicara, “Semua ini engkau
punya?”
“Ya, gan.”
Kemudian aku menanyakan nama petani muda itu. Ia menyebut namanjy. “Marhaen.” Marhaen adalah
nama yang biasa seperti Smith dan Jones. Disaat itu sinar ilham menggenangi otakku. Aku akan memakai
nama itu untuk rnenamai semua orang Indonesia bernasib malang seperti itu! Semenjak itu kunamakan
rakyatku rakyat Marhaen. Selanjutnya di hari itu aku mendayung sepeda berkeliling mengolah
pengertianku yang baru. Aku memperlancarnya. Aku mempersiapkan kata‐kataku dengan hati‐hati. Dan
malamnya aku memberikan indoktrinasi mengenai hal itu kepada kumpulan pemudaku. “Petani‐petani
kita mengusahakan bidang tanah yang sangat kecil sekali.
Mereka adalah korban dari sistim feodal, dimana pada mulanya petani pertama diperas oleh bangsawan
yang pertama dan seterusnya sampai ke anak cucunya selama berabad‐abad. Rakyat yang bukan
petanipun menjadi korban daripada imperialisme perdagangan Belanda, karena nenek mojangnya telah
dipaksa untuk hanya bergerak di bidang usaha yang kecil sekedar bisa memperpanjang hidupnya. Rakyat
yang menjadi korban ini, yang meliputi hampir seluruh penduduk Indonesia, adalah Marhaen.” Aku
menunjuk seorang tukang gerobak, “Engkau … engkau yang di sana. Apakah engkau bekerja di pabrik
untuk orang lain?”, Tidak,” katanya. “Kalau begitu engkau adalah Marhaen.” Aku menggerakkan tangan
ke arah seorang tukang sate. “Engkau … engkau tidak punya pembantu, tidak punya majikan engkau juga
seorang Marhaen.
Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat‐alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil,
dengan alat‐alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa, yang
sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. Tidak ada
penghisapan tenaga seseorang oleh orang lain. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam
praktek.” Perkataan “Marhaenisme” adalah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional kami....


0
2.9K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan