Kaskus

Entertainment

c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Sarungan di Jalanan Jerman
Sarungan di Jalanan Jerman


Krisis identitas merupakan sesuatu yang memprihatinkan bagi pemuda-pemuda Indonesia. Terlebih jika sosok penerus bangsa ini tengah mengenyam pendidikan di negeri seberang.

Hal inilah yang dilihat oleh Muhammad Abdullah Syukri mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik University of Duisberg-Essen Jerman.

Hal inilah yang membuat alumnus Program Studi Ilmu Politik Universitas Brawijaya ini ‘iseng’ jalan-jalan di tengah kota di Jerman dengan menggunakan atribut ala santri dan sempat mebuat geger santri-santri nusantara dengan fotonya itu hingga sempat viral di berbagai media sosial.

Sarungan di Jalanan Jerman

“Saya sadar bukan satu-satunga orang NU (nahdlatul Ulama) yang kuliah di Barat. Tapo cukup bertanya-tanya juga ketika banyak santri yang jadi kebarat-baratan di sini. Padahal orang-orang sana (Jerman) bangga dengan identitasnya. Jangankan santri dengan Islam Nusantara aja mereka (penduduk Jerman) nggak tau,”pria yang akrab disapa Abe ini.

Bagaimana tidak, Abe dalam fotonya dengan percaya diri mengenakan kemeja batik coklat bermotif mega mendung dengan mengenakan sarung lengkap dengan peci hitam dan kaca mata hitam. Dia mengenakan pakaian ala santri saat berjalan-jalan di Kota Koln Jerman.

Meskipun tidak mendapat respon yang luar biasa dari orang sekitar yang melihatnya, Abe mengaku tidak mempermasalahkan. Sebab, menurutnya karakter orang-orang Jerman yang cuek menjadi salah satu alasan minim respon dari sekitar.

“Ada sih beberapa yang tanya ini baju apa. Pas dijelasin mereka cuman meng-oh, gitu aja. Tapi karena dasarnya orang sana cuek-cuek. Banyak yang nggak tau kalau ini pakaian dari Indonesia,” kenang Abe.

Pria 26 tahun yang terbiasa hidup di lingkungan Pondok Buntet Cirebon ini pun mengaku apa yang dilakukannya hanya biasa saja namun mendapat respon berlebihan dari orang-orang di Indonesia.

Dengan besarnya respon masyarakat Indonesia terutama kaum santri hingga menjadi viral, aksi individu Abe ini berdampak pada santri-santri yang mengenyam pendidikan di luar negeri.

Baru-baru ini mereka berlomba-lomba berfoto mengenakan sarung di pusat kota tempat mereka belajar.

Aksi yang pada akhirnya menginspirasi para santri di seluruh dunia ini akhirnya membawa spirit kepercayaan diri baru bagi santri-santri NU di luar negeri.

“Dampaknya ternyata bukan di orang Jermannya. Tapi justru di santri-santri yang sekolah di luar negeri. Terkahir aku lihat mereka malah bikin challenge pakai sarung di negara-negara tempat mereka belajar. Nggak nyangka aja dampaknya bakal seperti ini,” tandas putra KH Hasanuddin Kriyani.(JunaSr)

Bahkan dampaknya hingga ada juga yang sarungan di tokyo, sambil menikmati udara jepang sambil bergaya dengan sarung, cukup keren bukan.

Sarungan di Jalanan Jerman

Tak lupa juga kalau seorang Presiden pun doyan loh pake sarung. Bahkan peci pun seperti topi wajib bagi pejabat di Indonesia.

Sarungan di Jalanan Jerman

Simbol sarungan itu adalah identitas "keindonesiaan" atau "kepribadian nasional". Gaya berpakaian "jas-sarung-peci" menjadi identitas Indonesia.

Indonesia ibarat kuali peleburan (melting pot) kebudayaan. Terjadi difusi, akulturasi, dan asimilasi. Sarung dibawa dari Yaman. Jas tentu produk budaya Barat (Eropa).

Peci, meskipun terpengaruh dari Turki, adalah asli Indonesia (Melayu). Jadilah sebuah identitas baru. Sebab, di Barat jas tidak dikenakan bersama peci.

Di Yaman, sarung berfungsi selimut tidur. Hanya di Indonesia, peci menjadi simbol perlawanan.

Di Surabaya, pada tahun 1921, peserta rapat Jong Java mencemooh peci sebagai ciri rakyat jelata. Meskipun awalnya bimbang, Bung Karno akhirnya menghadiri rapat mengenakan peci. Peserta rapat pun terperangah.

"Demi tercapainya cita- cita kita, para pemimpin politik tidak boleh lupa bahwa mereka berasal dari rakyat, bukan berada di atas rakyat," ujar Bung Karno memecah kesunyian, seraya menambahkan, "Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia." (Cindy Adams, 1965, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).

Bagi Bung Karno, peci adalah simbol kepribadian sekaligus perlawanan terhadap kecongkakan. Hampir sepanjang hidupnya, Bung Karno selalu bangga berpeci di mana pun.

Peci pun amat politis, bentuk perlawanan terhadap imperialisme. Para pendiri bangsa pada awal abad ke-20 rata-rata mengenakan peci untuk menumbuhkan heroisme dan nasionalisme.

Pendiri bangsa, seperti HOS Cokroaminoto atau Tjipto Mangunkusumo, pun melepaskan belangkonnya.

Bisa jadi karena simbol perlawanan, sejumlah tokoh dunia juga bangga dengan pakaian kebesarannya.

Pejuang Palestina Yasser Arafat (1929-2004) selalu berseragam militer lengkap dengan kafiyeh-nya.

Mantan PM India Jawaharlal Nehru (1889-1964) selalu tampil dengan achkan, pakaian khas India.

Mantan PM Myanmar U Nu (1907-1995) selalu berpakaian khas longyi, mirip sarung Indonesia. Pendiri Tiongkok, Mao Tse Tung (1893-1976), selalu berbaju safari khas model zhongshan.

Sudah saatnya simbol nusantara dilihat bangsa asing, dimana bumi dipijak disitu langit dijinjing.

Hiduplah warga sarungan...kalian luar biasa....

Sumber: muslimoderat.net
Diubah oleh c4punk1950... 14-09-2017 00:03
0
4.8K
15
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan