Kaskus

News

mbiaAvatar border
TS
mbia
TNI Menunggu Perintah PBB
REPUBLIKA.CO.ID, Desakan agar Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) turun menengahi konflik antara militer Myanmar dan etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar, terus bergulir. Bahkan, kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya tidak hanya bisa dilakukan dengan petisi dan kecaman masyarakat dunia, melainkan perlu tindakan nyata dari PBB untuk melindungi masyarakat sipil di daerah konflik.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) pun diminta turut mengirimkan pasukan perdamaian PBB guna membantu warga Rohingya yang mengalami kekerasan. Operasi pemeliharaan perdamaian telah menjadi ujung tombak PBB dalam memimpin setiap upaya membawa dunia ke arah yang lebih aman, tertib dan damai.

Keikutsertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB sampai saat ini berjalan sukses dan merupakan kontribusi nyata pemerintah Indonesia dalam ikut menciptakan perdamaia dunia, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Keikutsertaan Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB sudah dimulai sejak 1957 dengan pengiriman satu batalyon infanteri di Timur Tengah, antara Israel dan Mesir, yang dikenal dengan nama Kontingen Garuda (Konga).

Hingga saat ini, TNI telah mengirimkan sebanyak 37 ribu peacekeepers dan telah berpartisipasi pada 28 misi pemeliharaan perdamaian. Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu negara pengirim pasukan perdamaian terbanyak di PBB. Pasukan Garuda saat ini tengah bertugas di Lebanon dan Afrika Tengah menjaga perdamaian di sana.

Indonesia pun berada di peringkat ke-11 dari 124 negara penyumbang pasukan, menurut data dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI. Capaian itu juga merupakan bagian dari upaya mewujudkan visi 4.000 peacekeepers ke misi pemeliharaan perdamaian TNI penting guna meningkatkan visibilitas dan kredensial Indonesia dalam pencalonannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.

Kontribusi pada UN Peacekeeping merupakan salah satu modalitas utama Indonesia dalam diplomasi penciptaan perdamaian dunia. Pengamat militer Susaningtyas Kertopati, di Jakarta, mengatakan, bila mengikuti prosedur standar, ada beberapa tahap sebelum pasukan baret biru ini dikirim. Dimulai dari konsultasi semua pihak di PBB, laporan ke Dewan Keamanan PBB hingga ada resolusi Dewan Keamanan PBB.

"Aturan PBB mengacu pada mekanisme pengiriman Pasukan PBB setelah ada resolusi PBB. Resolusi bisa diajukan oleh salah satu negara anggota PBB melalui general assembly atau pengajuan salah satu negara anggota 'security council', baik yang permanen atau yang non permanen," kata Susaningtyas, Ahad (10/9).

Resolusi PBB, kata wanita yang biasa disapa Nuning ini, juga bisa dinyatakan oleh Sekjen PBB setelah menerima laporan resmi Tim Investigasi atau Pencari Fakta yang dibentuk PBB. Setelah itu akan dibentuk komisi khusus yang akan menangani pengiriman pasukan perdamaian PBB mulai dari tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran.

"Komisi ini juga bertugas menyiapkan berapa kontribusi setiap negara untuk mendukung biaya operasional dan negara mana saja yang memiliki 'stand by force' untuk dikirimkan," ujar Nuning.

Komisi khusus itu bersama Tim Investigasi/Pencari Fakta yang sudah dibentuk sebelumnya akan berkoordinasi ketat dengan negara tujuan dan negara-negara tetangganya.

"Khusus kasus Rohingya harus ada rekomendasi ICRC dan UNHCR apakah memang ada pelanggaran HAM? Jadi, tidak bisa negara lain menyatakan serta merta ada pelanggaran HAM, sementara tidak ada pernyataan dari PBB," katanya. Dengan kasus yang terjadi di Rakhine State, hingga saat ini tim investigasi PBB belum masuk ke wilayah itu.

http://m.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/09/10/ow1yhr-tni-menunggu-perintah-pbb

TNI penjaga perdamaian..


PBB: Myanmar Lakukan Pembersihan Etnis



JENEWA - Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Pemerintah Myanmar menghentikan 'operasi keamanan brutal' terhadap warga etnik Rohingya di Negara Bagian Rakhine. PBB menegaskan Pemerintah Myanmar telah melakukan pembersihan etnik Rohingya.

Komisi HAM PBB menyatakan operasi tempur Myanmar tidak perlu dilakukan untuk membalas serangan gerilyawan pada bulan lalu. Ketegangan etnik meningkat di Myanmar kemarin tetap menunjukkan ekskalasi peningkatan setelah kekerasan yang berlangsung selama dua pekan di Rakhine. Lebih dari 300.000 pengungsi Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh untuk menyelamatkan diri.

"Situasi (Rohingya) seperti contoh buku teks tentang pembersihan etnik," kecam Pejabat Komisi HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein di Jenewa dilansir Reuters. 

Imbas dari konflik yang berujung pembersihan etnis ini, setidaknya lebih dari 270.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Banyak pengungsi terjebak di perbatasan. Banyak laporan tentang pembakaran desa dan pembunuhan massal.

"Kita menerima beragam laporan dan citra satelit pergerakan pasukan keamanan dan gerilyawan lokal membakar desa," kata Zeid. "Laporan pembunuhan luar biasa juga terjadi, termasuk penembakan terhadap warga sipil yang mengungsi," imbuhnya.

Lebih kejam lagi, otoritas keamanan Myanmar juga menanam ranjau di sepanjang perbatasan dengan Bangladesh. Itu dilakukan untuk mencegah warga Rohingya kembali ke Myanmar. Selama beberapa dekade silam, warga Rohingya tidak memiliki hak politik dan sipil lainnya, termasuk kewarganegaraan.

"Saya menyerukan pemerintah menghentikan operasi militer brutal yang digelar saat ini," pinta Zeid. "Banyak laporan menunjukkan adanya pelanggaran yang terjadi. Operasi itu juga mengakbatkan diskriminasi terhadap penduduk Rohingya," tuturnya

https://international.sindonews.com/read/1238794/40/pbb-myanmar-lakukan-pembersihan-etnis-1505190926


0
1.5K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan