- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Simpatisan Aksi Rohingya Diam Ditanya Alasan Tak Bawa Merah Putih


TS
pigmankafir
Simpatisan Aksi Rohingya Diam Ditanya Alasan Tak Bawa Merah Putih
Quote:

Peserta aksi Peduli Rohingya di Magelang berinisial MSH (kanan) menunjukkan sehelai bendera yang identik dengan ormas HTI kepada Kasat Reskrim Polres Boyolali AKP Miftahul Huda (kiri), Jumat, 8 September 2017. MSH diperiksa Polres Boyolali karena menabrak seorang polisi yang sedang melakukan razia penyekatan massa di wilayah perbatasan Boyolali-Magelang.
Quote:
TEMPO.CO, Boyolali- Membawa sehelai bendera hitam bercetak kaligrafi putih berlafalkan kalimat tauhid La Ilaha Ilallah Muhammadurrasulullah di dalam tas ranselnya, simpatisan aksi Peduli Rohingya, MSH, 19 tahun, mengaku bukan anggota organisasi masyarakat Islam tertentu. MSH adalah simpatisan Aksi Alumni 212 Peduli Rohingya yang menabrak anggota Kepolisian Resor Boyolali pada Jumat pagi, 8 September 2017.
“Itu bendera Islam, Pak. Tidak ada sangkut pautnya dengan ormas (organisasi masyarakat) manapun,” kata simpatisan aksi Peduli Rohingya yang juga mahasiswa sebuah universitas negeri di Solo Raya itu saat dimintai keterangan oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Boyolali, Ajun Komisaris Miftahul Huda, pada Jumat sore.
Pemuda asal Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak, Boyolali itu sengaja membawa bendera tersebut untuk dikibarkan saat mengikuti Aksi Peduli Rohingya di Masjid An Nuur Kabupaten Magelang, sekitar 1,5 kilometer dari Candi Borobudur. “Kenapa tidak bawa bendera merah putih saja,” tanya Miftahul Huda. MSH pun terdiam.
Namun, bendera berukuran sekitar 60 x 40 sentimeter itu belum sempat dikibarkan MSH. Sebab, dalam perjalanan menuju Magelang, sekitar pukul 10.00, MSH yang mengendarai sepeda motor Honda Vario dan memboncengkan temannya menabrak Perwira Urusan Sub Bagian Humas Polres Boyolali Inspektur Dua Widarto.
Saat itu, Widarto dan sejumlah anggota polisi lain sedang melaksanakan operasi simpatik di depan Markas Kepolisian Sektor Selo, wilayah perbatasan Kabupaten Boyolali dan Magelang. Operasi tersebut untuk menyekat para simpatisan Aksi Peduli Rohingya di Masjid An Nuur Magelang.
Akibat insiden itu, Widarto mengalami luka memar di kaki kanannya dan telepon selulernya pecah. Di hadapan sejumlah penyidik Polres Boyolali, MSH berkali-kali meminta maaf dan menyatakan tidak sengaja menabrak Widarto.
“Tadi saya gugup karena takut ditilang. Karena kemarin saya baru saja ditilang lantaran belum punya SIM (Surat Izin Mengemudi). Mau bikin SIM belum punya uang. Ikut ujian SIM tidak lulus-lulus,” kata MSH.
Oleh Miftahul, MSH dinasehati agar lebih serius belajar mengendarai sepeda motor agar lulus ujian SIM dan tidak melukai pengguna jalan lain bahkan polisi yang sedang bertugas.
Kepala Polres Boyolali Ajun Komisaris Besar Aries Andhi mengatakan pihaknya telah menghubungi orang tua dua simpatisan aksi Peduli Rohingya itu untuk menjemput sekaligus menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan dalam mengendarai sepeda motor. “Biar nanti mereka dibina orang tua masing-masing,” kata Aries.
“Itu bendera Islam, Pak. Tidak ada sangkut pautnya dengan ormas (organisasi masyarakat) manapun,” kata simpatisan aksi Peduli Rohingya yang juga mahasiswa sebuah universitas negeri di Solo Raya itu saat dimintai keterangan oleh Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Boyolali, Ajun Komisaris Miftahul Huda, pada Jumat sore.
Pemuda asal Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak, Boyolali itu sengaja membawa bendera tersebut untuk dikibarkan saat mengikuti Aksi Peduli Rohingya di Masjid An Nuur Kabupaten Magelang, sekitar 1,5 kilometer dari Candi Borobudur. “Kenapa tidak bawa bendera merah putih saja,” tanya Miftahul Huda. MSH pun terdiam.
Namun, bendera berukuran sekitar 60 x 40 sentimeter itu belum sempat dikibarkan MSH. Sebab, dalam perjalanan menuju Magelang, sekitar pukul 10.00, MSH yang mengendarai sepeda motor Honda Vario dan memboncengkan temannya menabrak Perwira Urusan Sub Bagian Humas Polres Boyolali Inspektur Dua Widarto.
Saat itu, Widarto dan sejumlah anggota polisi lain sedang melaksanakan operasi simpatik di depan Markas Kepolisian Sektor Selo, wilayah perbatasan Kabupaten Boyolali dan Magelang. Operasi tersebut untuk menyekat para simpatisan Aksi Peduli Rohingya di Masjid An Nuur Magelang.
Akibat insiden itu, Widarto mengalami luka memar di kaki kanannya dan telepon selulernya pecah. Di hadapan sejumlah penyidik Polres Boyolali, MSH berkali-kali meminta maaf dan menyatakan tidak sengaja menabrak Widarto.
“Tadi saya gugup karena takut ditilang. Karena kemarin saya baru saja ditilang lantaran belum punya SIM (Surat Izin Mengemudi). Mau bikin SIM belum punya uang. Ikut ujian SIM tidak lulus-lulus,” kata MSH.
Oleh Miftahul, MSH dinasehati agar lebih serius belajar mengendarai sepeda motor agar lulus ujian SIM dan tidak melukai pengguna jalan lain bahkan polisi yang sedang bertugas.
Kepala Polres Boyolali Ajun Komisaris Besar Aries Andhi mengatakan pihaknya telah menghubungi orang tua dua simpatisan aksi Peduli Rohingya itu untuk menjemput sekaligus menasehati anaknya agar tidak ugal-ugalan dalam mengendarai sepeda motor. “Biar nanti mereka dibina orang tua masing-masing,” kata Aries.
TEMPO.CO
Diubah oleh pigmankafir 09-09-2017 23:16
0
6.6K
Kutip
55
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan