Polisi Telusuri Aliran Rekening Saracen 3 Tahun ke Belakang
TS
aghilfath
Polisi Telusuri Aliran Rekening Saracen 3 Tahun ke Belakang
Spoiler for Polisi Telusuri Aliran Rekening Saracen 3 Tahun ke Belakang:
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi terus menelusuri kasus dugaan tindak pidana penyebaran ujaran kebencian dan muatan SARA oleh kelompok Saracen.
Kepolisian ingin mengetahui sumber dana yang diterima kelompok tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan, kepolisian tengah menelusuri aliran dana yang diterima Saracen beberapa tahun terakhir.
"Saracen masih penelusuran. Untuk rekening yang berkaitan Saracen, kami tarik ke belakang 3-4 tahun ke belakang," ujar Rikwanto saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (9/9/2017).
Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya memastikan Polri serius mengusut hingga tuntas kasus Saracen.
Ia meminta seluruh jajaran kepolisian menangkap siapapun pihak yang terlibat tanpa terkecuali.
"Saya sampaikan tangkap-tangkapin saja. Yang mesan, tangkapin. Yang danain, tangkapin. Ada lagi sejenis dengan itu, tangkapin," ujar Tito.
Penyidik Polri menengarai ada 14 rekening terkait dugaan tindak pidana penyebaran ujaran kebencian dan muatan SARA oleh kelompok Saracen.
Rekening-rekening tersebut dihimpun dari data yang tersimpan di harddisk drive milik para tersangka.
Polisi meminta bantuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menganalisis aliran dana masuk dan keluar di rekening tersebut.
"Untuk mengetahui apa yang terjadi dengan rekening tersebut, apakah ada transaksi atau hal lainnya. Jadi kami masih tunggu PPATK. Kami pantau terus," kata Rikwanto.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan empat tersangka, yaitu JAS, MFT, SRN, dan AMH.
Kelompok Saracen menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.
Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.
Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan website sebesar Rp 15 juta, dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta perbulan.
Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta. Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan.