- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Begini Awal Mula Serangan Besar-besaran Militan Rohingya di Rakhine


TS
everesthome
Begini Awal Mula Serangan Besar-besaran Militan Rohingya di Rakhine
Begini Awal Mula Serangan Besar-besaran Militan Rohingya di Rakhine
Kamis 07 September 2017, 11:02 WIB
Yangon - Semuanya berawal pada 24 Agustus, saat mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan menyelesaikan penyelidikan terhadap konflik di Rakhine, Myanmar, yang berlangsung setahun terakhir. Kofi Annan memperingatkan, reaksi militer berlebihan terhadap praktik kekerasan yang terjadi, hanya akan memperburuk konflik antara pengungsi Rohingya dengan pasukan militer Myanmar.
Sekitar tiga jam kemudian, atau sesaat setelah pukul 20.00 waktu setempat, pemimpin militan Rohingya atau ARSA, Ata Ullah, mengirimkan pesan ke para pendukungnya. Isi pesan itu meminta para pendukungnya bergerak ke kawasan pegunungan terpencil Mayu dengan membawa benda logam sebagai senjata.
Sesaat setelah tengah malam, di lokasi berjarak 600 kilometer dari Yangon -- kota terbesar di Myanmar, para pendukung militan Rohingya yang terdiri dari berbagai macam orang itu menyerang 30 pos kepolisian dan sebuah pangkalan militer. Mereka membawa pisau, tongkat dan bom rakitan.
"Jika 200 atau 300 orang maju, 50 orang akan tewas. Insya Allah, sisanya 150 orang bisa membunuh mereka dengan pisau," ucap Ata Ullah dalam pesan suara kepada para pendukungnya seperti dilansir Reuters, Kamis (7/9/2017). Pesan suara itu disebarluaskan melalui aplikasi chat ponsel dan Reuters telah mendengarkannya langsung.
Gelombang serangan dari pendukung militan Rohingya dimulai sekitar pukul 01.00 waktu setempat, hingga matahari terbit pada 25 Agustus. Sebagian besar serangan terjadi di wilayah Maungdaw, Rakhine, tempat Ata Ullah melancarkan tiga serangan pada Oktober 2016.
Baca juga: Mengaku Bertindak Atas Nama Rohingya, Siapa Sebenarnya Militan ARSA?
Jika dihitung, titik serangan paling utara dengan titik serangan paling selatan mencapai 100 kilometer panjangnya. Militan Rohingya juga menyerang bagian utara kota Buthidaung, yang menjadi lokasi salah satu pangkalan militer Myanmar.
"Kami terkejut mereka mampu menyerang area geografis seluas itu -- serangan itu mengguncang seluruh kawasan," ucap salah satu sumber militer Myanmar. Sedikitnya 13 personel pasukan keamanan Myanmar tewas dalam serangan itu.
Penyerangan oleh militan Rohingya pada 25 Agustus itu tercatat sebagai yang terbesar. Saat kelompok ini pertama kali muncul pada Oktober 2016, mereka hanya menyerang tiga pos perbatasan dengan melibatkan 400 militan. Militer Myanmar memperkirakan ada sekitar 6.500 militan yang terlibat dalam serangan 25 Agustus.
Baca juga: Militan Rohingya di Rakhine: Kami Mati atau Mereka yang Mati!
Kemampuan militan Rohingya untuk melakukan serangan lebih besar ini mengindikasikan banyak pria-pria muda Rohingya yang tertarik mendukung mereka. Jumlah dukungan terhadap Rohingya disinyalir meningkat drastis setelah konflik pecah di Rakhine pada Oktober 2016 lalu.
Dalam beberapa bulan terakhir, militan Rohingya berusaha menghentikan aliran informasi soal aktivitas mereka kepada otoritas Myanmar. Bahkan dilaporkan mereka tega membunuh warga muslim Rohingya yang dianggap membocorkan informasi ke otoritas Myanmar.
(nvc/ita)
Source
Tetap saja sekalipun pemicunya adalah militan, gerilyawan, ekstrimis, radikalis, teroris, separatis,...ujung-ujungnya rakyat sipil biasa yang jadi korban. Dan hal seperti itu jugalah yang terjadi di sebagian besar negara-negara Timteng yang mengalami konflik.
Kamis 07 September 2017, 11:02 WIB
Yangon - Semuanya berawal pada 24 Agustus, saat mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan menyelesaikan penyelidikan terhadap konflik di Rakhine, Myanmar, yang berlangsung setahun terakhir. Kofi Annan memperingatkan, reaksi militer berlebihan terhadap praktik kekerasan yang terjadi, hanya akan memperburuk konflik antara pengungsi Rohingya dengan pasukan militer Myanmar.
Sekitar tiga jam kemudian, atau sesaat setelah pukul 20.00 waktu setempat, pemimpin militan Rohingya atau ARSA, Ata Ullah, mengirimkan pesan ke para pendukungnya. Isi pesan itu meminta para pendukungnya bergerak ke kawasan pegunungan terpencil Mayu dengan membawa benda logam sebagai senjata.
Sesaat setelah tengah malam, di lokasi berjarak 600 kilometer dari Yangon -- kota terbesar di Myanmar, para pendukung militan Rohingya yang terdiri dari berbagai macam orang itu menyerang 30 pos kepolisian dan sebuah pangkalan militer. Mereka membawa pisau, tongkat dan bom rakitan.
"Jika 200 atau 300 orang maju, 50 orang akan tewas. Insya Allah, sisanya 150 orang bisa membunuh mereka dengan pisau," ucap Ata Ullah dalam pesan suara kepada para pendukungnya seperti dilansir Reuters, Kamis (7/9/2017). Pesan suara itu disebarluaskan melalui aplikasi chat ponsel dan Reuters telah mendengarkannya langsung.
Gelombang serangan dari pendukung militan Rohingya dimulai sekitar pukul 01.00 waktu setempat, hingga matahari terbit pada 25 Agustus. Sebagian besar serangan terjadi di wilayah Maungdaw, Rakhine, tempat Ata Ullah melancarkan tiga serangan pada Oktober 2016.
Baca juga: Mengaku Bertindak Atas Nama Rohingya, Siapa Sebenarnya Militan ARSA?
Jika dihitung, titik serangan paling utara dengan titik serangan paling selatan mencapai 100 kilometer panjangnya. Militan Rohingya juga menyerang bagian utara kota Buthidaung, yang menjadi lokasi salah satu pangkalan militer Myanmar.
"Kami terkejut mereka mampu menyerang area geografis seluas itu -- serangan itu mengguncang seluruh kawasan," ucap salah satu sumber militer Myanmar. Sedikitnya 13 personel pasukan keamanan Myanmar tewas dalam serangan itu.
Penyerangan oleh militan Rohingya pada 25 Agustus itu tercatat sebagai yang terbesar. Saat kelompok ini pertama kali muncul pada Oktober 2016, mereka hanya menyerang tiga pos perbatasan dengan melibatkan 400 militan. Militer Myanmar memperkirakan ada sekitar 6.500 militan yang terlibat dalam serangan 25 Agustus.
Baca juga: Militan Rohingya di Rakhine: Kami Mati atau Mereka yang Mati!
Kemampuan militan Rohingya untuk melakukan serangan lebih besar ini mengindikasikan banyak pria-pria muda Rohingya yang tertarik mendukung mereka. Jumlah dukungan terhadap Rohingya disinyalir meningkat drastis setelah konflik pecah di Rakhine pada Oktober 2016 lalu.
Dalam beberapa bulan terakhir, militan Rohingya berusaha menghentikan aliran informasi soal aktivitas mereka kepada otoritas Myanmar. Bahkan dilaporkan mereka tega membunuh warga muslim Rohingya yang dianggap membocorkan informasi ke otoritas Myanmar.
(nvc/ita)
Source
Tetap saja sekalipun pemicunya adalah militan, gerilyawan, ekstrimis, radikalis, teroris, separatis,...ujung-ujungnya rakyat sipil biasa yang jadi korban. Dan hal seperti itu jugalah yang terjadi di sebagian besar negara-negara Timteng yang mengalami konflik.
0
6.9K
28


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan