Dengan Hashtag, Kita Semua Bisa Membuat Perbedaan. Benar Kah?
Assalamualaikum Wr. Wb, Salam sejahtera agan-agan semuanya "Dunia itu gak kejam, tapi manusianya."
Dengan Hashtag, Kita Semua Bisa Membuat Perbedaan. Benar Kah?
Quote:
NO REPOST! Jangan terbiasa jadi SR gan. Berikanlah komentar sesudah membaca, bukan sebaliknya.
Quote:
“The activist is not the person who says the river is dirty. The activist is the person who cleans up the river” – H. Ross Perot
Quote:
Adakah dari kalian yang menjadi seorang aktivis? Berkelana mencari pengalaman dan berbagai kegiatan karena hati kalian semua tergerak untuk membuat bangsa, maupun dunia ini menjadi lebih baik ke depannya. Aktivis adalah penggerak, siapapun dapat menjadi aktivis dengan cara memberikan sumbangsih pikiran, tenaga, dan apapun asalkan niatan yang lapang ada di dalam diri kalian.
Aktivis tak mengenal lemas, mereka selalu berusaha untuk bergerak membuktikan pergerakan tersebut. Tak hanya lewat obrolan saja, namun juga dilaksanakan dan diwujudkan. Aktivis yang mengobral kata-kata, mereka membuktikannya lewat tindakan.
Bisa kita lihat saja seperti pergerakan Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) yang bergerak khusus bagi mereka yang hilang pada era 98’an. Kontras, salah satu organisasi yang memiliki anggota aktivis aktif dalam menyuarakan korban 98’an, sebut saja Munir tokoh HAM, dan Wiji Thukul salah seniman puisi Indonesia yang hingga saat ini hilang tak berbekas.
Seiring teknologi berkembang, ada saja cara yang dilakukan oleh beberapa orang untuk menjadi seorang aktivis. Alih-alih ingin menjadi aktivis dengan mendukung segala macam pergerakan, mereka malah terlihat sangat spamming di media sosial.
Sebut saja pergerakan hashtag, yang semula digunakan untuk menandai beberapa peristiwa dengan tujuan untuk dikumpulkan menjadi satu tema agar mudah dalam pengarsipannya. Kini banyak juga mereka para aktivis abal-abal yang hanya sekadar hashtag untuk menujukkan keprihatinannya. Masih ingat dengan hashtag #PrayForIndonesia, yang hingga sampai saat ini masih aktif diramaikan oleh pengguna akun media sosial khususnya Twitter dan Instagram.
Jika kalian membuka hashtag tersebut maka muncullah bermacam-macam permohonan, keinginan, doa, pujian, bahkan makian yang ditujukkan pada seisi bangsa ini. Alih-alih ingin menjadi salah satu penggerak dari bangsa ini, namun hashtag tersebut malah membuat kita nyinyir sendiri.
Memang, dengan hashtag tersebut suara dan aspirasi kita terdengar ke seluruh pelosok dunia, namun itu hanya sebuah kata, bukan pergerakan turun tanah. Kalian tak merasakan bagaimana panasnya siang, hiruk pikuk berjejal menagih sebuah revolusi, semangat dan solidaritas memang sepertinya hanya dapat kita rasakan ketika langsung terjun.
Kalau hashtag populer di Twitter, di Facebook agak lebih aneh lagi. Netizen kita begitu menghayati beredarnya foto-foto anak kelaparan dan korban perang dari berbagai belahan dunia. Pesan caption-nya selalu sama: “Like to show that you care,” atau "sedih banget, yang like masuk surga" semacam itu. Dan yang nge-like? Tahu sendiri banyaknya kan yah.
Beda halnya dengan aktivis hashtag yang hanya berbekal gadget dan menyuarakan aspirasinya melalui kata-kata, then upload it. Tanpa harus berpanas-panas, dan berpeluh keringat, aktivis hashtag mengaku sudah berpartisipasi layaknya aktivis pada umumnya.
Kemudian, apakah sikap dan semangat para aktivis hashtag tersebut sama halnya dengan aktivis pada kenyataannya?!
Menurut ane , banyak dari aktivis yang bener-bener menjadi aktivis apabila sedang di bangku kuliah. Setelah bekerja kebanyakan udah pada malas untuk menyuarakan 'suara' revolusi akan suatu janji .
Dibungkam seolah ditelan bumi dengan berbagai faktor yang menyertainya.
Anda akan meninggalkan The Lounge. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.