- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Konflik Myanmar Diperparah dengan Foto Hoax


TS
aghilfath
Konflik Myanmar Diperparah dengan Foto Hoax
Spoiler for Konflik Myanmar Diperparah dengan Foto Hoax:

Quote:
Liputan6.com, Naypyidaw - Memanasnya kondisi Myanmar, diperparah dengan tersebarnya foto hoax. Foto tersebut bahkan tersebar luas di media sosial.
Masalah itu, pertama kali mengemuka ketika pada 29 Agustus 2017 Deputi Perdana Menteri Turki Mehmet Simsek men-tweet 4 foto untuk mendorong komunitas internasional menghentikan pembersihan etnis yang terjadi di Myanmar.
Foto tersebut di-retweet sebanyak lebih 1600 kali dan mendapat like dari 1200 pembaca.
Namun, tindakan Simsek mendapat kritik tajam. Pasalnya, keaslian foto tersebut mulai dipertanyakan.
Tiga hari setelah tweet dikeluarkan, warganet ramai-ramai meminta Simsek menghapus foto tersebut.
Foto pertama yang ditampilkan Simsek dalam Twitter-nya memperlihatkan mayat-mayat sudah dalam keadaan membengkak.
Sejumlah warga Myanmar menyatakan bahwa foto itu bukan warga Rohingya, melainkan korban dari topan Nargis yang menghantam Myanmar Mei 2008 lalu.
Foto kedua pun ternyata diduga merupakan gambar korban tsunami Aceh yang diambil seorang juru kamera kantor berita Inggris, Reuters.
Gambar ketiga yang memperlihatkan dua bayi yang menangis di pelukan ibu juga diduga bukan warga Rohingya, tetapi berasal dari insiden Rwanda pada Juli 1994 lalu.
Untuk foto keempat media ternama BBC, sulit memastikan kebenarannya, apakah hoax atau benar. Akan tetapi, ada dugaan foto tersebut sumbernya dari sebuah situs untuk mengumpulkan dana membantu korban banjir Nepal.
Sulitnya Masuk Wilayah Rohingya
Koresponden BBC Asia Tenggara Jonathan Head menyebut, sangat sulit mendapat konfirmasi dari pemerintah setempat ataupun masuk ke wilayah Rohingya untuk melakukan peliputan.
"Infromasi sangat samar dan wartawan memiliki akses yang sangat terbatas untuk masuk ke wilayah ini," ucap Head seperti dikutip dari BBC, Sabtu (2/9/2017).
"Bahkan bagi mereka yang sudah masuk daerah itu, situasi di sana mudah berubah dan untuk mengumpulkan informasi mengenai permusuhan terhadap masyarakat Rohingya sangat sulit dilakukan," ucap dia.
Adanya foto-foto hoax untuk memperkeruh keadaan, Head menyebut kemungkinan itu mendekati fakta. Bahkan, dari investigasi yang mereka lakukan, ditemukan satu buah foto di social media yang disebut-sebut sebagai warga Rohingya sedang dilatih menembak terbukti salah.
Foto itu adalah gambar saat para pejuang Bangladesh sedang berlatih untuk menghadapi perang kemerdekaan pada 1971 lalu.
"Awal tahun ini ketika sebuah tim dan Komisi HAM PBB melakukan penelitian tentang dugaan pelanggaran HAM di Rakhine, mereka memang menolak memakai foto yang tidak mereka ambil sendiri sebagai bukti," ucap dia.
Myanmar: Kami Korban dari Berita Palsu
Pada Desember tahun lalu, lewat sebuah pernyataan tertulis kepada CNN, juru bicara pemerintah Myanmar, Aye Aye Soe, menuding bahwa Amnesty International telah menjadikan Myanmar "korban dari berita palsu" dan sebuah "kampanye disinformasi".
"Hal paling menyedihkan dan sangat disayangkan bahwa organisasi seperti Amnesty International melontarkan tuduhan tak berdasar, yang terdiri dari foto dan keterangan yang mengambang di media massa dan mencapai kesimpulan mereka sendiri," ujar Aye Aye Soe.
"Memicu kegaduhan internasional, mendorong ekstremisme, kebencian dan serangan bersenjata yang pastinya tidak akan memecahkan permasalahan di Rakhine," ujarnya.
Menurut Soe, selama delapan bulan terakhir, pemerintahan Myanmar telah mengambil inisiatif untuk mengatasi persoalan di Rakhine, termasuk proses verifikasi kewarganegaraan untuk Rohingya. Ia juga menegaskan, Amnesty International mengabaikan perkembangan tersebut.
Soe menekankan bahwa perubahan membutuhkan waktu.
"Ruang dan waktu harus diberikan untuk membiarkan inisiatif ini bekerja dan bukannya justru bersekongkol untuk menyalakan api, menambah kompleksitas masalah ini," ujar Soe.
Masalah itu, pertama kali mengemuka ketika pada 29 Agustus 2017 Deputi Perdana Menteri Turki Mehmet Simsek men-tweet 4 foto untuk mendorong komunitas internasional menghentikan pembersihan etnis yang terjadi di Myanmar.
Foto tersebut di-retweet sebanyak lebih 1600 kali dan mendapat like dari 1200 pembaca.
Namun, tindakan Simsek mendapat kritik tajam. Pasalnya, keaslian foto tersebut mulai dipertanyakan.
Tiga hari setelah tweet dikeluarkan, warganet ramai-ramai meminta Simsek menghapus foto tersebut.
Foto pertama yang ditampilkan Simsek dalam Twitter-nya memperlihatkan mayat-mayat sudah dalam keadaan membengkak.
Sejumlah warga Myanmar menyatakan bahwa foto itu bukan warga Rohingya, melainkan korban dari topan Nargis yang menghantam Myanmar Mei 2008 lalu.
Foto kedua pun ternyata diduga merupakan gambar korban tsunami Aceh yang diambil seorang juru kamera kantor berita Inggris, Reuters.
Gambar ketiga yang memperlihatkan dua bayi yang menangis di pelukan ibu juga diduga bukan warga Rohingya, tetapi berasal dari insiden Rwanda pada Juli 1994 lalu.
Untuk foto keempat media ternama BBC, sulit memastikan kebenarannya, apakah hoax atau benar. Akan tetapi, ada dugaan foto tersebut sumbernya dari sebuah situs untuk mengumpulkan dana membantu korban banjir Nepal.
Sulitnya Masuk Wilayah Rohingya
Koresponden BBC Asia Tenggara Jonathan Head menyebut, sangat sulit mendapat konfirmasi dari pemerintah setempat ataupun masuk ke wilayah Rohingya untuk melakukan peliputan.
"Infromasi sangat samar dan wartawan memiliki akses yang sangat terbatas untuk masuk ke wilayah ini," ucap Head seperti dikutip dari BBC, Sabtu (2/9/2017).
"Bahkan bagi mereka yang sudah masuk daerah itu, situasi di sana mudah berubah dan untuk mengumpulkan informasi mengenai permusuhan terhadap masyarakat Rohingya sangat sulit dilakukan," ucap dia.
Adanya foto-foto hoax untuk memperkeruh keadaan, Head menyebut kemungkinan itu mendekati fakta. Bahkan, dari investigasi yang mereka lakukan, ditemukan satu buah foto di social media yang disebut-sebut sebagai warga Rohingya sedang dilatih menembak terbukti salah.
Foto itu adalah gambar saat para pejuang Bangladesh sedang berlatih untuk menghadapi perang kemerdekaan pada 1971 lalu.
"Awal tahun ini ketika sebuah tim dan Komisi HAM PBB melakukan penelitian tentang dugaan pelanggaran HAM di Rakhine, mereka memang menolak memakai foto yang tidak mereka ambil sendiri sebagai bukti," ucap dia.
Myanmar: Kami Korban dari Berita Palsu
Pada Desember tahun lalu, lewat sebuah pernyataan tertulis kepada CNN, juru bicara pemerintah Myanmar, Aye Aye Soe, menuding bahwa Amnesty International telah menjadikan Myanmar "korban dari berita palsu" dan sebuah "kampanye disinformasi".
"Hal paling menyedihkan dan sangat disayangkan bahwa organisasi seperti Amnesty International melontarkan tuduhan tak berdasar, yang terdiri dari foto dan keterangan yang mengambang di media massa dan mencapai kesimpulan mereka sendiri," ujar Aye Aye Soe.
"Memicu kegaduhan internasional, mendorong ekstremisme, kebencian dan serangan bersenjata yang pastinya tidak akan memecahkan permasalahan di Rakhine," ujarnya.
Menurut Soe, selama delapan bulan terakhir, pemerintahan Myanmar telah mengambil inisiatif untuk mengatasi persoalan di Rakhine, termasuk proses verifikasi kewarganegaraan untuk Rohingya. Ia juga menegaskan, Amnesty International mengabaikan perkembangan tersebut.
Soe menekankan bahwa perubahan membutuhkan waktu.
"Ruang dan waktu harus diberikan untuk membiarkan inisiatif ini bekerja dan bukannya justru bersekongkol untuk menyalakan api, menambah kompleksitas masalah ini," ujar Soe.
Quote:
Foto-foto Palsu Kekerasan di Myanmar yang Memperparah Ketegangan

Foto yang disebut merupakan bukti milisi Rohingya berlatih dengan senjata ternyata adalah foto relawan Bangladesh yang berjuang untuk kemerdekaan pada 1971. (Bettmann/Getty)
Berbarengan dengan terjadinya lagi berbagai tindak kekerasan di negara bagian Rakhine di utara Myanmar, berbagai foto menyesatkan juga dibagikan di media sosial.
Foto dan video yang diklaim berasal dari konflik tersebut telah banyak beredar.
Sebagian besar foto-foto itu sadis dan membuat marah, namun sebagian besarnya palsu.
Sebelumnya, ketidakpercayaan dan rivalitas antara kelompok muslim Rohingya dan sebagian besar penduduk Buddha di Rakhine telah memicu kekerasan antar-warga yang menyebabkan korban tewas.
Selama beberapa dekade, warga Rohingya mengalami perlakuan sewenang-wenang di Myanmar, dan kewarganegaraan mereka tidak diakui.
PERINGATAN: Artikel ini berisi foto-foto yang mungkin dianggap mengganggu oleh sebagian orang.
Informasi resmi sangat terbatas dan wartawan hanya punya akses yang terbatas ke wilayah tersebut.
Bahkan mereka yang bisa mencapai daerah tersebut juga masih kesulitan mengumpulkan informasi karena situasi yang tidak pasti dan aksi kekerasan terhadap warga etnis Rohingya.
Sejauh ini, berikut apa yang kami ketahui terjadi di Rakhine:
1. Pekan lalu, setelah berminggu-minggu terjadi ketegangan, militan dari Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau ARSA menyerang sedikitnya 25 pos polisi
2. Bentrokan terjadi di banyak wilayah, kadang melibatkan penduduk desa Rohingya yang bergabung dengan kelompok ARSA untuk melawan petugas keamanan
3. Namun di banyak kejadian, petugas keamanan, yang kadang didukung oleh warga Buddha bersenjata, membakar desa-desa Rohingya dan menembaki penduduk, menurut beberapa laporan
4. Komunitas Buddha juga diserang dan sebagian warganya terbunuh
PBB memperkirakan sekitar 40.000 warga Rohingya telah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh, dan mengisahkan soal kekerasan dan penyiksaan
Pada 29 Agustus, Wakil Perdana Menteri Turki, Mehmet Simsek, mencuitkan empat foto, yang menuntut komunitas internasional untuk menghentikan genosida etnis Rohingya.
Unggahannya itu dicuitkan ulang lebih dari 1.600 kali dan disukai oleh lebih dari 1.200 pembaca.
Namun dia kemudian dikritik akan keaslian foto-foto tersebut.
Tiga hari setelah unggahan pertamanya, dan karena banyak orang yang mempertanyakan foto-foto tersebut, Simsek menghapus cuitannya.


BBC telah mengaburkan sebagian dari foto-foto ini yang dianggap terlalu sadis untuk diperlihatkan. (BBC)
Foto pertama memperlihatkan jasad yang sudah membusuk dan paling sulit untuk diketahui sumbernya.
Sejumlah warga Myanmar yang mempertanyakan Simsek akan cuitan tersebut menyebut bahwa foto itu memperlihatkan korban badai Topan Nargis dari Mei 2008.
Yang lainnya mengatakan bahwa foto tersebut adalah para korban kecelakaan perahu di sungai di Myanmar.
Tak ada foto lain yang ditemukan yang terkait dengan dua peristiwa tersebut.
Namun foto itu muncul dalam beberapa situs dari tahun lalu (kami tidak menyediakan tautan ke situs-situs tersebut karena isinya yang grafis).
Artinya, foto tersebut bukan berasal dari aksi kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine.
BBC telah memastikan bahwa foto kedua, yang memperlihatkan seorang perempuan yang menangisi seorang pria yang tewas terikat di pohon, berasal dari Aceh, Indonesia, pada Juni 2003, oleh seorang fotografer yang bekerja di Reuters.
Foto ketiga, yang memperlihatkan dua bayi menangisi jasad ibunya, berasal dari Rwanda pada Juli 1994.
Foto tersebut diambil oleh Albert Facelly untuk Sipa, dan menjadi salah satu dari serangkaian foto yang memenangkan World Press Award.
Foto keempat, yang memperlihatkan orang-orang terendam di kanal, juga sulit untuk dilacak sumbernya, namun foto tersebut ditemukan di sebuah situs yang meminta dana untuk membantu korban banjir di Nepal, yang baru-baru ini terjadi.
Foto palsu?
Kini ada perang media sosial tentang warga etnis Rohingya karena kisah dari masing-masing pihak bersaing untuk saling mengalahkan.
Saya sendiri dibombardir oleh berbagai foto yang menunjukkan kekejaman, yang diklaim memperlihatkan korban pembunuhan massal, namun sebagian besar foto tersebut sulit diverifikasi.
Namun sebagian dari foto-foto tersebut jelas-jelas salah.
Satu foto yang dikirim ke saya (di bawah), yang dikatakan sedang memperlihatkan orang-orang milisi Rohingya berlatih dengan senjata, ternyata adalah foto dari relawan Bangladesh yang berjuang untuk kemerdekaan pada 1971.
Awal tahun ini, ketika tim dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB melakukan penelitian terhadap dugaan pelanggaran hak asasi di negara bagian Rakhine, mereka menolak menggunakan foto atau video yang tidak mereka ambil sendiri, karena sulitnya menilai keaslian materi tersebut.
Laporan mereka merinci secara detail metodologi mereka dalam verifikasi.
Namun temuan Komisi HAM PBB, akan adanya "kekejaman luar biasa" terhadap komunitas Rohingya, dan aksi yang menurut mereka bisa tergolong kejahatan kemanusiaan, ditolak oleh pemerintah Myanmar, yang kemudian menolak mengeluarkan visa bagi misi pencari fakta ke negara bagian Rakhine.
Informasi yang telah kami kumpulkan, yang berasal dari berbagai sumber berbeda dalam situasi terbaru di negara bagian Rakhine, memperlihatkan sebuah gambaran jelas akan konflik serius dengan korban jiwa yang besar.
Tampaknya ada kekejaman yang dilakukan oleh kedua belah pihak, namun situasinya tampak lebih buruk bagi etnis Rohingya, yang kini diserang oleh tentara dan warga sipil bersenjata.
Namun mendapatkan gambaran akurat akan apa yang terjadi membutuhkan waktu lama, mengingat minimnya akses yang diberikan bagi pengamat netral ke area tersebut.
Namun kampanye disinformasi media sosial akan menyulitkan sikap kedua belah pihak, dan malah bisa memperparah konflik.

Foto yang disebut merupakan bukti milisi Rohingya berlatih dengan senjata ternyata adalah foto relawan Bangladesh yang berjuang untuk kemerdekaan pada 1971. (Bettmann/Getty)
Berbarengan dengan terjadinya lagi berbagai tindak kekerasan di negara bagian Rakhine di utara Myanmar, berbagai foto menyesatkan juga dibagikan di media sosial.
Foto dan video yang diklaim berasal dari konflik tersebut telah banyak beredar.
Sebagian besar foto-foto itu sadis dan membuat marah, namun sebagian besarnya palsu.
Sebelumnya, ketidakpercayaan dan rivalitas antara kelompok muslim Rohingya dan sebagian besar penduduk Buddha di Rakhine telah memicu kekerasan antar-warga yang menyebabkan korban tewas.
Selama beberapa dekade, warga Rohingya mengalami perlakuan sewenang-wenang di Myanmar, dan kewarganegaraan mereka tidak diakui.
PERINGATAN: Artikel ini berisi foto-foto yang mungkin dianggap mengganggu oleh sebagian orang.
Informasi resmi sangat terbatas dan wartawan hanya punya akses yang terbatas ke wilayah tersebut.
Bahkan mereka yang bisa mencapai daerah tersebut juga masih kesulitan mengumpulkan informasi karena situasi yang tidak pasti dan aksi kekerasan terhadap warga etnis Rohingya.
Sejauh ini, berikut apa yang kami ketahui terjadi di Rakhine:
1. Pekan lalu, setelah berminggu-minggu terjadi ketegangan, militan dari Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan atau ARSA menyerang sedikitnya 25 pos polisi
2. Bentrokan terjadi di banyak wilayah, kadang melibatkan penduduk desa Rohingya yang bergabung dengan kelompok ARSA untuk melawan petugas keamanan
3. Namun di banyak kejadian, petugas keamanan, yang kadang didukung oleh warga Buddha bersenjata, membakar desa-desa Rohingya dan menembaki penduduk, menurut beberapa laporan
4. Komunitas Buddha juga diserang dan sebagian warganya terbunuh
PBB memperkirakan sekitar 40.000 warga Rohingya telah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh, dan mengisahkan soal kekerasan dan penyiksaan
Pada 29 Agustus, Wakil Perdana Menteri Turki, Mehmet Simsek, mencuitkan empat foto, yang menuntut komunitas internasional untuk menghentikan genosida etnis Rohingya.
Unggahannya itu dicuitkan ulang lebih dari 1.600 kali dan disukai oleh lebih dari 1.200 pembaca.
Namun dia kemudian dikritik akan keaslian foto-foto tersebut.
Tiga hari setelah unggahan pertamanya, dan karena banyak orang yang mempertanyakan foto-foto tersebut, Simsek menghapus cuitannya.
Spoiler for twit:


BBC telah mengaburkan sebagian dari foto-foto ini yang dianggap terlalu sadis untuk diperlihatkan. (BBC)
Foto pertama memperlihatkan jasad yang sudah membusuk dan paling sulit untuk diketahui sumbernya.
Sejumlah warga Myanmar yang mempertanyakan Simsek akan cuitan tersebut menyebut bahwa foto itu memperlihatkan korban badai Topan Nargis dari Mei 2008.
Yang lainnya mengatakan bahwa foto tersebut adalah para korban kecelakaan perahu di sungai di Myanmar.
Tak ada foto lain yang ditemukan yang terkait dengan dua peristiwa tersebut.
Namun foto itu muncul dalam beberapa situs dari tahun lalu (kami tidak menyediakan tautan ke situs-situs tersebut karena isinya yang grafis).
Artinya, foto tersebut bukan berasal dari aksi kekerasan terbaru di negara bagian Rakhine.
BBC telah memastikan bahwa foto kedua, yang memperlihatkan seorang perempuan yang menangisi seorang pria yang tewas terikat di pohon, berasal dari Aceh, Indonesia, pada Juni 2003, oleh seorang fotografer yang bekerja di Reuters.
Foto ketiga, yang memperlihatkan dua bayi menangisi jasad ibunya, berasal dari Rwanda pada Juli 1994.
Foto tersebut diambil oleh Albert Facelly untuk Sipa, dan menjadi salah satu dari serangkaian foto yang memenangkan World Press Award.
Foto keempat, yang memperlihatkan orang-orang terendam di kanal, juga sulit untuk dilacak sumbernya, namun foto tersebut ditemukan di sebuah situs yang meminta dana untuk membantu korban banjir di Nepal, yang baru-baru ini terjadi.
Foto palsu?
Kini ada perang media sosial tentang warga etnis Rohingya karena kisah dari masing-masing pihak bersaing untuk saling mengalahkan.
Saya sendiri dibombardir oleh berbagai foto yang menunjukkan kekejaman, yang diklaim memperlihatkan korban pembunuhan massal, namun sebagian besar foto tersebut sulit diverifikasi.
Namun sebagian dari foto-foto tersebut jelas-jelas salah.
Satu foto yang dikirim ke saya (di bawah), yang dikatakan sedang memperlihatkan orang-orang milisi Rohingya berlatih dengan senjata, ternyata adalah foto dari relawan Bangladesh yang berjuang untuk kemerdekaan pada 1971.
Awal tahun ini, ketika tim dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB melakukan penelitian terhadap dugaan pelanggaran hak asasi di negara bagian Rakhine, mereka menolak menggunakan foto atau video yang tidak mereka ambil sendiri, karena sulitnya menilai keaslian materi tersebut.
Laporan mereka merinci secara detail metodologi mereka dalam verifikasi.
Namun temuan Komisi HAM PBB, akan adanya "kekejaman luar biasa" terhadap komunitas Rohingya, dan aksi yang menurut mereka bisa tergolong kejahatan kemanusiaan, ditolak oleh pemerintah Myanmar, yang kemudian menolak mengeluarkan visa bagi misi pencari fakta ke negara bagian Rakhine.
Informasi yang telah kami kumpulkan, yang berasal dari berbagai sumber berbeda dalam situasi terbaru di negara bagian Rakhine, memperlihatkan sebuah gambaran jelas akan konflik serius dengan korban jiwa yang besar.
Tampaknya ada kekejaman yang dilakukan oleh kedua belah pihak, namun situasinya tampak lebih buruk bagi etnis Rohingya, yang kini diserang oleh tentara dan warga sipil bersenjata.
Namun mendapatkan gambaran akurat akan apa yang terjadi membutuhkan waktu lama, mengingat minimnya akses yang diberikan bagi pengamat netral ke area tersebut.
Namun kampanye disinformasi media sosial akan menyulitkan sikap kedua belah pihak, dan malah bisa memperparah konflik.
liputan6& detik
Dimari sumbu pendek udah nekan pemerintah putuskan hubungan diplomatik sampai kirim tentara, padahal pemerintah udah banyak sekali membantu meredakan konflik sampai mengirim logistik bantuan sejak awal kejadian, dan pemerintah harus hati2 mengingat menyangkut kedaulatan negara lain bila ingin membantu

Diubah oleh aghilfath 03-09-2017 08:59




anasabila dan sebelahblog memberi reputasi
2
4K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan