- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cerita Sri Mulyani: Menaikkan Pajak Tanpa Intimidasi Masyarakat


TS
aghilfath
Cerita Sri Mulyani: Menaikkan Pajak Tanpa Intimidasi Masyarakat
Spoiler for Cerita Sri Mulyani: Menaikkan Pajak Tanpa Intimidasi Masyarakat:

Quote:
Yogyakarta - Guna menciptakan keadilan dan membuat ekonomi nasional tumbuh merata, salah satu instrumen yang digunakan pemerintah adalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (23/8/2017).
"APBN adalah instrumennya, salah satunya, memang dia instrumen tapi bukan satu-satunya, ada instrumen moneter di bawah bank sentral, ada kebijakan investasi, perdagangan, energi yang semuanya di sektor riil, ada swasta ada BUMN dan faktor luar negeri, dan semuanya bisa saling mempengaruhi untuk menentukan apakah kita melakukan instrumen pada saat apa, dan melakukan apa, fiskal itu APBN," kata Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, instrumen fiksal yakni APBN jika disederhanakan hanya menjadi tiga kelompok, yakni penerimaan, belanja, dan pembiayaan. Dari kelompok tersebut nantinya akan dialokasikan anggaran sesuai dengan keperluan yang ingin dituju pemerintah, antara lain infrastruktur, kesehatan, pendidikan, mengentaskan kemiskinan, hingga ketimpangan.
"Dan kalau belanja dengan pendapatan tidak sama, belanja lebih besar dari pendapatan maka akan punya defisit, di situlah pembiayaan, bahasa anda utang, utang itu sebagian dari pembiayaan," papar Ani sapaan akrabnya.
Meski sebagai instrumen, APBN juga perlu dikelola dengan kredibel, sehat, efisien, dan kuat untuk mencapai apa yang sudah ditargetkan.
Pemerintah pada RAPBN 2018 telah menetapkan pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 3,5%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 13.500, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5,3%, harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Proce/ICP) US$ 48 per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1,2 juta setara minyak.
Dalam RAPBN 2018 yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), juga menetapkan penerimaan negara Rp 1.874 triliun, dengan belanja negara Rp 2.204 triliun. Sehingga masih memiliki defisit anggaran Rp 325,9 triliun yang merupakan utang dengan keseimbangan primer Rp 78,4 triliun.
"Kami mendesain bahwa APBN tidak menjadi shock, jadi memang defisit makin kecil tapi tidak dihilangkan, membuat ekonomi menjadi shock kalau langsung mengerem, kita tetap menjaga momentum ekonominya," jelas dia.
Tidak hanya itu, di dalam APBN yang sebagai instrumen juga terdapat beberapa kebijakan yang harus menjadi solusi bagi masyarakat. Seperti kebijakan perpajakan, di mana penerimaan ditargetkan tumbuh 9,3% di 2018.
"Sekarang melakukan reformasi pajak, dan kita lihat saya belajar semua dari expert masalah pajak itu bagaimana, kita dengarkan keluhan mereka, agar menaikkan penerimaan pajak tanpa membuat masyarakat diintimidasi, tapi negara yang tidak mampu mengumpulkan pajak maka tidak bisa disebut sebagai negara hadir, hadir itu tidak cuma datang contreng lalu absen, hadir itu memberikan solusi," tukas dia.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (23/8/2017).
"APBN adalah instrumennya, salah satunya, memang dia instrumen tapi bukan satu-satunya, ada instrumen moneter di bawah bank sentral, ada kebijakan investasi, perdagangan, energi yang semuanya di sektor riil, ada swasta ada BUMN dan faktor luar negeri, dan semuanya bisa saling mempengaruhi untuk menentukan apakah kita melakukan instrumen pada saat apa, dan melakukan apa, fiskal itu APBN," kata Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, instrumen fiksal yakni APBN jika disederhanakan hanya menjadi tiga kelompok, yakni penerimaan, belanja, dan pembiayaan. Dari kelompok tersebut nantinya akan dialokasikan anggaran sesuai dengan keperluan yang ingin dituju pemerintah, antara lain infrastruktur, kesehatan, pendidikan, mengentaskan kemiskinan, hingga ketimpangan.
"Dan kalau belanja dengan pendapatan tidak sama, belanja lebih besar dari pendapatan maka akan punya defisit, di situlah pembiayaan, bahasa anda utang, utang itu sebagian dari pembiayaan," papar Ani sapaan akrabnya.
Meski sebagai instrumen, APBN juga perlu dikelola dengan kredibel, sehat, efisien, dan kuat untuk mencapai apa yang sudah ditargetkan.
Pemerintah pada RAPBN 2018 telah menetapkan pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 3,5%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 13.500, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5,3%, harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Proce/ICP) US$ 48 per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1,2 juta setara minyak.
Dalam RAPBN 2018 yang telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), juga menetapkan penerimaan negara Rp 1.874 triliun, dengan belanja negara Rp 2.204 triliun. Sehingga masih memiliki defisit anggaran Rp 325,9 triliun yang merupakan utang dengan keseimbangan primer Rp 78,4 triliun.
"Kami mendesain bahwa APBN tidak menjadi shock, jadi memang defisit makin kecil tapi tidak dihilangkan, membuat ekonomi menjadi shock kalau langsung mengerem, kita tetap menjaga momentum ekonominya," jelas dia.
Tidak hanya itu, di dalam APBN yang sebagai instrumen juga terdapat beberapa kebijakan yang harus menjadi solusi bagi masyarakat. Seperti kebijakan perpajakan, di mana penerimaan ditargetkan tumbuh 9,3% di 2018.
"Sekarang melakukan reformasi pajak, dan kita lihat saya belajar semua dari expert masalah pajak itu bagaimana, kita dengarkan keluhan mereka, agar menaikkan penerimaan pajak tanpa membuat masyarakat diintimidasi, tapi negara yang tidak mampu mengumpulkan pajak maka tidak bisa disebut sebagai negara hadir, hadir itu tidak cuma datang contreng lalu absen, hadir itu memberikan solusi," tukas dia.
detik
mantab Bu, semua demi Indonesia yg lebih baik

0
2.3K
Kutip
31
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan