Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Tangkal Radikalisme Desa Jadi Pusat Ekonomi



PENGUATAN ekonomi perdesaan sejak dini dianggap bisa menangkal paham radikalisme dan terorisme. Jangan ada monopoli kegiatan ekonomi di satu tempat saja.



“Jadi, kalau ingin di Indonesia tidak subur terorisme, kegiatan ekonomi harus terpusat di desa, bukan lagi di Jakarta. Kalau di desa tersedia sumber-sumber ekonomi, ­orang desa tidak lagi menjadi beban di kota dan menjadi kaum miskin di sana karena menganggur menjadi pekerjaan,” kata Bupati Purwakarta Dedi Mul­yadi, kemarin.



Dedi melansir pendapat bahwa akibat tingkat peng­angguran itulah terjadi depresi di tengah masyarakat. Pada tahap selanjutnya, kondisi psikologis orang yang tengah mengalami depresi itu menjadi makanan empuk bagi para ideolog radikalisme dan terorisme.



Selain ekonomi, Dedi juga menyerukan penguatan kebudayaan sebagai ‘obat pe­nangkal’ dua paham yang hari ini menjadi musuh dunia internasional tersebut. Lagi-lagi identitas budaya di perdesaan, menurut dia, menjadi kunci bagi terpeliharanya warga negara Indonesia dari paham itu.



“Kalau ingin Indonesia tidak subur teroris, jangan ubah kebudayaan Indonesia menjadi kebudayaan lain. Indonesia harus tetap menjadi Indonesia,” tandasnya.



Pemeliharaan budaya di perdesaan harus dimulai dari pemeliharaan arsitektur dan tata ruang yang harus selalu ramah lingkungan. Kondisi itu akan berakibat pada rasa betah penghuninya sehingga tidak mencari suasana baru yang menurut mereka lebih nyaman.



Rekrut anak muda

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merekrut duta-duta damai dari kalang­an muda sebab infiltrasi gerakan radikal saat sekarang lebih banyak melalui media sosial. Di sisi lain, BNPT juga mengantisipasi kemungkinan aksi teror selain menggunakan bom, seperti memakai kendaraan atau pisau.



Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius mengungkapkan upaya pencegahan terhadap terorisme dan gerakan radikal terus digalakkan.



“Kami merekrut anak-anak muda yang terdiri dari para pegiat media sosial (medsos) yang memiliki pengikut banyak untuk menjadi duta damai. Sudah ada delapan kota yang dibentuk. Di tiap kota itu ada sekitar 60 bloger dan warganet yang ikut serta,” papar Suhardi seusai mengisi kuliah umum untuk mahasiswa baru di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah.



Menurut Suhardi, pihaknya merekrut anak-anak muda karena infiltrasi gerakan ideologi radikal menyasar pada anak-anak muda melalui medsos dan social messengger.



“Anak-anak muda menjadi sasaran brain washing. Karena itulah kami merekrut anak-anak muda sebagai duta damai khususnya pegiat medsos dengan pengikut banyak agar memberikan pencerahan dan kampanye deradikalisasi,” tuturnya.



Suhardi menambahkan, ­upaya deradikalisasi terhadap para mantan teroris atau yang terlibat dalam kasus terosisme terus digalakkan. Dari 600 mantan teroris yang mengikuti program deradikalisasi, hanya ada tiga orang yang melakukan aksi teror lagi yakni bom Thamrin, Cicendo, dan Kalimantan Timur.



Para mantan teroris tidak boleh dimarginalkan sehingga mereka bisa kembali dan meningggalkan ideologi radikal. Ia mencontohkan, di Lamongan ada 38 mantan teroris yang menjadi pasuk­an pengibar bendera Merah Putih dan menjadi petugas upacara HUT kemerdekaan RI. “Itu luar biasa dan belum pernah ada selama ini. Begitu juga di Deli Serdang, Sumatra Utara, anak-anak mantan teroris juga menjadi pengibar bendera. Jadi, mereka jangan dimarginalkan,” tegas Suhardi lagi. (LD/OL-4)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...omi/2017-08-23

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Perlu Upaya Ekstra Genjot Penerimaan Pajak

- RI-Cile Jajaki Sinergi Ekonomi

- Pengembang Lain Harus Tiru Lippo

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
307
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan