- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
SISIR TANAH , Lagu Lagunya Gak Cukup Didengar Sekali , Liriknya Juara !


TS
jalandiam
SISIR TANAH , Lagu Lagunya Gak Cukup Didengar Sekali , Liriknya Juara !



Quote:
Quote:



Daan selamat merenung

Quote:
Quote:
Siapin Kopinya dulu bree

Quote:
Yooo bree... temu lagi nih kita



Spoiler for 6 Hot Thread Terbaik JalanDiam :












Kopi siap ! Musik Siap ! Siap Siap Mulai Thread !!!!

===============
Buat yang kangen sama ane , terkhusus sipembuat thread lagu, bersyukurlah agan , karena hari ini akan terciptanya thread lagu paling kece sejagad KASKUS

Ane lagi ngopi nih , dijamin threadnya KEREN

-----------------------
SISIR TANAH


sebelum lebih lanjuut , yuk liat liat dulu artikel tentang sisir tanah by sisirtanah.com & rollingstone.co.id
Spoiler for PROFIL:
Sisir Tanah adalah proyek musik asal Bantul, DI Yogyakarta, yang didirikan pada 2010. Sisir Tanah dibuat untuk mewadahi karya-karya Bagus Dwi Danto. Lagu-lagu Sisir Tanah berawal dari catatan-catatan yang ditulis Bagus Dwi Danto sebelum maupun sesudah 2010. Setiap catatan adalah perasaan-perasaan yang tersusun dari berbagai watak. Ada optimisme, sarkasme, humor, kegembiraan, kekecewaan, juga kemarahan. Sejumlah lagu bicara soal-soal personal, beberapa lainnya berisi kritik sosial. Dalam rentang tema yang luas itu, benang merah yang menghubungkan pesan dalam lagu-lagu Sisir Tanah adalah cinta dan damai.
Nama Sisir Tanah diambil dari nama perkakas pertanian yang biasa dipakai untuk mengolah tanah, yakni garu. Bagi petani, garu berfungsi menghancurkan bongkahan tanah dan menggemburkannya sebelum ditanami. Sisir Tanah adalah padanan bahasa Indonesia untuk garu.
Dalam bermusik, Sisir Tanah yang personel utamanya hanya satu orang biasanya membawakan karya dengan iringan petikan gitar bolong dan sesekali tiupan harmonika. Namun, dalam sejumlah kesempatan Sisir Tanah juga bisa tampil diiringi sejumlah musisi lain dalam format full band. Sejak mula, Sisir Tanah tidak memilih jenis musik tertentu untuk ditekuni. Walaupun demikian, banyak orang memasukkan lagu-lagu karya Sisir Tanah dalam genre folk.
Musik, bagi Sisir Tanah adalah media yang mudah diterima siapa saja, melintasi berbagai ideologi, motif dan kepentingan. Oleh karena itu, musik bisa menjadi media yang digunakan untuk berbagai tujuan. Sebagai media, sebuah lagu bisa digunakan untuk menyemangati mereka yang tengah berjuang, sekaligus memberi kabar pada dunia luar agar mengetahui dan kemudian turut peduli pada mereka yang tengah membutuhkan dukungan. Di luar itu, musik dan lagu adalah seni yang bisa menghangatkan jiwa siapa saja yang mendengarnya.
Nama Sisir Tanah diambil dari nama perkakas pertanian yang biasa dipakai untuk mengolah tanah, yakni garu. Bagi petani, garu berfungsi menghancurkan bongkahan tanah dan menggemburkannya sebelum ditanami. Sisir Tanah adalah padanan bahasa Indonesia untuk garu.
Dalam bermusik, Sisir Tanah yang personel utamanya hanya satu orang biasanya membawakan karya dengan iringan petikan gitar bolong dan sesekali tiupan harmonika. Namun, dalam sejumlah kesempatan Sisir Tanah juga bisa tampil diiringi sejumlah musisi lain dalam format full band. Sejak mula, Sisir Tanah tidak memilih jenis musik tertentu untuk ditekuni. Walaupun demikian, banyak orang memasukkan lagu-lagu karya Sisir Tanah dalam genre folk.
Musik, bagi Sisir Tanah adalah media yang mudah diterima siapa saja, melintasi berbagai ideologi, motif dan kepentingan. Oleh karena itu, musik bisa menjadi media yang digunakan untuk berbagai tujuan. Sebagai media, sebuah lagu bisa digunakan untuk menyemangati mereka yang tengah berjuang, sekaligus memberi kabar pada dunia luar agar mengetahui dan kemudian turut peduli pada mereka yang tengah membutuhkan dukungan. Di luar itu, musik dan lagu adalah seni yang bisa menghangatkan jiwa siapa saja yang mendengarnya.
Spoiler for Bicara Album Baru:
Sebuah konser musik puitis dan humanis
Apa lagi yang masih bisa dikejar di gelombang musik folk tanah air tatkala Semakbelukar sudah sukses meremajakan musik Melayu, Silampukau menunjukan olah diksi sekelas pandai sastra, dan Payung Teduh telah membawanya ke pesta-pesta kimpoian?
Dalam laju kembang yang seakan sudah mencapai segala rupanya, Bagus Dwi Danto di balik nama panggung Sisir Tanah malah baru mulai menyapa pasar musik dengan merilis album perdana. Hebatnya, ia tidak terlihat terlambat.
Sisir Tanah sejatinya telah malang melintang, setidaknya sedari tujuh tahun lalu dari gebyar panggung seni, acara kampus sederhana, ataupun pengiring kegiatan-kegiatan aktivisme yang rentan dilabrak pihak-pihak represif juga taipan-taipan tanah. Seperti lirik di "Lagu Pejalan": "Kita berjalan saja masih terus berjalan. Meski pun kita tak tahu berapa jauh jalan ini nanti". Sisir Tanah hanya mencoba mengalir anteng dalam kiprah musikalnya. Anda tidak bisa berharap banyak bahwa ia akan melakukan langkah karier selazimnya yang diambil musikus di zaman ini. Keterlambatannya membuat akun Instagram—usai tujuh tahun tanpa media sosial—misalnya, jelas bukan karena sosoknya tidak laku. Padatnya penonton di IFI LIP malam itu ialah bukti kecil bahwa perilisan albumnya merupakan sebuah penantian yang lama terpendam, acap terluap dengan ekspresi kata "Akhirnya!".
Yogyakarta menjadi kota pamungkas, tempat meletakkan letih yang terakhir dalam rangkaian tur album Woh. Nuansa kepulangan ke kampung halaman hanya salah satu bagian emosional di konser malam itu. Sebelumnya, Fajar Merah sudah lebih dulu mengundang afeksi penonton lewat gubahan melodius dari puisi-puisi Wiji Thukul, terutama "Bunga dan Tembok" yang membuat adegan terakhir salah satu film lokal terbaik di tahun ini, Istirahatlah Kata-Kata kian meletup-letup. Fajar Merah memang kerap berkolaborasi atau tampil di acara yang sama dengan Sisir Tanah, sehingga dinamika emosi yang terbangun olehnya sudah sangat familier.
Beda lagi dengan Ananda Badudu yang malam itu mengalami demam panggung. Cukup jelas dari baris depan penonton untuk melihat tangan kirinya gemetaran ketika membentuk formasi kunci gitar. Ia sampai meminta waktu untuk melakukan senam jari yang sepertinya tak terlalu membantu. Namun, karena agaknya penonton dari awal tidak mengharapkan kesempurnaan teknis, kekikukannya ini tanpa sengaja justru menjadi hiburan tersendiri. Ini pertanda bahwa mungkin masih butuh penantian lebih bagi penggemar Banda Neira untuk kesiapan karya-karya baru Ananda Badudu.
Tanpa asap panggung yang menyembur lebat, atraksi visual, aksi teatrikal, atau gimmick apapun, Bagus Dwi Danto muncul menenteng gitar dengan rambut tergerai. "Lagu Baik" dimainkan seorang diri. Tak ada yang menarik dari kocokan gitarnya, melainkan apa yang terucap dari bibirnya: "Seumpama sedih, hidup memang tugas manusia / Dan jangan ada: benar tak akan pernah ada tempat yang sungguh merdeka." Ruang napas seakan menyempit ketika mendengar ia melagukan chorus: "Panjang umur keberanian mati kau ketidakadilan dan penindasan." Barang hanya sekian detik, Sisir Tanah sepertinya mampu membuat pendengarnya malu menyimpan ketakutan untuk melakukan perubahan.
Malam itu Bagus Dwi Danto mengenakan flanel hijau menyerupai ilustrasi karikatur Sisir Tanah yang ditampilkan di poster-posternya: sosok bergitar berdiri tegap dengan dedaunan yang menjulur keluar dari lehernya yang tanpa kepala. Kurang lebih begitulah imaji yang keluar dari sosok Danto dalam performanya, kokoh memancang bermasa-masa menjadi saksi ketidakadilan dan penindasan. Set sederhana garapan Risky Sasono berupa bohlam-bohlam yang tergantung laksana serpihan cahaya di antara balutan kegelapan. Selaras dengan lirik-lirik Sisir Tanah, kita diharapkan untuk terus menanam harapan, meski di tanah gersang.
Usai masih seorang diri membawakan "Lagu Romantis", repertoar berikutnya dibawakan dalam format band, termasuk "Jika Mungkin", "Lagu Hidup", "Lagu Lelah" sampai "Lagu Bahagia" dengan aransemen paling riang dan optimis yang dirilis sebagai single pertama. Di sela-selanya, Danto bercerita ihwal lawatan panjangnya menelusuri 17 kota rangkaian tur, termasuk perihal gitar pinjaman dari Endah N Resha yang digunakannya malam itu.
Pengalaman estetis paling intens di malam itu disuguhkan lewat "Konservasi Konflik", nomor berdurasi belasan menit yang menghadirkan atmosfir magis dari alat musik India berupa sitar dan tanpura. Mengingat lagu ini dulunya hampir selalu dibawakan dengan kocokan gitar kopong saja, boleh dibilang aransemen ini adalah jelajah musikal terjauh di seantero lagu-lagu Sisir Tanah. Cumiatkan unsur khayali dalam lirik berupa kolase kata di lagu tersebut yang silang sengketa, tubruk menubruk, melantur-lantur, tapi bernas bukan main. Larik "Tuan dan nyonya belajar logika sudah sampai mana?" selalu menjadi klimaks sekalian pintu keluar pendengar karena Sisir Tanah menawarkan keberpihakan dalam keabsurdannya.
Selain mempertemukan kembali musik folk dan musik protes akar rumput, Sisir Tanah juga menawarkan gaya lirik yang puitis namun bersahaja. Jika folk adalah tentang sesuatu yang transparan, apa adanya, steril dari pengemasan berlebih, maka Sisir Tanah adalah contoh idealnya. Itulah kenapa mendengar Sisir Tanah tidak seperti mendengar musikus berorasi, meski tujuannya bisa bersinggungan. Rapalan lirik-liriknya terdengar meluncur bebas dari pikiran dan pengalaman, begitu juga musiknya, bukan dari kebutuhan podium yang didesain sedemikian rupa.
Sayangnya, ini yang kemudian tereduksi oleh konsep penampilan yang lebih "terkemas" dibanding sebelumnya di penampilan malam itu. Format band sebagai pilihannya di sebagian materi album Woh masih bisa ditoleransi dalam tingkat tertentu, namun ternyata lebih mengganggu ketika dinikmati secara visual. Momen-momen sepi yang kontemplatif untuk dinikmati dengan kebulatan hati di antara bebunyian gitar yang lamat-lamat itu sulit ditemukan. Format solo di dua lagu pertama naga-naganya masih merupakan tatanan terbaik bagi Sisir Tanah untuk menyampaikan renungan-renungan khidmatnya.
Setidaknya, kembali ke format solo adalah bagaimana konser ini ditutup. Sesuai tajuknya, "Lagu Wajib" dituntut untuk dibawakan dan menghasilkan sing along. Penutupnya adalah "Lagu Istri" yang tidak termuat dalam album, melainkan memang sengaja diciptakan untuk istri Danto yang hadir malam itu. "Lagu untuk istriku dan semua istri di dunia," tukasnya.
Ada persembahan untuk istri, penampil lain yang grogi, dan banyak lagu yang mengingatkan bahwa tanah adalah kebutuhan dasar manusia yang wajib mati-matian dipertahankan. Konser malam itu adalah sebuah pentas yang merayakan kenyataan bahwa meski hampir seluruh jengkal waktu adalah tentang industri dan kapital, ternyata masih ada sejenak bagi kita untuk menjadi manusia seutuhnya.
Apa lagi yang masih bisa dikejar di gelombang musik folk tanah air tatkala Semakbelukar sudah sukses meremajakan musik Melayu, Silampukau menunjukan olah diksi sekelas pandai sastra, dan Payung Teduh telah membawanya ke pesta-pesta kimpoian?
Dalam laju kembang yang seakan sudah mencapai segala rupanya, Bagus Dwi Danto di balik nama panggung Sisir Tanah malah baru mulai menyapa pasar musik dengan merilis album perdana. Hebatnya, ia tidak terlihat terlambat.
Sisir Tanah sejatinya telah malang melintang, setidaknya sedari tujuh tahun lalu dari gebyar panggung seni, acara kampus sederhana, ataupun pengiring kegiatan-kegiatan aktivisme yang rentan dilabrak pihak-pihak represif juga taipan-taipan tanah. Seperti lirik di "Lagu Pejalan": "Kita berjalan saja masih terus berjalan. Meski pun kita tak tahu berapa jauh jalan ini nanti". Sisir Tanah hanya mencoba mengalir anteng dalam kiprah musikalnya. Anda tidak bisa berharap banyak bahwa ia akan melakukan langkah karier selazimnya yang diambil musikus di zaman ini. Keterlambatannya membuat akun Instagram—usai tujuh tahun tanpa media sosial—misalnya, jelas bukan karena sosoknya tidak laku. Padatnya penonton di IFI LIP malam itu ialah bukti kecil bahwa perilisan albumnya merupakan sebuah penantian yang lama terpendam, acap terluap dengan ekspresi kata "Akhirnya!".
Yogyakarta menjadi kota pamungkas, tempat meletakkan letih yang terakhir dalam rangkaian tur album Woh. Nuansa kepulangan ke kampung halaman hanya salah satu bagian emosional di konser malam itu. Sebelumnya, Fajar Merah sudah lebih dulu mengundang afeksi penonton lewat gubahan melodius dari puisi-puisi Wiji Thukul, terutama "Bunga dan Tembok" yang membuat adegan terakhir salah satu film lokal terbaik di tahun ini, Istirahatlah Kata-Kata kian meletup-letup. Fajar Merah memang kerap berkolaborasi atau tampil di acara yang sama dengan Sisir Tanah, sehingga dinamika emosi yang terbangun olehnya sudah sangat familier.
Beda lagi dengan Ananda Badudu yang malam itu mengalami demam panggung. Cukup jelas dari baris depan penonton untuk melihat tangan kirinya gemetaran ketika membentuk formasi kunci gitar. Ia sampai meminta waktu untuk melakukan senam jari yang sepertinya tak terlalu membantu. Namun, karena agaknya penonton dari awal tidak mengharapkan kesempurnaan teknis, kekikukannya ini tanpa sengaja justru menjadi hiburan tersendiri. Ini pertanda bahwa mungkin masih butuh penantian lebih bagi penggemar Banda Neira untuk kesiapan karya-karya baru Ananda Badudu.
Tanpa asap panggung yang menyembur lebat, atraksi visual, aksi teatrikal, atau gimmick apapun, Bagus Dwi Danto muncul menenteng gitar dengan rambut tergerai. "Lagu Baik" dimainkan seorang diri. Tak ada yang menarik dari kocokan gitarnya, melainkan apa yang terucap dari bibirnya: "Seumpama sedih, hidup memang tugas manusia / Dan jangan ada: benar tak akan pernah ada tempat yang sungguh merdeka." Ruang napas seakan menyempit ketika mendengar ia melagukan chorus: "Panjang umur keberanian mati kau ketidakadilan dan penindasan." Barang hanya sekian detik, Sisir Tanah sepertinya mampu membuat pendengarnya malu menyimpan ketakutan untuk melakukan perubahan.
Malam itu Bagus Dwi Danto mengenakan flanel hijau menyerupai ilustrasi karikatur Sisir Tanah yang ditampilkan di poster-posternya: sosok bergitar berdiri tegap dengan dedaunan yang menjulur keluar dari lehernya yang tanpa kepala. Kurang lebih begitulah imaji yang keluar dari sosok Danto dalam performanya, kokoh memancang bermasa-masa menjadi saksi ketidakadilan dan penindasan. Set sederhana garapan Risky Sasono berupa bohlam-bohlam yang tergantung laksana serpihan cahaya di antara balutan kegelapan. Selaras dengan lirik-lirik Sisir Tanah, kita diharapkan untuk terus menanam harapan, meski di tanah gersang.
Usai masih seorang diri membawakan "Lagu Romantis", repertoar berikutnya dibawakan dalam format band, termasuk "Jika Mungkin", "Lagu Hidup", "Lagu Lelah" sampai "Lagu Bahagia" dengan aransemen paling riang dan optimis yang dirilis sebagai single pertama. Di sela-selanya, Danto bercerita ihwal lawatan panjangnya menelusuri 17 kota rangkaian tur, termasuk perihal gitar pinjaman dari Endah N Resha yang digunakannya malam itu.
Pengalaman estetis paling intens di malam itu disuguhkan lewat "Konservasi Konflik", nomor berdurasi belasan menit yang menghadirkan atmosfir magis dari alat musik India berupa sitar dan tanpura. Mengingat lagu ini dulunya hampir selalu dibawakan dengan kocokan gitar kopong saja, boleh dibilang aransemen ini adalah jelajah musikal terjauh di seantero lagu-lagu Sisir Tanah. Cumiatkan unsur khayali dalam lirik berupa kolase kata di lagu tersebut yang silang sengketa, tubruk menubruk, melantur-lantur, tapi bernas bukan main. Larik "Tuan dan nyonya belajar logika sudah sampai mana?" selalu menjadi klimaks sekalian pintu keluar pendengar karena Sisir Tanah menawarkan keberpihakan dalam keabsurdannya.
Selain mempertemukan kembali musik folk dan musik protes akar rumput, Sisir Tanah juga menawarkan gaya lirik yang puitis namun bersahaja. Jika folk adalah tentang sesuatu yang transparan, apa adanya, steril dari pengemasan berlebih, maka Sisir Tanah adalah contoh idealnya. Itulah kenapa mendengar Sisir Tanah tidak seperti mendengar musikus berorasi, meski tujuannya bisa bersinggungan. Rapalan lirik-liriknya terdengar meluncur bebas dari pikiran dan pengalaman, begitu juga musiknya, bukan dari kebutuhan podium yang didesain sedemikian rupa.
Sayangnya, ini yang kemudian tereduksi oleh konsep penampilan yang lebih "terkemas" dibanding sebelumnya di penampilan malam itu. Format band sebagai pilihannya di sebagian materi album Woh masih bisa ditoleransi dalam tingkat tertentu, namun ternyata lebih mengganggu ketika dinikmati secara visual. Momen-momen sepi yang kontemplatif untuk dinikmati dengan kebulatan hati di antara bebunyian gitar yang lamat-lamat itu sulit ditemukan. Format solo di dua lagu pertama naga-naganya masih merupakan tatanan terbaik bagi Sisir Tanah untuk menyampaikan renungan-renungan khidmatnya.
Setidaknya, kembali ke format solo adalah bagaimana konser ini ditutup. Sesuai tajuknya, "Lagu Wajib" dituntut untuk dibawakan dan menghasilkan sing along. Penutupnya adalah "Lagu Istri" yang tidak termuat dalam album, melainkan memang sengaja diciptakan untuk istri Danto yang hadir malam itu. "Lagu untuk istriku dan semua istri di dunia," tukasnya.
Ada persembahan untuk istri, penampil lain yang grogi, dan banyak lagu yang mengingatkan bahwa tanah adalah kebutuhan dasar manusia yang wajib mati-matian dipertahankan. Konser malam itu adalah sebuah pentas yang merayakan kenyataan bahwa meski hampir seluruh jengkal waktu adalah tentang industri dan kapital, ternyata masih ada sejenak bagi kita untuk menjadi manusia seutuhnya.
Saya gak bisa berbicara banyak disini , karena saya bukan jurnalis , saya hanyalah penikmat karya karya indah yang dibalut suara

Dan soal sisir tanah ini , saya baru mengenalnya kira kira 1 tahun yang lalu , pertama kali denger , langsung jatuh cinta sama pemilihan diksi yang membuat kita para pendengar menjadi BERTANYA TANYA apa maksud tersurat dan tersirat dari lagu lagunya SISIR TANAH ini

Ok , udah segitu aja ya kata pra katanya

Btw , jangan dengerin lagu ini pas lagi ngerjain tugas yaa , bakalan teralihkan fokusnya nanti

Quote:
Quote:
Dan Inilah Lagu Lagu Sisir Tanah 

Quote:
Quote:
Lagu Bahagia
Spoiler for vid:

Quote:
Sekelumit Lirik
"Jika aku adalah cinta
Aku hanya ingin mencinta
Menjadi kupu-kupu
Menjadi kupu-kupu di perutmu
Menjadi bunga-bunga di benakmu
Jika aku adalah cinta
Aku hanya ingin mencinta
Menjadi lagu-lagu
Menjadi lagu-lagu telingamu
Menjadi buku-buku pikiranmu "
"Jika aku adalah cinta
Aku hanya ingin mencinta
Menjadi kupu-kupu
Menjadi kupu-kupu di perutmu
Menjadi bunga-bunga di benakmu
Jika aku adalah cinta
Aku hanya ingin mencinta
Menjadi lagu-lagu
Menjadi lagu-lagu telingamu
Menjadi buku-buku pikiranmu "
Quote:
Lagu Wajib
Spoiler for vid:

Quote:
Sekelumit Lirik
" Yang wajib dari hujan adalah basah
Yang wajib dari basah adalah tanah
Yang wajib dari tanah adalah hutan
Yang wajib dari hutan adalah tanam
Yang wajib dari tanam adalah tekad
Yang wajib dari tekad adalah hati
Yang wajib dari hati adalah kata
Yang wajib dari kata adalah tanya
Yang wajib dari tanya adalah kita
Yang wajib dari kita adalah cinta
Yang wajib dari cinta adalah mesra
Yang wajib dari mesra adalah rasa
Yang wajib dari rasa adalah luka"
" Yang wajib dari hujan adalah basah
Yang wajib dari basah adalah tanah
Yang wajib dari tanah adalah hutan
Yang wajib dari hutan adalah tanam
Yang wajib dari tanam adalah tekad
Yang wajib dari tekad adalah hati
Yang wajib dari hati adalah kata
Yang wajib dari kata adalah tanya
Yang wajib dari tanya adalah kita
Yang wajib dari kita adalah cinta
Yang wajib dari cinta adalah mesra
Yang wajib dari mesra adalah rasa
Yang wajib dari rasa adalah luka"
Quote:
Lagu Pejalan
Spoiler for vid:

Quote:
Sekelumit Lirik
" Siapakah kita ini manusia?
Yang dalam diam riuh, ragu, dan tak mampu
Ada rahasia, tidak rahasia
Ada di sini, ada di situ, diseret-seret waktu
Kita berjalan saja masih, terus berjalan
Meskipun kita tak tahu
Berapa jauh jalan ini nanti
Dan kita tak juga rela tunduk pada jarak
Dan kita tak juga rela tunduk pada jarak"
" Siapakah kita ini manusia?
Yang dalam diam riuh, ragu, dan tak mampu
Ada rahasia, tidak rahasia
Ada di sini, ada di situ, diseret-seret waktu
Kita berjalan saja masih, terus berjalan
Meskipun kita tak tahu
Berapa jauh jalan ini nanti
Dan kita tak juga rela tunduk pada jarak
Dan kita tak juga rela tunduk pada jarak"
Quote:
Lagu Hidup
Spoiler for vid:

Quote:
Sekelumit Lirik
" Kita akan selalu butuh tanah
Kita akan selalu butuh air
Kita akan selalu butuh udara
Jadi teruslah merawat
Jika kau masih cinta kawan dan saudara
Jika kau masih cinta kampung halamanmu
Jika kau cinta jiwa raga yang merdeka
Tetap saling melindungi
Dan harus berani, harus berani
Jika orang-orang serakah datang
Harus dihadang"
" Kita akan selalu butuh tanah
Kita akan selalu butuh air
Kita akan selalu butuh udara
Jadi teruslah merawat
Jika kau masih cinta kawan dan saudara
Jika kau masih cinta kampung halamanmu
Jika kau cinta jiwa raga yang merdeka
Tetap saling melindungi
Dan harus berani, harus berani
Jika orang-orang serakah datang
Harus dihadang"
Quote:
Lagu Romantis
Spoiler for vid:

Quote:
Sekelumit Lirik
" Kasih, melangkah denganku
Lalui luka, hadapi gelap
Kasih, pegang erat tanganku
Nikmati gitar, tanpa air mata
Menarilah... Tergelincir...
Berlumur tanah, hapus gelisah
Kasih, basahi jiwaku
Sirami rasa, suburkan cinta
Menarilah... Tergelincir...
Berlumur tanah, hapus gelisah
Menarilah... Tergelincir...
Berlumur tanah, hapus gelisah
Hapus gelisah, hapus gelisah"
" Kasih, melangkah denganku
Lalui luka, hadapi gelap
Kasih, pegang erat tanganku
Nikmati gitar, tanpa air mata
Menarilah... Tergelincir...
Berlumur tanah, hapus gelisah
Kasih, basahi jiwaku
Sirami rasa, suburkan cinta
Menarilah... Tergelincir...
Berlumur tanah, hapus gelisah
Menarilah... Tergelincir...
Berlumur tanah, hapus gelisah
Hapus gelisah, hapus gelisah"
Quote:
Quote:
Itulah Lagu Lagunya 
Kurang ??? Nih ane kasih lagi , LAYUR - SEKELUMIT
Masih kurang ??? Main Main lah ke thread ane yang lain

Kurang ??? Nih ane kasih lagi , LAYUR - SEKELUMIT

Masih kurang ??? Main Main lah ke thread ane yang lain

===================
Yap , itu aja dari ane
Yap , itu aja dari ane

======================
Khusus Penikmat Anime , Silahkan kunjungi Thread Di bawah ini Gan Sis
Summer 2017 Anime Review : Beri Penilaian Anime yang Telah Kalian Tonton
Khusus Penikmat Anime , Silahkan kunjungi Thread Di bawah ini Gan Sis

Summer 2017 Anime Review : Beri Penilaian Anime yang Telah Kalian Tonton
0
4K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan