- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Orang Tionghoa di Bisnis Jamu: Jago Hingga Nyonya Meneer


TS
sebelasebelas
Orang Tionghoa di Bisnis Jamu: Jago Hingga Nyonya Meneer
Menurut Christoph Antons dalam bukuTraditional Knowledge, Traditional Cultural Expressions, and Intellectual (2009), perusahaan jamu pertama, didirikan oleh dua orang perempuan peranakan di Surabaya pada 1910. Jamu mereka terdaftar sebagai merek: Djamoe Ibu cap 2 Njonja.” Dua peranakan Tionghoa yang dimaksud adalah Tan Swan Nio dan putrinya, Siem Tjiong Nio. Jamu ini masih ada, di bawah naungan PT Jamu Iboe.
Delapan tahun sejak 1910, suami istri Phoa Tjong Kwan (T.K. Suprana) dan Tjia Kiat Nio (Mak Jago) berkolaborasi membangun bisnis jamu. “Tahun 1918, dengan produk serbuk jamu revolusionernya itu, TK Suprana mendirikan usaha warungan dengan produk yang diberi nama: Djamoe Djago,” seperti tercatat dalam buku 1.000 tahun Nusantara (2000).
Menurut salah satu penerus, Jaya Suprana—yang kondang dengan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), “Jamu Jago didirikan 1918 di Wonogiri,” tulisnya dalam Naskah-Naskah Kompas (2009). “TK Suprana memproses ramuan jamu menjadi bentuk produk serbuk, hingga memungkinkan ramuan jamu diproduksi secara massal.”
Selain Jamu Iboe, Jamu Jago dan Nyonya Meneer, merek lain yang agak lebih muda adalah: Sido Muncul (1951).
Pendirinya adalah pasutri Siem Thiam Hie dengan Go Djing Nio (alias Rakhmat Sulistio). Menurut www.sidomuncul.id, pasangan ini mengalami jatuh bangun dalam usahanya ini pernah bisnis pemerahan di Ambarawa (yang bangkrut pada malaise 1929) dan roti dengan nama Roti Muncul di Solo (1930). Berbekal kemampuan Go Djing Nio dalam meracik rempah dan jamu, mereka pindah ke Yogyakarta (1935) untuk membuka toko jamu.
Pada 1941, mereka meracik Tolak Angin, yang kala itu dinamai Jamu Tujuh Angin. Namun, perusahaan mereka baru berdiri pada 1951 di Semarang. Setelah Sido Muncul, pada 1963 muncul juga perusahaan jamu Air Mancur di Solo. Menurut www.airmancur.co.id. Perusahaan ini didirikan oleh Lambertus Wonosantoso, Rudy Hindrotanojo, dan Kimun Ongkosandjojo.
Sumber: tirto.id
Tolak angin aja kayakny yg masih eksis
Delapan tahun sejak 1910, suami istri Phoa Tjong Kwan (T.K. Suprana) dan Tjia Kiat Nio (Mak Jago) berkolaborasi membangun bisnis jamu. “Tahun 1918, dengan produk serbuk jamu revolusionernya itu, TK Suprana mendirikan usaha warungan dengan produk yang diberi nama: Djamoe Djago,” seperti tercatat dalam buku 1.000 tahun Nusantara (2000).
Menurut salah satu penerus, Jaya Suprana—yang kondang dengan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), “Jamu Jago didirikan 1918 di Wonogiri,” tulisnya dalam Naskah-Naskah Kompas (2009). “TK Suprana memproses ramuan jamu menjadi bentuk produk serbuk, hingga memungkinkan ramuan jamu diproduksi secara massal.”
Selain Jamu Iboe, Jamu Jago dan Nyonya Meneer, merek lain yang agak lebih muda adalah: Sido Muncul (1951).
Pendirinya adalah pasutri Siem Thiam Hie dengan Go Djing Nio (alias Rakhmat Sulistio). Menurut www.sidomuncul.id, pasangan ini mengalami jatuh bangun dalam usahanya ini pernah bisnis pemerahan di Ambarawa (yang bangkrut pada malaise 1929) dan roti dengan nama Roti Muncul di Solo (1930). Berbekal kemampuan Go Djing Nio dalam meracik rempah dan jamu, mereka pindah ke Yogyakarta (1935) untuk membuka toko jamu.
Pada 1941, mereka meracik Tolak Angin, yang kala itu dinamai Jamu Tujuh Angin. Namun, perusahaan mereka baru berdiri pada 1951 di Semarang. Setelah Sido Muncul, pada 1963 muncul juga perusahaan jamu Air Mancur di Solo. Menurut www.airmancur.co.id. Perusahaan ini didirikan oleh Lambertus Wonosantoso, Rudy Hindrotanojo, dan Kimun Ongkosandjojo.
Sumber: tirto.id
Tolak angin aja kayakny yg masih eksis


tien212700 memberi reputasi
1
2.5K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan