- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hasil Ijtima Ulama IV: Dana Haji adalah Milik Jemaah


TS
aghilfath
Hasil Ijtima Ulama IV: Dana Haji adalah Milik Jemaah
Spoiler for Hasil Ijtima Ulama IV: Dana Haji adalah Milik Jemaah:

Quote:
KOMPAS.com – Dana haji yang terakumulasi di rekening pemerintah akibat panjangnya antrean para calon jemaah haji untuk bisa berangkat ke Tanah Suci, kembali jadi polemik. Namun, jauh-jauh hari sudah ada ijtima dari para ulama mengenai polemik ini.
“Dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syar’i adalah milik pendaftar (calon jamaah haji),” menjadi butir pertama dari Hasil Ijtima Ulama IV Komisi B-2 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada 2012.
Konsekuensi langsungnya, apabila calon jemaah haji meninggal atau sebelum berangkat ke Tanah Suci atau berhalangan yang dibenarkan secara syariah untuk berhaji, dana tersebut harus kembali kepada yang bersangkutan atau ahli warisnya.
Hasil ijtima yang sama menjelaskan, dana haji yang mengendap di rekening Menteri Agama memang boleh digunakan. Namun, penyaluran pemanfaatannya (tasharruf) harus untuk hal-hal produktif yang dikelola dengan mitigasi tinggi atas risiko.
Menurut hasil ijtima ini, pemerintah atas nama pemilik dana dipersilakan mentasharrufkan dana tersebut ke sektor halal.
“(Sektor halal itu) yaitu sektor yang terhindar dari maisir, gharar, riba, dan lain-lain,” bunyi ijtima tersebut.
Maisir, terjemahan awamnya adalah perjudian, kegiatan spekulatif, atau perolehan usaha untung-untungan. Adapun gharar secara awam berarti kegiatan tanpa perhitungan, cenderung tidak pasti dan memiliki risiko tinggi.
Istilah riba relatif lebih sering terdengar dalam percakapan awam. Namun, definisinya juga bukan sesederhana bunga bank, melainkan semua pengambilan tambahan hasil atau keuntungan yang dilakukan dengan melanggar prinsip muamalah dalam hukum Islam.
Forum Ijtima Ulama IV berlangsung di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 29 Juni 2012 sampai 2 Juli 2012. Pembahasan soal dana haji ini masuk dalam “bundel” Masalah Fikih Kontemporer-II yang dikaji Komisi B-2 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Kedudukan hukum hasil ijtima tidak serta merta menjadi fatwa. Namun, bukan sekali atau dua kali, hasil ijtima ulama “naik kelas” menjadi fatwa.
Pada forum Ijtima Ulama IV, MUI juga menyatakan dorongan untuk menjadikan hasil ijtima ulama sebagai salah satu dasar bagi hukum positif di Indonesia.
Selengkapnya hasil Ijtima Ulama IV yang tiga tema di antaranya membahas soal dana terkait haji, dapat dilihat di link ini.
Polemik mengenai dana haji kembali mencuat, setelah Presiden Joko Widodo pada Rabu (26/7/2017) menyatakan pemerintah berencana memanfaatkan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur.
“Dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syar’i adalah milik pendaftar (calon jamaah haji),” menjadi butir pertama dari Hasil Ijtima Ulama IV Komisi B-2 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada 2012.
Konsekuensi langsungnya, apabila calon jemaah haji meninggal atau sebelum berangkat ke Tanah Suci atau berhalangan yang dibenarkan secara syariah untuk berhaji, dana tersebut harus kembali kepada yang bersangkutan atau ahli warisnya.
Hasil ijtima yang sama menjelaskan, dana haji yang mengendap di rekening Menteri Agama memang boleh digunakan. Namun, penyaluran pemanfaatannya (tasharruf) harus untuk hal-hal produktif yang dikelola dengan mitigasi tinggi atas risiko.
Menurut hasil ijtima ini, pemerintah atas nama pemilik dana dipersilakan mentasharrufkan dana tersebut ke sektor halal.
“(Sektor halal itu) yaitu sektor yang terhindar dari maisir, gharar, riba, dan lain-lain,” bunyi ijtima tersebut.
Maisir, terjemahan awamnya adalah perjudian, kegiatan spekulatif, atau perolehan usaha untung-untungan. Adapun gharar secara awam berarti kegiatan tanpa perhitungan, cenderung tidak pasti dan memiliki risiko tinggi.
Istilah riba relatif lebih sering terdengar dalam percakapan awam. Namun, definisinya juga bukan sesederhana bunga bank, melainkan semua pengambilan tambahan hasil atau keuntungan yang dilakukan dengan melanggar prinsip muamalah dalam hukum Islam.
Forum Ijtima Ulama IV berlangsung di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 29 Juni 2012 sampai 2 Juli 2012. Pembahasan soal dana haji ini masuk dalam “bundel” Masalah Fikih Kontemporer-II yang dikaji Komisi B-2 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Kedudukan hukum hasil ijtima tidak serta merta menjadi fatwa. Namun, bukan sekali atau dua kali, hasil ijtima ulama “naik kelas” menjadi fatwa.
Pada forum Ijtima Ulama IV, MUI juga menyatakan dorongan untuk menjadikan hasil ijtima ulama sebagai salah satu dasar bagi hukum positif di Indonesia.
Selengkapnya hasil Ijtima Ulama IV yang tiga tema di antaranya membahas soal dana terkait haji, dapat dilihat di link ini.
Polemik mengenai dana haji kembali mencuat, setelah Presiden Joko Widodo pada Rabu (26/7/2017) menyatakan pemerintah berencana memanfaatkan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur.
Quote:
Hasil Ijtima’ Ulama IV: Masalah Fikih Kontemporer – II
Minggu, 01 Juli 2012 22:41
HASIL IJTIMA’ ULAMA IV
MASAIL FIQHIYYAH MU’ASHIRAH
(MASALAH FIKIH KONTEMPORER)
KOMISI B-2
Minggu, 01 Juli 2012 22:41
HASIL IJTIMA’ ULAMA IV
MASAIL FIQHIYYAH MU’ASHIRAH
(MASALAH FIKIH KONTEMPORER)
KOMISI B-2
TEMA PEMBAHASAN:
1. Dana Talangan Haji
2. Status Kepemilikan Setoran BPIH
3. Hukum Penempatan Dana BPIH di Bank Konvensional
4. Formalin, Boraks dan Bahan Kimia
5. Status Hukum Tanah Masjid
6. Shalat Jumat di gedung serbaguna
7. Vasektomi
I
DANA TALANGAN HAJI
DAN ISTITHA’AH UNTUK MENUNAIKAN HAJI
KETETAPAN HUKUM
DANA TALANGAN HAJI
DAN ISTITHA’AH UNTUK MENUNAIKAN HAJI
KETETAPAN HUKUM
1. Hukum pembiayaan pengurusan haji oleh lembaga keuangan syariah adalah boleh (mubah/ja’iz) dengan syarat mengikuti/taat pada dhawabith yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, yang ketentuannya antara lain : LKS hanya mendapat ujrah (fee/upah) atas jasa pengurusan haji, sedangkan qardl yang timbul sebagai dana talangan haji tidak boleh dikenakan tambahan.
2. Istitha’ah adalah syarat wajib haji (bukan syarat sah haji), Upaya untuk mendapatkan porsi haji dengan cara memperoleh dana talangan haji dari LKS adalah boleh, karena hal itu merupakan usaha/kasab/ ikhtiar dalam rangka menunaikan haji. Namun demikian, kaum muslimin tidak sepatutnya memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah haji sebelum benar-benar istitha’ah dan tidak dianjurkan untuk memperoleh dana talangan haji terutama dalam kondisi antrian haji yang sangat panjang seperti saat ini. Sebaiknya yang bersangkutan tidak menunaikan ibadah haji sebelum pembiayaan talangan haji dari LKS dilunasi.
3. Pihak pemberi dana talangan haji wajib melakukan seleksi dan memilih nasabah penerima dana talangan haji tersebut dari sisi kemampuan finansial, standar penghasilan, persetujuan suami/istri serta tenor pembiayaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin tidak terabaikannya kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab nasabah seperti nafkah keluarga.
4. Pemerintah c/q Bank Indonesia boleh memberlakukan kebijakan pembatasan kepada perbankan dalam menyalurkan pembiayaan dana talangan haji bila diperlukan.
REKOMENDASI
1. Kepada Bank Indonesia Meningkatkan pengawasan pelaksanaan
2. mengingat bahwa saat ini jumlah waiting list sudah sangat panjang maka Kegiatan MLM Haji
II
STATUS KEPEMILIKAN DANA SETORAN BPIH
YANG MASUK DAFTAR TUNGGU (WAITING LIST)
KETETAPAN HUKUM
STATUS KEPEMILIKAN DANA SETORAN BPIH
YANG MASUK DAFTAR TUNGGU (WAITING LIST)
KETETAPAN HUKUM
1. Dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syar’i adalah milik pendaftar (calon jamaah haji); oleh sebab itu, apabila yang bersangkutan meninggal atau ada halangan syar’i yang membuat calon jamaah haji yang bersangkutan gagal berangkat, maka dana setoran haji wajib dikembalikan kepada calon jama’ah haji atau ahli warisnya.
2. Dana setoran haji calon jamaah yang termasuk daftar tunggu yang terdapat dalam rekening Menteri Agama, selayaknya ditasharrufkan untuk hal-hal yang produktif serta dikelola dengan mitigasi risiko yang tinggi; oleh karena itu, atas nama pemilik, pemerintah disilakan mentasharrufkan dana tersebut pada sektor yang halal; yaitu sektor yang terhindar dari maisir, gharar, riba, dan lain-lain; membiarkan dana tersebut mengendap dalam rekening pemerintah tidaklah termasuk perbuatan bijak dan baik;
3 . Dana hasil tasharruf adalah milik calon jamaah haji yang termasuk dalam daftar tunggu (antara lain sebagai penambah dana simpanan calon jamaah haji atau pengurang biaya haji yang riil/nyata); sebagai pengelola, pemerintah (Kementerian Agama) berhak mendapatkan imbalan (ujrah) yang wajar/tidak berlebihan sebagai dijelaskan dalam hadits ibn Umar tentang hak pengelola wakaf.
III
HUKUM PENEMPATAN DANA BPIH PADA BANK KONVENSIONAL
KETETAPAN HUKUM
HUKUM PENEMPATAN DANA BPIH PADA BANK KONVENSIONAL
KETETAPAN HUKUM
1. Dana BPIH tidak boleh (haram) ditempatkan di bank-bank ribawi (konvensional); karena haji adalah perbuatan ibadah yang suci yang harus terhindar dari yang haram dan syubhat;
2. Dana BPIH seharusnya ditempatkan oleh pemerintah pada bank-bank syariah; karena bank-bank syariah eroperasi sesuai syariah yang substansi/ruhnya sejalan dalam mendukung kesucian ibadah haji (karena terhindar dari transaksi yang diharamkan; dan mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah;
IV
FORMALIN DAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA UNTUK PANGAN
KETENTUAN HUKUM
FORMALIN DAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA UNTUK PANGAN
KETENTUAN HUKUM
1. Dalam hal makanan, Islam mewajibkan umatnya mengonsumsi yang halal dan thayyib. Sebaliknya, mengharamkan untuk mengonsumsi yang haram atau yang membayakan kesehatan atau jiwa.
2. Penggunaan bahan kimia yang berbahaya untuk pangan antara lain formalin, boraks , rhodamin B, methanil yellow, dan amarant adalah haram hukumnya. Keharaman tersebut karena dua hal : Pertama, perbuatan dalam bentuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan orang lain/konsumen, dalam hal ini membahayakan kesehatan, bahkan nyawa orang lain. Kedua, ada unsur pembohongan/kizib dan pengkelabuan/pengkhianatan (tadlis /ghisy) dalam jual beli yang dilakukannya terhadap konsumen. Kedua hal tersebut jelas haram hukumnya.
Pelaku usaha pangan yang menggunakan bahan kimia berbahaya adalah berdosa dan termasuk dosa besar apabila menjadi penyebab kematian konsumen. Dalam hal ini pelakunya dapat dijatuhi hukuman seberat-beratnya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
REKOMENDASI
1. Menghimbau pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana pengganti dari bahan-bahan kimia berbahaya tersebut, seperti pembangunan pabrik-pabrik es yang bersubsidi agar terjangkau oleh pedagang dan konsumen ekonomi lemah.
2. Melakukan penyuluhan terpadu kepada masyarakat akan bahaya penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut dalam produk pangan.
3. Melakukan pengawasan dan pembinaan kepada para pengusaha pangan dan pihak-pihak yang terkait dengan bahan-bahan kimia berbahaya tersebut.
4. Meminta pemerintah meningkatkan penelitian tentang bahan alternatif pengawet aman konsumsi.
5. Menghimbau pemerintah agar mensosialisasikan bahan pengawet yang aman untuk dikonsumsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada serta memfasilitasi sarana dan prasarana.
V
STATUS TANAH MASJID
A. KETENTUAN HUKUM
STATUS TANAH MASJID
A. KETENTUAN HUKUM
1. 1. Tanah masjid wajib berstatus wakaf, maka tanah masjid yang belum berstatus wakaf harus diusahakan untuk disertifikasi wakaf.
2. 2. Peruntukan harta benda wakaf dan status tanah wakaf tidak boleh diubah kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ketiga tahun 2009.
B. REKOMENDASI
1. Agar umat Islam Indonesia memahami hukum fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan tentang wakaf, ulama, cendekiawan dan organisasi kemasyarakatan Islam lebih meningkatkan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang wakaf kepada masyarakat.
2. Agar Pemerintah bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia lebih meningkatkan sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang wakaf kepada masyarakat.
3. Biaya sertifikasi tanah wakaf ditanggung oleh Negara melalui kementrian agama.
VI
SHALAT JUMAT DI GEDUNG SERBAGUNA
A. KETENTUAN HUKUM
SHALAT JUMAT DI GEDUNG SERBAGUNA
A. KETENTUAN HUKUM
Shalat Jumat dapat dilakukan di gedung serbaguna, seperti aula kantor, area pabrik, basement mall dan hotel apabila tidak ada masjid di sekitar tempat tersebut, atau ada masjid tetapi terbatas dan tidak bisa menampung jamaah secara keseluruhan atau sulitnya transportasi guna mencapai masjid terdekat.
B. REKOMENDASI
Menghimbau kepada pengelola gedung perkantoran, pabrik, mall dan hotel yang memiliki pegawai mayoritas muslim untuk menyediakan tempat khusus yang dapat digunakan untuk sarana ibadah shalat, seperti mushalla sekalipun di area parkir yang dapat diperluas – menggunakan area parkir tersebut– saat dilaksanakannya shalat Jumat.
VII
VASEKTOMI
KETENTUAN HUKUM
VASEKTOMI
KETENTUAN HUKUM
Vasektomi hukumnya haram, kecuali : (a) untuk tujuan yang tidak menyalahi syari’at (b) tidak menimbulkan kemandulan permanen (c) ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula (d) tidak menimbulkan bahaya (mudlarat) bagi yang bersangkutan, dan/atau (e) tidak dimasukkan ke dalam program dan methode kontrasepsi mantap .
kompas
MUI sudah dibeli, pendapatnya tidak lagi mewakili umat 212 harus ada reformasi nih

Diubah oleh aghilfath 30-07-2017 01:26
0
27.1K
Kutip
155
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan