- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Butuh Kebijakan Ekstrim untuk Atasi Masalah Trotoar
TS
rasrobek
Butuh Kebijakan Ekstrim untuk Atasi Masalah Trotoar

Sejumlah pengendara sepeda motor melintas di atas trotoar pejalan kaki di Jalan Sudirman, Jakarta, Jumat (21/7). BeritaSatu Photo/Ruht Semiono ()
Oleh: Bayu Marhaenjati / FER | Sabtu, 22 Juli 2017 | 16:15 WIB
Jakarta - Trotoar yang sejatinya diperuntukan untuk kalangan pejalan kaki, tak jarang berubah fungsi menjadi pangkalan ojek dan tempat berjualan pedagang kaki lima.Bahkan, saat kemacetan terjadi, pemotor tanpa ragu melintas di atasnya.
Minimnya kesadaran pengguna kendaraan bermotor dalam berlalu lintas dan lemahnya penegakan hukum merupakan bagian kecil dari akar permasalah tersebut. Guna mengatasinya, seluruh pemangku kebijakan (stakeholder) harus bersinergi melakukan penertiban dan penegakan hukum.
"Kalau kita lihat permasalahan di trotoar, sebenarnya bukan hanya permasalahan penegakan hukum (di bidang) lalu lintas saja. Itu ada juga Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum. Seperti misalnya pedagang kaki lima, pangkalan ojek tidak boleh di trotoar.
Karena trotoar itu hanya boleh diperuntukan buat pedestrian, pejalan kaki," ujar Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, AKBP Budiyanto, kepada Beritasatu.com , Sabtu (22/7).
Dikatakannya, terkait regulasi penegakan hukum dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan, permasalahan itu telah diatur pada Pasal 284
juncto 106 ayat 2 Undang-undang (UU) Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 bahwa setiap pengendara kendaraan bermotor harus mengutamakan pejalan kaki.
"Kemudian, Pasal 131 pejalan kaki berhak atas tersedianya trotoar, jembatan penyeberangan dan sebagainya. Sebenarnya, regulasinya sudah cukup lengkap," ungkapnya.
Menurut Budiyanto, masalah utamanya adalah bagaimana penegakan hukum harus bersinergi. "Polisi berkaitan dengan permasalahan pelanggran lalu lintas. Kemudian, Satpol PP melakukan kegiatan penegakan Perda 8 tahun 2007. Ketika kegiatan penindakan bersinergi, itu bisa maksimal hasilnya," katanya.
Budiyanto mengakui, dalam hal penegakan hukum aparat masih kurang maksimal. Sehingga, lanjut dia, tidak maksimal juga dalam rangka menciptakan efek jera dan menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat untuk tertib berlalu lintas.
"Kita akui juga dalam penegakan hukum kita kurang maksimal dalam rangka memberikan efek jera.
Karena dalam Pasal 284 sanksinya pidana dua bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 500.000. Namun kenyataannya, setelah berkas kita kirim ke pengadilan, hukuman hanya Rp 100.000 sampai Rp 150.000. Sehingga, dalam rangka mewujudkan efek jera belum maksimal," katanya.
Menurutnya, kurang maksimalnya penegakan hukum merupakan salah satu simpul permasalahan semata.
"Ini hanya salah satu permasalahan. Permasalahan lainnya cukup banyak. Seperti pertumbuhan kendaraan tidak sebanding dengan pembangunan infrastruktur. Kemudian, peruntukannya terkadang tidak sesuai. Misalnya, trotoar untuk pejalan kaki ternyata untuk pangkalan ojek, dinaiki pemotor, dimanfaatkan pedagang kaki lima dan sebagainya," ucapnya.
Budiyanto menegaskan, seluruh pemangku kebijakan terkait harus bersinergi dalam mengatasi permasalahan ini.
"Kalau kita bicara permasalahan angkutan jalan,
stakeholder-nya cukup banyak.
Polisi bertanggungjawab pada penegakan hukum, penjagaan, pengaturan, registrasi, dan sebagainya. Kemudian, ada Dishub, Pemda, dan lainnya, semua harus bersinergi. Memang permasalahan cukup pelik dan c omplicated .
Harus ada komitmen yang kuat, bersinergi, harus ada kegiatan-kegiatan terintegrasi dengan baik," tegasnya.
Bahkan, katanya, harus ada kebijakan ekstrim untuk mengatasi permasalahan lalu lintas, termasuk masalah trotoar. "Untuk memulainya harus ada kebijakan yang ekstrim. Berani tidak pemerintah pusat dan daerah melakukan pembatasan kendaraan bermotor? Sampai sekarang belum ada yang berani. Karena ini juga menyangkut masalah ekonomi, pengangguran, ketenagakerjaan, pendapatan, dan lainnya," katanya.
Budiyanto menerangkan, menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas juga cukup penting. "Kami setiap hari melakukan penegakan hukum. Namun, karena disiplin masyarakat masih rendah, ketika penindakan mereka kabur, ketika tidak ada petugas balik lagi," imbuhnya.
Ia menyebutkan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah menilang 5.644 pelanggar lawan arus dan melintas di atas trotoar selama lima hari, sejak tanggal 17 sampai 21 Juli 2017, kemarin.
"Jumlah tilang 5.644. Barang bukti yang disita 3.111 STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), 2.525 SIM (Surat Izin Mengemudi) dan empat sepeda motor. Kegiatan penindakan ini akan terus kami lanjutkan untuk memberikan efek jera," tandasnya.
http://www.beritasatu.com/megapolita...h-trotoar.html
Udah ada peraturannya
Tapi pelanggar masih aj batu dan terus rebut trotoar

Ane tertarik dengan langkah pembatasan kendaraan bermotor ini
Semoga bisa direalisasikan

Mari kembalikan fungsi Trotoar di DKI
Jgn sampe ky gini

Quote:
tien212700 memberi reputasi
1
2.7K
20
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan







