- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Riwayat Kedigdayaan Papa Setnov


TS
p0congkaskus
Riwayat Kedigdayaan Papa Setnov
Riwayat Kedigdayaan Papa Setnov

Setya Novanto dikenal sebagai politisi yang licin bak belut. Banyak julukan yang disematkan kepadanya, sebagai bentuk benci sekaligus kagum, karena kelihaiannya dalam berurusan dengan aparat penegak hukum. Pria yang kini masih menjabat sebagai ketua DPR RI ini telah beberapa kali disebut terlibat dalam berbagai kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang jabatan. Kasus pertama yang mencuatkan namanya adalah skandal "cessie Bank Bali" di tahun 1999.
Skandal ini bermula saat pemilik bank ini, Rudy Ramli, kesulitan menagih piutangnya yang tertanam di brankas Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara pada 1997 dengan nilai sekitar Rp3 triliun. Hingga ketiga bank itu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan itu tak membawa hasil. Belakangan, BPPN juga enggan mengabulkan tagihan itu dengan alasan penagihan itu terlambat diajukan ke BPPN, sehingga batas pembayarannya sudah lewat.
Rudy lantas menyewa jasa PT Era Giat Prima (EGP). Di perusahaan ini Setnov, yang saat itu bendahara Bappilu DPP Partai Golkar, menjadi direktur utamanya. Perjanjian pengalihan hak tagih (cessie) diteken pada Januari 1999. Proses penagihan ini belakangan menjadi tindak pidana korupsi karena fee yang diperoleh PT EGP hampir separuh dari piutang yang ditagih.
Setnov melalui PT EGP ternyata menggunakan kekuatan politik guna memperlancar penagihan. Belakangan, ia dan sejumlah politisi partai beringin yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan, diduga bersekongkol agar Bank Indonesia dan BPPN sepakat mengucurkan dana kepada Bank Bali sebesar Rp905 miliar. Namun, Bank Bali ternyata hanya menerima Rp359 miliar. Sisanya Rp 546 miliar atau sekitar 60 persen, justru masuk ke rekening PT EGP.
Alhasil, sebanyak sepuluh orang termasuk Setnov ditetapkan menjadi tersangka, tetapi hanya tiga orang yang dijatuhi hukuman penjara. Yakni Joko Tjandra (Direktur PT EGP), Syahril Sabirin (mantan Gubernur BI) dan Pande N Lubis (mantan Wakil Kepala BPPN). Sedangkan Setnov lolos setelah mengantongi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung pada 18 Juni 2003.
Pada tahun 2005, nama Setnov muncul lagi terkait penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung. Saat itu, perusahaan milik Setnov PT Hexatama Finindo memindahkan 60 ribu ton beras Vietnam dari Bea Cukai tanpa membayar pajak dengan nilai yang sebenarnya. Perusahaan hanya membayar 900 ton beras. Tahun 2006, Setnov sempat diperiksa Kejagung yang saat itu dipimpin Abdul Rahman Saleh. Namun simsalabim, setelah itu kasusnya seakan menghilang ditelan angin.
Tak hanya pangan, Setnov ternyata juga pernah tersangkut kasus impor limbah beracun dri Singapura ke Batam, pada tahun 2004. Kasus mencuat ke permukaan pada tahun 2006, ketika lebih dari 1.000 ton limbah berun asal Singapura mendarat di Pulau Galang. Uji laboratorium yang dilakukan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) menunjukkan, limbah yang dikamuflase sebagai pupuk organik itu mengandung tiga jenis zat radioaktif, yaitu Thorium 228, Radium 226 dan Radium 228. Kadarnya berbahaya karena 100 kali lipat batas normal.
Pupuk organik palsu itu diimpor oleh PT. Asia Pasific Eco Lestari (APEL) yang dimiliki Setnov. Begitu kasus limbah impor muncul ke permukaan, Setnov mengaku sudah mengundurkan diri dari APEL sejak tahun 2003. Meskipun di dalam dokumen milik PT APEL tertanggal 29 Juni 2004, Setnov menjadi pihak yang menandatangani nota kerja sama dengan perusahaan Singapura. Di dalam kontrak disebutkan bahwa perusahaan asal Singapura mengirim 400 ribu ton pupuk organik ke Batam.
Skandal suap lain yang membuat petugas KPK memeriksa ruang kerja Setnov di DPR terjadi dalam skandal suap pembangunan sarana PON XVII di Riau. Muhammad Nazaruddin saat bersaksi di persidangan mengatakan, Setnov terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON di Riau tahun 2012.
Setnov yang dekat dengan kalangan KONI menggunakan pengaruh untuk menekan Komisi X DPR yang membidangi olahraga agar memuluskan anggaran Pekan Olahraga Nasional (PON) dari APBN. Pada 19 Maret 2013, petugas KPK mnggeledah ruang kerja Setnov untuk mencari barang bukti. Setnov pada akhirnya hanya diperiksa sebagai saksi dengan tersangka utama mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.
Nama Setnov kembali muncul dalam kasus korupsi setelah muncul pengakuan Muhammad Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat, yang kini masih menjadi terpidana korupsi Wisma Atlet Sea Games Palembang. Nazaruddin menyebut Setnov sebagai salah satu pengendali proyek e-KTP untuk tahun anggaran 2011-2012. Nazaruddin bahkan menyebut ada aliran dana ke sejumlah anggota DPR termasuk Setnov. Sedangkan Setnov, menurut Nazaruddin, menerima uang yang diperkirakan sekitar Rp300 miliar.
Kasus mutakhir Setnov adalah skandal “Papa minta saham”. Pada rekaman pertemuan antara Maroef Sjamsoeddin, saat itu Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dengan Setnov dan pengusaha Riza Chalid. Dalam rekaman itu Setnov diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Karena kasus itu, Setnov empat terdepak dari posisinya sebagai Ketua DPR RI. Dia digantikan koleganya, Ade Komarudin. Namun tak lama berselang, Setnov memenangkan persaingan merebut kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar di Bali. Kursi ketua DPR pun tak lama kembali ke pangkuannya.
Kini, Setnov telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Dia didakwa melanggar Pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun.
sumber: http://rilis.id/riwayat-kedigdayaan-...pa-setnov.html

Setya Novanto dikenal sebagai politisi yang licin bak belut. Banyak julukan yang disematkan kepadanya, sebagai bentuk benci sekaligus kagum, karena kelihaiannya dalam berurusan dengan aparat penegak hukum. Pria yang kini masih menjabat sebagai ketua DPR RI ini telah beberapa kali disebut terlibat dalam berbagai kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang jabatan. Kasus pertama yang mencuatkan namanya adalah skandal "cessie Bank Bali" di tahun 1999.
Skandal ini bermula saat pemilik bank ini, Rudy Ramli, kesulitan menagih piutangnya yang tertanam di brankas Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara pada 1997 dengan nilai sekitar Rp3 triliun. Hingga ketiga bank itu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan itu tak membawa hasil. Belakangan, BPPN juga enggan mengabulkan tagihan itu dengan alasan penagihan itu terlambat diajukan ke BPPN, sehingga batas pembayarannya sudah lewat.
Rudy lantas menyewa jasa PT Era Giat Prima (EGP). Di perusahaan ini Setnov, yang saat itu bendahara Bappilu DPP Partai Golkar, menjadi direktur utamanya. Perjanjian pengalihan hak tagih (cessie) diteken pada Januari 1999. Proses penagihan ini belakangan menjadi tindak pidana korupsi karena fee yang diperoleh PT EGP hampir separuh dari piutang yang ditagih.
Setnov melalui PT EGP ternyata menggunakan kekuatan politik guna memperlancar penagihan. Belakangan, ia dan sejumlah politisi partai beringin yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan, diduga bersekongkol agar Bank Indonesia dan BPPN sepakat mengucurkan dana kepada Bank Bali sebesar Rp905 miliar. Namun, Bank Bali ternyata hanya menerima Rp359 miliar. Sisanya Rp 546 miliar atau sekitar 60 persen, justru masuk ke rekening PT EGP.
Alhasil, sebanyak sepuluh orang termasuk Setnov ditetapkan menjadi tersangka, tetapi hanya tiga orang yang dijatuhi hukuman penjara. Yakni Joko Tjandra (Direktur PT EGP), Syahril Sabirin (mantan Gubernur BI) dan Pande N Lubis (mantan Wakil Kepala BPPN). Sedangkan Setnov lolos setelah mengantongi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung pada 18 Juni 2003.
Pada tahun 2005, nama Setnov muncul lagi terkait penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung. Saat itu, perusahaan milik Setnov PT Hexatama Finindo memindahkan 60 ribu ton beras Vietnam dari Bea Cukai tanpa membayar pajak dengan nilai yang sebenarnya. Perusahaan hanya membayar 900 ton beras. Tahun 2006, Setnov sempat diperiksa Kejagung yang saat itu dipimpin Abdul Rahman Saleh. Namun simsalabim, setelah itu kasusnya seakan menghilang ditelan angin.
Tak hanya pangan, Setnov ternyata juga pernah tersangkut kasus impor limbah beracun dri Singapura ke Batam, pada tahun 2004. Kasus mencuat ke permukaan pada tahun 2006, ketika lebih dari 1.000 ton limbah berun asal Singapura mendarat di Pulau Galang. Uji laboratorium yang dilakukan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) menunjukkan, limbah yang dikamuflase sebagai pupuk organik itu mengandung tiga jenis zat radioaktif, yaitu Thorium 228, Radium 226 dan Radium 228. Kadarnya berbahaya karena 100 kali lipat batas normal.
Pupuk organik palsu itu diimpor oleh PT. Asia Pasific Eco Lestari (APEL) yang dimiliki Setnov. Begitu kasus limbah impor muncul ke permukaan, Setnov mengaku sudah mengundurkan diri dari APEL sejak tahun 2003. Meskipun di dalam dokumen milik PT APEL tertanggal 29 Juni 2004, Setnov menjadi pihak yang menandatangani nota kerja sama dengan perusahaan Singapura. Di dalam kontrak disebutkan bahwa perusahaan asal Singapura mengirim 400 ribu ton pupuk organik ke Batam.
Skandal suap lain yang membuat petugas KPK memeriksa ruang kerja Setnov di DPR terjadi dalam skandal suap pembangunan sarana PON XVII di Riau. Muhammad Nazaruddin saat bersaksi di persidangan mengatakan, Setnov terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON di Riau tahun 2012.
Setnov yang dekat dengan kalangan KONI menggunakan pengaruh untuk menekan Komisi X DPR yang membidangi olahraga agar memuluskan anggaran Pekan Olahraga Nasional (PON) dari APBN. Pada 19 Maret 2013, petugas KPK mnggeledah ruang kerja Setnov untuk mencari barang bukti. Setnov pada akhirnya hanya diperiksa sebagai saksi dengan tersangka utama mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.
Nama Setnov kembali muncul dalam kasus korupsi setelah muncul pengakuan Muhammad Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat, yang kini masih menjadi terpidana korupsi Wisma Atlet Sea Games Palembang. Nazaruddin menyebut Setnov sebagai salah satu pengendali proyek e-KTP untuk tahun anggaran 2011-2012. Nazaruddin bahkan menyebut ada aliran dana ke sejumlah anggota DPR termasuk Setnov. Sedangkan Setnov, menurut Nazaruddin, menerima uang yang diperkirakan sekitar Rp300 miliar.
Kasus mutakhir Setnov adalah skandal “Papa minta saham”. Pada rekaman pertemuan antara Maroef Sjamsoeddin, saat itu Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dengan Setnov dan pengusaha Riza Chalid. Dalam rekaman itu Setnov diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Karena kasus itu, Setnov empat terdepak dari posisinya sebagai Ketua DPR RI. Dia digantikan koleganya, Ade Komarudin. Namun tak lama berselang, Setnov memenangkan persaingan merebut kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar di Bali. Kursi ketua DPR pun tak lama kembali ke pangkuannya.
Kini, Setnov telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Dia didakwa melanggar Pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun.
sumber: http://rilis.id/riwayat-kedigdayaan-...pa-setnov.html
Diubah oleh p0congkaskus 18-07-2017 20:41
0
2.1K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan