Kaskus

News

p0congkaskusAvatar border
TS
p0congkaskus
Pemerintahan Jokowi Hobi Bikin Utang
Pemerintahan Jokowi Hobi Bikin Utang

Pemerintahan Jokowi Hobi Bikin Utang

Pemerintah berencana menambah jumlah utang negara untuk menutupi defisit anggaran yang semakin menganga. Skema utang menjadi pilihan terakhir agar proyek infrastruktur yang dicanangkan sejak awal tahun tetap bisa dilanjutkan.

Pilihan untuk meningkatkan jumlah utang dinilai pemerintah pada sektor utang dinilai masih pada batas yang wajar. Pemerintah tidak terlalu khawatir dengan penambahan utang yang semakin menumpuk bahkan cenderung semakin meningkat.

Pemerintah meyakini, meskipun jumlah utang kian meningkat, peningkatan itu wajar mengingat rasio utang masih berkirsa 28 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dibanding masa transisi politik 1998, angka tersebut masih sangat normal.

Apalagi, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang masih relatif jauh dari batasan UU Keuangan Negara tersebut. Undang-Undang Keuangan Negara membatasi maksimum rasio 60 persen terhadap PDB.

Menteri Keungan Sri Mulyani meyakinkan publik bahwa utang yang semakin meningkat yang menjadi kebijakan pemerintah masih dalam batas aman dan tidak akan membuat gejolak dalam perekonomian. Optimisme ini didasarkan angka rasio utang masih sangat rendah begitu juga dengan inflasinya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga menilai, defisit negara juga masih dapat dikendalikan. Lebih jauh dia membandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Argentina, Meksiko dan India. “Defisit kita itu sesuai undang-undang mesti di bawah 3 persen. Defisit kita relatif lebih kecil dibanding seperti India,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, koordinator investigasi Center Budget for Analysis (CBA) Jajang Nurjaman melihat tetap ada dampak yang bagi defisit anggaran misalnya pada APBN 2017 lalu yakni berupa amputasi beberapa proyek.

Kondisi itu, sambung Jajang, akibat pemerintah tidak berhasil menggenjot pendapatan pajak. Akhirnya pilihan untuk menambah beban utang negara.

"Dalam RAPBN 2017 terjadi defisit 2,92 persen, mendekati batas defisit anggaran yang diatur UU Nomor 17 tahun 2003. Dalam APBN anggaran kementerian atau lembaga negara diamputasi karena pemerintah belum dapat sumber berupa utang,” tukas Jajang kepada rilis.id, Senin (10/7/2017).

Lebih Besar dari Era SBY

Di banding era-era sebelumnya, masa pemerintahan Presiden Joko Widodo memang dikenal gemar membuat penerimaan negara melalui mekanisme utang.

Bandingkan misalnya, sepanjang periode kedua era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2010-2014) utang Indonesia bertambah sekitar Rp932 triliun. Sedangkan pada masa pemerintah Joko Widodo sejak menjabat atau 2,5 tahun pemerintah berhasil membengkak senilai Rp1.058.63 triliun.

Dengan peningkatan jumlah utang negara yang menggunung itu, publik menilai pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi sangat gemar menambah utang.

Meskipun begitu, pemerintah memiliki alasan yang tak kalah realistis untuk menepis pendapat publik. Bagi pemerintah, meskipun secara angka utang terus melambung, namun rasio utang masih lebih baik dibanding negara berkembang lain. Artinya, kemampuan pemerintah masih sangat baik untuk membayar utang dibanding negara yang lebihb rasio utangnya tergolong besar.

Karena itu, kalau penilaian bertolak pada angka utang, bagi pemerintah penilian itu tidak sepenuhnya tepat. Tetapi mesti dilihat dari rasio karena variabel ini yang selalu menjadi parameter internasional untuk melihat sehat atau tidak kondisi utang negara.

Pemerintah berkesimpulan, rasio utang yang dibawah 30 persen menurut pemerintah tergolong sehat. Rasio utang Indonesia, misalnya, pada akhir masih berkisar 27 persen. Meskipun angka tersebut masih lebih besar rasio utang pada 2010, yakni sekitar 24 persen.

Publik menilai melonjaknya utang negara tidak semata-mata diarahkan kepada proyek yang produktif. Dengan begitu, utang pemerintah diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat seperti melalui mekanisme proyek infrastruktur.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menyebut beberapa utang yang telah jatuh tempo 2018-2019. Tahun depan pemerintah setidaknya akan megoroh kocek dalam untuk melunasi utang sekitar Rp390 triliun.

Sementara pada tahun 2019, pemerintah Indonesia juga dituntut untuk melunasi utangnya dengan angka lebih besar dari tahun sebelumnya yakni sekitar Rp420 triliun. Artinya, untuk dua tahun ke depan pemerintah mesti menyiapkan alokasi yang besar dari APBN untuk melunasi utang pemerintah yang telah jatuh tempo.

Sementara untuk tahun depan, pemerintah juga telah memastikan akan menambahkan utang negara untuk membiayai proyek pembangunan. Langkah tersebut diambil karena prediksi angka defisit masih semakin lebar pada RAPBN 2018.

Untuk menutup angka defisit tersebut, pemerintah akan menambah utang sebesar Rp372 triliun pada tahun mendatang. Opsi melalui utang masih menjadi primadona untuk membiayai program-program pemerintah.


Menyelamatkan Negara dengan Utang

Skema utang masih menjadi jalan terbaik pemerintah untuk menutupi defisit anggaran. Jumlah utang semakin meningkat setiap tahunnya untuk membiayai proyek infrastruktur yang dicanang pemerintah.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Lana Soelistyaningsih mengungkapkan, memang belum ada jalan lain untuk menutup defisit anggaran APBN selain jalan utang. Meskipun skema utang bukan menjadi alternatif untuk mengantisipasi defisit anggaran.

"Utang merupakan alternatif menutup defisit anggaran. Selama masih ada defisit selama itu pula pemerintah berutang. Kecuali anggaran bisa surplus jadi enggak ada utang," kata Lana Soelistyaningsih, kepada rilis.id di Jakarta, Senin (10/7/2017).

Dalam hal defisit anggaran, kata Lana, memang tak bisa ditampik terjadi ketika penerimaan negara memang lebih rendah dari pengeluaran. Karena itu, kalau kondisi keuangan pemerintah masih belum memadai untuk melakukan pembiayaan pembangunan, pemerintah tak mesti memaksa kehendaknya.

"Kalau pengeluaran di bawah penerimaan ya pemerintah enggak perlu bangun-bangun infrastruktur enggak perlu ngasih subsidi gak perlu ada DAU," tegasnya.

Untuk mengantisipasi defisit anggaran itu, Lana menuturkan, sektor pajak menjadi alternatif lain yang dilakukan pemerintah. Perlu ada perubahan radikal soal perpajakan sehingga instrumennya mampu menjangkau wajib pajak secara maksimal.

Sebelumnya, pemerintah memang telah membuat kebijakan tax amnesty untuk mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak. Sejak program (TA) berakhir pada 31 Maret 2017 lalu, TA mampu menyumbangkan Rp114 triliun pada penerimaan pajak ke APBN. Sayangnya, target itu memang hanya 60 persen 60 persen dari target Rp165 triliun.

"Alternatif solusi ya pemerintah harus menaikkan penerimaan pajaknya. Dengan reformasi perpajakan, orang enggak bisa mengelak lagi kalau bayar pajaknya enggak benar," tutupnya.

0
5.6K
55
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan