Identitas Buku

Judul Buku : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis Buku : Ahmad Tohari
Penerbit Buku : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit : Jakarta
Cetakan : XII, Desember 2016
Tebal Buku : 408 halaman ; 21cm
ISBN : 978-979-22-0196-3

Sinopsis
Ronggeng Dukuh Paruk sesungguhnya merupakan penggabungan sebuah novel trilogi karya sastrawan terkenal Ahmad Tohari dengan judul Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Srintil yang menjadi seorang Ronggeng di sebuah desa bernama Dukuh Paruk.

Cerita dimulai dari seorang anak kecil yang bernama Rasus dan Srintil, serta teman-temannya yang sedang bermain di desa Dukuh Paruk. Desa tersebut terkenal akan "ronggeng" dengan kecantikannya dan tariannya yang dapat menarik perhatian banyak lelaki. Srintil yang memiliki talenta menari dan berparas cantik membuat suami istri Kertareja yang mengasuh Srintil sejak ia menjadi yatim piatu meyakini bahwa Srintil akan menjadi ronggeng yang sangat terkenal.

Melalui beberapa ritual akhirnya Srintil resmi menjadi ronggeng. Rasus yang mencintai Srintil tidak setuju karena ronggeng selain mementaskan tarian, juga harus rela memberikan tubuhnya kepada laki-laki yang "menyewa". Akhirnya, Rasus bergabung dengan tentara dan meninggalkan Dukuh Paruk serta Srintil.

Srintil menjadi terkenal dan suami istri Kertarejapun yang berprofesi sebagai mucikari ronggeng menjadi kaya. Srintil yang mengalami patah hati setelah ditinggal Rasus, perlahan menyadari keinginan terdalamnya untuk berkeluarga dan menjadi istri. Srintil pun akhirnya menolak banyak tawaran pentas dan ajakan laki-laki priyayi.

Hingga suatu saat Srintil mau mementas kembali pada sebuah acara politik yang diadakan oleh Camat yang merupakan anggota partai pemberontak. Srintil dan warga Dukuh Paruk dianggap sebagai pendukung partai komunis kemudian ditangkap serta desanya di bumi hanguskan oleh tentara. Cerita kemudian berlanjut tentang kehidupan Srintil dan Rasus pasca tragedi pemberontakan.

Kelebihan buku ini ialah pengarang memberikan alur cerita yang tidak membosankan dan mengembangkan ketokohan Srintil yang sangat kuat. Perjalanan cerita cinta Rasus dan Srintil menggugah pembaca untuk mengetahui takdir hubungan mereka. Banyak pelajaran tentang kemanusian dan penggambaran desa yang melekat kuat sebagai ciri khas Ahmad Tohari.

Kekurangan buku ini adalah banyaknya penggunaan Bahasa Jawa saat tokoh berdialog serta puisi dan syair. Hal ini menyebabkan pembaca yang tidak mengerti Bahasa Jawa menyebabkan pembaca mengalami kebingungan. Selain itu ada kosakata yang vulgar sehingga buku ini tidak direkomendasikan untuk pembaca dibawah usia 17 tahun.

Secara kesuluruhan buku ini sangat menarik untuk dibaca para penggemar buku dan merupakan salah satu mahakarya sastra Indonesia yang harus dimiliki.