

TS
romperstomper
Words of Whiskey
Quote:
BOTTLE OF WORDS
Satu teguk,
hisap,
hembus,
Persetan sesak yang menghantam dada
dan panas dalam tenggorokan yang membara.
Dua teguk,
hisap,
hembus,
Terus berulang sampai selamanya.
Meski selamanya tangan tak mungkin lagi bisa merengkuh belahan jiwa.
Tiga teguk,
hisap,
hembus,
jangan berhenti,
Hingga benak tak sanggup lagi memutar montase hitam-putih
dari potongan-potongan kenangan dalam kepala.
Hingga batas horizon nampak buram
dan kesadaran tersesat dalam labirin gelap yang mencekam.
Atau hingga bingkai visual kehilangan cahayanya
dan dua pupil menghitam oleh saputan warna sebotol whiskey kelas premium.
Hingga nalar terkapar mati dan logika meludah sengit,
tak lagi sudi memegang kendali raga yang larut terbuai bisikan malam.
Hingga siluet elok perempuan itu lenyap tanpa bekas
dari kumpulan ingatan dalam otak yang menggelegak keras tak teredam.
Hingga tak ada lagi suara feminin yang bergaung lembut
mengikis ketegaran jiwa dari dalam ruang imaji yang terpendam.
Hingga jiwa terasa kebas
dan berhenti mengingat rasa
yang terlanjur mengendap di dasar relung yang terdalam.
Rasa yang pernah disajikan dengan begitu manis
di atas piringan perak mewah yang mengilap;
teruntuk satu-satunya Venus yang berpendar terang mengusir temaram.
Untuk sang mentari yang merona menebar hangat,
Dari bulan pucat yang meringkuk beku dalam dinginnya langit kelam.
.
.
Tiga belas teguk,
hisap,
hembus,
Batang tembakau menyerah untuk tetap menyala merah,
mati,
Hanya tersisa samar asap putih yang mengapung di antara udara
dan membawa aroma yang menusuk nostril.
Jangan berhenti,
belum,
Jiwa yang tenggelam dalam lautan alkohol berteriak mabuk,
lagi,
Satu batang tembakau kering dijilat lidah api dari pemantik,
Asap mengepul dari bara yang memerah,
hisap,
hembus,
sesak,
Perih ikut datang menyerang dari luka yang tak tampak,
Pun hilang daya dalam kepasrahan akan guratan takdir.
Satu gelas diangkat,
empat belas teguk,
jangan berhenti,
Satu botol masih menanti penuh kesabaran
sampai waktu tergerus habis dan selamanya datang bersama akhir.
Hingga nama perempuan itu luruh dari ingatan
dan tak lagi bisa dirangkai oleh lidah yang lelah mengecap getir.
Hingga rupa paras jelita yang berbalut kulit sutra putih itu
tak lagi meronakan wajah dengan warna merah.
Hingga seutas senyum simpul itu
tak lagi memacu jantung berdegup keras dalam ketukan penabuh amatir.
Hingga cinta tak lebih dari sekedar satu patah kata
yang bersembunyi di antara ribuan lembar halaman dalam kamus,
bukan lagi pengabdian tanpa sebuah batasan
untuk belahan jiwa yang terkasih.
Hingga semua tentangnya terlupakan.
Meski hanya untuk hitungan detik, menit, jam,
ataupun sampai esok hari kala jiwa kembali terbangun
dengan kesadaran penuh dan kepala yang berdenyut sakit.
Lima belas teguk,
cukup,
Dan batin pun memanjatkan doa untuk raga yang tak lagi bisa berjalan lurus,
Sebait permohonan,
Untuk kebesaran jiwa seorang pecundang yang tak lagi sadar,
Hingga saatnya sepasang kaki bisa kembali melangkah ringan menyambut hari baru,
Hingga pilu mengering
dan luka disembuhkan oleh waktu.
Hingga whiskey kembali menjadi sahabat untuk berbagi kebahagiaan,
bukan lagi obat penghilang penyesalan.
Hingga kedua belah bibir bisa kembali membentuk seutas senyum tulus.
Hingga lidah mampu mengucapkan kalimat yang saat ini tengah bisu tersekap duka,
.
.
.
Semoga kamu bahagia.
Dengannya.
Satu teguk,
hisap,
hembus,
Persetan sesak yang menghantam dada
dan panas dalam tenggorokan yang membara.
Dua teguk,
hisap,
hembus,
Terus berulang sampai selamanya.
Meski selamanya tangan tak mungkin lagi bisa merengkuh belahan jiwa.
Tiga teguk,
hisap,
hembus,
jangan berhenti,
Hingga benak tak sanggup lagi memutar montase hitam-putih
dari potongan-potongan kenangan dalam kepala.
Hingga batas horizon nampak buram
dan kesadaran tersesat dalam labirin gelap yang mencekam.
Atau hingga bingkai visual kehilangan cahayanya
dan dua pupil menghitam oleh saputan warna sebotol whiskey kelas premium.
Hingga nalar terkapar mati dan logika meludah sengit,
tak lagi sudi memegang kendali raga yang larut terbuai bisikan malam.
Hingga siluet elok perempuan itu lenyap tanpa bekas
dari kumpulan ingatan dalam otak yang menggelegak keras tak teredam.
Hingga tak ada lagi suara feminin yang bergaung lembut
mengikis ketegaran jiwa dari dalam ruang imaji yang terpendam.
Hingga jiwa terasa kebas
dan berhenti mengingat rasa
yang terlanjur mengendap di dasar relung yang terdalam.
Rasa yang pernah disajikan dengan begitu manis
di atas piringan perak mewah yang mengilap;
teruntuk satu-satunya Venus yang berpendar terang mengusir temaram.
Untuk sang mentari yang merona menebar hangat,
Dari bulan pucat yang meringkuk beku dalam dinginnya langit kelam.
.
.
Tiga belas teguk,
hisap,
hembus,
Batang tembakau menyerah untuk tetap menyala merah,
mati,
Hanya tersisa samar asap putih yang mengapung di antara udara
dan membawa aroma yang menusuk nostril.
Jangan berhenti,
belum,
Jiwa yang tenggelam dalam lautan alkohol berteriak mabuk,
lagi,
Satu batang tembakau kering dijilat lidah api dari pemantik,
Asap mengepul dari bara yang memerah,
hisap,
hembus,
sesak,
Perih ikut datang menyerang dari luka yang tak tampak,
Pun hilang daya dalam kepasrahan akan guratan takdir.
Satu gelas diangkat,
empat belas teguk,
jangan berhenti,
Satu botol masih menanti penuh kesabaran
sampai waktu tergerus habis dan selamanya datang bersama akhir.
Hingga nama perempuan itu luruh dari ingatan
dan tak lagi bisa dirangkai oleh lidah yang lelah mengecap getir.
Hingga rupa paras jelita yang berbalut kulit sutra putih itu
tak lagi meronakan wajah dengan warna merah.
Hingga seutas senyum simpul itu
tak lagi memacu jantung berdegup keras dalam ketukan penabuh amatir.
Hingga cinta tak lebih dari sekedar satu patah kata
yang bersembunyi di antara ribuan lembar halaman dalam kamus,
bukan lagi pengabdian tanpa sebuah batasan
untuk belahan jiwa yang terkasih.
Hingga semua tentangnya terlupakan.
Meski hanya untuk hitungan detik, menit, jam,
ataupun sampai esok hari kala jiwa kembali terbangun
dengan kesadaran penuh dan kepala yang berdenyut sakit.
Lima belas teguk,
cukup,
Dan batin pun memanjatkan doa untuk raga yang tak lagi bisa berjalan lurus,
Sebait permohonan,
Untuk kebesaran jiwa seorang pecundang yang tak lagi sadar,
Hingga saatnya sepasang kaki bisa kembali melangkah ringan menyambut hari baru,
Hingga pilu mengering
dan luka disembuhkan oleh waktu.
Hingga whiskey kembali menjadi sahabat untuk berbagi kebahagiaan,
bukan lagi obat penghilang penyesalan.
Hingga kedua belah bibir bisa kembali membentuk seutas senyum tulus.
Hingga lidah mampu mengucapkan kalimat yang saat ini tengah bisu tersekap duka,
.
.
.
Semoga kamu bahagia.
Dengannya.
Diubah oleh romperstomper 02-12-2017 04:22
0
1.5K
Kutip
4
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan