- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sempat ditolak Disneyland, kini Ancol menjadi tujuan wisata di Jakarta
TS
arfiands
Sempat ditolak Disneyland, kini Ancol menjadi tujuan wisata di Jakarta
Quote:
Jadikan Ancol setaraf Disneyland, Amerika Serikat,” Ali Sadikin, Gubernur Jakarta, memberi titah kepada Ciputra, sekitar setengah abad silam. Soal bagaimana caranya menyulap Ancol yang kumuh itu menjadi “Disneyland”, tentu saja itu urusan Ciputra dan anak buahnya.
Ancol pada 1960-an tak ada miripnya dengan Disneyland. Dalam bukunya, Ciputra Quantum Leap, pengusaha properti itu mengibaratkan Disneyland sebagai emas tulen, sementara Ancol tak ada beda dengan besi rongsokan. Ancol saat itu merupakan daerah berawa-rawa dan hutan belukar. Hanya ada permukiman liar di dekat muara kanal yang dihuni segelintir nelayan. Serta satu kelenteng yang sekarang bernama Kelenteng Bahtera Bhakti.
Saking sepinya kawasan tersebut, kelenteng itu pernah menjadi sasaran perampokan. "Pada 1950-an ramai berita duel penjaga kelenteng dengan beberapa perampok bersenjata golok. Perampoknya kabur," ujar sejarawan dari Yayasan Bung Karno, Rushdy Hoesein, kepada detik.
“Penguasa” Ancol saat itu adalah kawanan kera yang dipimpin kera bertubuh besar. Penjudi-penjudi dari Jakarta kadang datang ke Ancol untuk mencari raja kera yang dinamai Mbah Kondor. "Mereka minta petunjuk nomor untuk dipasang," kata Rushdy sambil tertawa. Gerombolan kera tersebut akhirnya mengungsi dari habitat mereka setelah proses penimbunan mulai berjalan pada Februari 1962. Penimbunan rawa-rawa Ancol dikerjakan oleh Compagnia Industriale de Travaux (Citra), kontraktor dari Prancis.
Kepala Pelaksana Harian Proyek Ancol, Soekardjo Hardjosoewirjo, menuturkan mantri polisi yang membantu pengamanan Ancol melaporkan kera-kera tersebut berpindah ke pulau-pulau di seberang mungkin saat air sedang surut. "Kera-kera tersebut menyeberang dengan cara melompat dari punggung ke punggung dari satu kera ke kera lain. Nelayan yang memergoki mereka sempat tertahan dua jam karena tidak bisa melintas," Soekardjo menuturkan dalam bukunya, Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol.
Menimbun rawa seluas lebih dari 500 hektare jelas bukan urusan gampang, apalagi dengan kondisi saat itu. Pelaksanaan penimbunan tentu tak berjalan mudah. Alat-alat berat, seperti kapal keruk, pipa, ponton untuk pengapung pipa, dan buldoser, harus diimpor. Material berupa lumpur dan pasir disedot dari dasar laut yang terletak 200 meter dari bibir pantai. Proyek penimbunan ini juga memakai tenaga-tenaga asing. Menurut Soekardjo, ada sekitar 25 tenaga asing yang didatangkan. "Mereka tidur di karavan dan akhirnya dibuatkan rumah tinggal," ujar Soekardjo.
Ancol pada 1960-an tak ada miripnya dengan Disneyland. Dalam bukunya, Ciputra Quantum Leap, pengusaha properti itu mengibaratkan Disneyland sebagai emas tulen, sementara Ancol tak ada beda dengan besi rongsokan. Ancol saat itu merupakan daerah berawa-rawa dan hutan belukar. Hanya ada permukiman liar di dekat muara kanal yang dihuni segelintir nelayan. Serta satu kelenteng yang sekarang bernama Kelenteng Bahtera Bhakti.
Saking sepinya kawasan tersebut, kelenteng itu pernah menjadi sasaran perampokan. "Pada 1950-an ramai berita duel penjaga kelenteng dengan beberapa perampok bersenjata golok. Perampoknya kabur," ujar sejarawan dari Yayasan Bung Karno, Rushdy Hoesein, kepada detik.
“Penguasa” Ancol saat itu adalah kawanan kera yang dipimpin kera bertubuh besar. Penjudi-penjudi dari Jakarta kadang datang ke Ancol untuk mencari raja kera yang dinamai Mbah Kondor. "Mereka minta petunjuk nomor untuk dipasang," kata Rushdy sambil tertawa. Gerombolan kera tersebut akhirnya mengungsi dari habitat mereka setelah proses penimbunan mulai berjalan pada Februari 1962. Penimbunan rawa-rawa Ancol dikerjakan oleh Compagnia Industriale de Travaux (Citra), kontraktor dari Prancis.
Kepala Pelaksana Harian Proyek Ancol, Soekardjo Hardjosoewirjo, menuturkan mantri polisi yang membantu pengamanan Ancol melaporkan kera-kera tersebut berpindah ke pulau-pulau di seberang mungkin saat air sedang surut. "Kera-kera tersebut menyeberang dengan cara melompat dari punggung ke punggung dari satu kera ke kera lain. Nelayan yang memergoki mereka sempat tertahan dua jam karena tidak bisa melintas," Soekardjo menuturkan dalam bukunya, Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol.
Menimbun rawa seluas lebih dari 500 hektare jelas bukan urusan gampang, apalagi dengan kondisi saat itu. Pelaksanaan penimbunan tentu tak berjalan mudah. Alat-alat berat, seperti kapal keruk, pipa, ponton untuk pengapung pipa, dan buldoser, harus diimpor. Material berupa lumpur dan pasir disedot dari dasar laut yang terletak 200 meter dari bibir pantai. Proyek penimbunan ini juga memakai tenaga-tenaga asing. Menurut Soekardjo, ada sekitar 25 tenaga asing yang didatangkan. "Mereka tidur di karavan dan akhirnya dibuatkan rumah tinggal," ujar Soekardjo.
Quote:
Penimbunan akhirnya selesai lima bulan setelah meletusnya peristiwa G-30-S. Situasi politik di Jakarta tengah panas-panasnya. Gerak roda ekonomi negara juga sedang seret. Utang dari Bank Dagang Negara tak lagi mengucur. Walhasil, isi brankas Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Ancol kering kerontang, bahkan tak sanggup lagi membayar gaji karyawan dan tagihan listrik.
Soekardjo sowan ke Balai Kota Jakarta, menemui Gubernur Ali Sadikin. Dia mengusulkan supaya Pembangunan Jaya, perusahaan yang didirikan oleh Ciputra bersama beberapa pengusaha besar saat itu, seperti Hasjim Ning, August Musin Dasaad, Jusuf Muda Dalam, dan Massie bersaudara, dilibatkan di Proyek Ancol. “Mungkin bisa menjadi mitra kerja kita, Pak. Atau paling tidak bisa memberi pinjaman sementara,” kata Soekardjo kepada Bang Ali, Gubernur Sadikin biasa disapa.
Reputasi Ciputra saat itu sudah lumayan moncer setelah sukses menggarap Proyek Senen. Apalagi pemerintah Jakarta juga punya saham di Pembangunan Jaya. Ciputra menuturkan Soekardjo mendatanginya dan menawarkan pembangunan Proyek Ancol. "Saya juga ditawari 20-30 hektare tanah, terserah mau ambil berapa banyak," Ciputra menuturkan kepada detik.
Ciputra mengaku memang tertarik dan memiliki keinginan besar untuk membangun taman rekreasi. Saat menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung, pengusaha kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, itu sering mendengar tentang Disneyland yang dibangun Walt Disney. Ia pun terinspirasi membangun taman hiburan serupa.
"Mendengar penuturan beliau (Soekardjo), dalam hati saya bilang seharusnya Ancol tak dibangun dengan cara membagi kaveling kepada banyak pihak," kata Ciputra. Akhirnya Ciputra mengajukan syarat, dia bersedia bergabung sebagai mitra di Proyek Ancol jika seluruh tanah dengan luas 552 hektare tersebut dikelola oleh satu perusahaan dan tidak dibagi-bagi.
Soekardjo sowan ke Balai Kota Jakarta, menemui Gubernur Ali Sadikin. Dia mengusulkan supaya Pembangunan Jaya, perusahaan yang didirikan oleh Ciputra bersama beberapa pengusaha besar saat itu, seperti Hasjim Ning, August Musin Dasaad, Jusuf Muda Dalam, dan Massie bersaudara, dilibatkan di Proyek Ancol. “Mungkin bisa menjadi mitra kerja kita, Pak. Atau paling tidak bisa memberi pinjaman sementara,” kata Soekardjo kepada Bang Ali, Gubernur Sadikin biasa disapa.
Reputasi Ciputra saat itu sudah lumayan moncer setelah sukses menggarap Proyek Senen. Apalagi pemerintah Jakarta juga punya saham di Pembangunan Jaya. Ciputra menuturkan Soekardjo mendatanginya dan menawarkan pembangunan Proyek Ancol. "Saya juga ditawari 20-30 hektare tanah, terserah mau ambil berapa banyak," Ciputra menuturkan kepada detik.
Ciputra mengaku memang tertarik dan memiliki keinginan besar untuk membangun taman rekreasi. Saat menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung, pengusaha kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, itu sering mendengar tentang Disneyland yang dibangun Walt Disney. Ia pun terinspirasi membangun taman hiburan serupa.
"Mendengar penuturan beliau (Soekardjo), dalam hati saya bilang seharusnya Ancol tak dibangun dengan cara membagi kaveling kepada banyak pihak," kata Ciputra. Akhirnya Ciputra mengajukan syarat, dia bersedia bergabung sebagai mitra di Proyek Ancol jika seluruh tanah dengan luas 552 hektare tersebut dikelola oleh satu perusahaan dan tidak dibagi-bagi.
Quote:
Ciputra menemui Bang Ali, yang juga Presiden Komisaris PT Pembangunan Jaya, dan mengajukan usulannya. "Kalau proyek ini akan dikerjakan oleh PT Pembangunan Jaya dan kami akan bagi hasil," kata Ciputra. Bagi Pembangunan Jaya, syarat-syarat kongsi di Ancol ini sebenarnya jauh dari menguntungkan.
Ciputra dan teman-temannya bukan hanya mesti mencari sendiri sumber pembiayaan proyek, tapi juga mesti menanggung sepenuhnya kerugian jika Proyek Ancol gagal. Tapi jika ada laba, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mendapat jatah 80 persen keuntungan dan sisanya untuk PT Pembangunan Jaya. Setelah melalui perundingan yang alot, 3 bulan kemudian kesepakatan tercapai. PT Pembangunan Jaya resmi terlibat dalam pembangunan Proyek Ancol pada Oktober 1966.
Bukan semata uang dan tantangan yang membuat Ciputra mau menerima proyek di tanah “tempat jin buang anak” itu. “Sudah menjadi ketetapan hati saya: kenapa manusia bekerja hanya harus untuk diri sendiri dan keluarga? Bukankah ada kebahagiaan bekerja untuk banyak orang? Kenapa Nelson Mandela mau masuk penjara puluhan tahun demi Afrika Selatan?” Ciputra menjelaskan keputusannya di Proyek Ancol kepada wartawan senior Toeti Adhitama, 20 tahun lalu.
Jika melulu fulus yang dicari, Proyek Ancol saat itu sama sekali tak tampak menarik. Bahkan di dalam manajemen Pembangunan Jaya sendiri, kata Ciputra, ada sebagian anggota direksi yang tak sepakat dengan dia. Tapi Ciputra sangat yakin, suatu saat nanti, “besi rongsokan” Ancol itu akan bisa dia sulap menjadi emas. “Jangan lupa, cepat atau lambat, masyarakat butuh sarana rekreasi yang memadai,” kata Ciputra dikutip majalah Eksekutif.
Setelah kecemplung di Ancol, Ciputra langsung berurusan dengan segala macam utang. "Ada dalam dolar AS, mata uang Prancis, dan rupiah. Pelan-pelan kami selesaikan," kata Ciputra. Rupanya obsesi Ciputra pada Disneyland tak berubah. Ia lantas menulis surat permintaan kerja sama kepada direksi Disneyland untuk pembangunan Ancol. Bukan persetujuan yang diterima, melainkan penolakan. "Mereka juga wanti-wanti agar jangan memakai nama Disneyland."
Ciputra dan teman-temannya bukan hanya mesti mencari sendiri sumber pembiayaan proyek, tapi juga mesti menanggung sepenuhnya kerugian jika Proyek Ancol gagal. Tapi jika ada laba, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mendapat jatah 80 persen keuntungan dan sisanya untuk PT Pembangunan Jaya. Setelah melalui perundingan yang alot, 3 bulan kemudian kesepakatan tercapai. PT Pembangunan Jaya resmi terlibat dalam pembangunan Proyek Ancol pada Oktober 1966.
Bukan semata uang dan tantangan yang membuat Ciputra mau menerima proyek di tanah “tempat jin buang anak” itu. “Sudah menjadi ketetapan hati saya: kenapa manusia bekerja hanya harus untuk diri sendiri dan keluarga? Bukankah ada kebahagiaan bekerja untuk banyak orang? Kenapa Nelson Mandela mau masuk penjara puluhan tahun demi Afrika Selatan?” Ciputra menjelaskan keputusannya di Proyek Ancol kepada wartawan senior Toeti Adhitama, 20 tahun lalu.
Jika melulu fulus yang dicari, Proyek Ancol saat itu sama sekali tak tampak menarik. Bahkan di dalam manajemen Pembangunan Jaya sendiri, kata Ciputra, ada sebagian anggota direksi yang tak sepakat dengan dia. Tapi Ciputra sangat yakin, suatu saat nanti, “besi rongsokan” Ancol itu akan bisa dia sulap menjadi emas. “Jangan lupa, cepat atau lambat, masyarakat butuh sarana rekreasi yang memadai,” kata Ciputra dikutip majalah Eksekutif.
Setelah kecemplung di Ancol, Ciputra langsung berurusan dengan segala macam utang. "Ada dalam dolar AS, mata uang Prancis, dan rupiah. Pelan-pelan kami selesaikan," kata Ciputra. Rupanya obsesi Ciputra pada Disneyland tak berubah. Ia lantas menulis surat permintaan kerja sama kepada direksi Disneyland untuk pembangunan Ancol. Bukan persetujuan yang diterima, melainkan penolakan. "Mereka juga wanti-wanti agar jangan memakai nama Disneyland."
Quote:
Mendapat penolakan justru menghadirkan inspirasi baru bagi Ciputra. Ia bilang kepada Bang Ali akan membangun dan mengembangkan sendiri taman rekreasi dengan fantasi dan kreasi ala Indonesia. "Kami bangun tahap demi tahap yang kemudian diberi nama Taman Impian Jaya Ancol," kata Ciputra. Dia mengirimkan orang-orangnya ke pelbagai tempat rekreasi top dunia untuk “belajar”.
Taman Impian Jaya Ancol terus berkembang. Direktur Rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol Teuku Sahir Syahali menyebut sekarang sudah ada 7 unit rekreasi yang sudah dibangun. Unit rekreasi lama seperti Gelanggang Renang Ancol dan Gelanggang Samudra Ancol, yang diresmikan pada 1974, direvitalisasi menjadi Atlantis Water Adventure dan Ocean Dream Samudra. "Kami juga mempertahankan beberapa unit lama, seperti Pasar Seni sebagai alun-alunnya Ancol," kata Sahir.
Di antara ratusan proyek yang pernah dia garap, bagi Ciputra, Ancol merupakan salah satu proyek yang paling menggembirakannya. “Saya puas mendengar anak-anak bermain dan tertawa di sana, melihat wajah-wajah tua-muda berseri-seri,” kata Ciputra, dikutip Tempo, pada 1980-an.
Namun, untuk pengembangan selanjutnya, menurut Ciputra, Ancol menghadapi masalah baru. Pasalnya, menurut Ciputra, lahan Ancol daratan sudah hampir habis. "Kami perlu perluasan tanah ke laut tapi izin membangun pulau-pulau di depan Ancol masih bermasalah," kata Ciputra.
Taman Impian Jaya Ancol terus berkembang. Direktur Rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol Teuku Sahir Syahali menyebut sekarang sudah ada 7 unit rekreasi yang sudah dibangun. Unit rekreasi lama seperti Gelanggang Renang Ancol dan Gelanggang Samudra Ancol, yang diresmikan pada 1974, direvitalisasi menjadi Atlantis Water Adventure dan Ocean Dream Samudra. "Kami juga mempertahankan beberapa unit lama, seperti Pasar Seni sebagai alun-alunnya Ancol," kata Sahir.
Di antara ratusan proyek yang pernah dia garap, bagi Ciputra, Ancol merupakan salah satu proyek yang paling menggembirakannya. “Saya puas mendengar anak-anak bermain dan tertawa di sana, melihat wajah-wajah tua-muda berseri-seri,” kata Ciputra, dikutip Tempo, pada 1980-an.
Namun, untuk pengembangan selanjutnya, menurut Ciputra, Ancol menghadapi masalah baru. Pasalnya, menurut Ciputra, lahan Ancol daratan sudah hampir habis. "Kami perlu perluasan tanah ke laut tapi izin membangun pulau-pulau di depan Ancol masih bermasalah," kata Ciputra.
SUMBER
BACA JUGA:
14 Lokasi Ini Tak Sembarang Orang Boleh Masuk
7 Artis Mancanegara Ketahuan Pakai Produk Indonesia
7 Rahasia di Pesawat yang Belum Anda Tau
Bahaya di balik Asyiknya Permainan Fidget Spinner
Kini Kamu bisa Cetak Gambar 3D dengan Printer ini
Ternyata Arti Lambang ‘S’ di Dada Superman
Berbagai Sponsor Unik di Jersey Sepak Bola
Kegiatan Unik Pesepak Bola di Akhir Musim
Diubah oleh arfiands 17-06-2017 16:04
0
15.8K
Kutip
42
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan