http://megapolitan.kompas.com/read/2...bupaten.bekasi

Omar Maute
Quote:
Maute, Pemimpin Penyerangan Marawi Pernah Tinggal di Kabupaten Bekasi
ANGGITA MUSLIMAH MAULIDYA PRAHARA SENJA
Kompas.com - 15/06/2017, 05:44 WIB
BEKASI, KOMPAS.com – Pimpinan kelompok Maute yang melakukan penyerangan di Kota Marawi, Filipina, Omarkhayam Maute atau Omar Maute, pernah tinggal di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Bekasi.
Omar Maute pernah tinggal di Bekasi karena istrinya, Minhati Madrais, diharuskan kembali oleh keluarganya, dan Minhati juga merupakan warga Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
“Omar sempat tinggal di Babelan, dia tinggal di sini tahun 2010 sampai dengan 2011,” ujar suami sepupu Minhati, Dadang (50) kepada Kompas.com saat diwawancarai di kediamannya di Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Selasa (14/6/2017) siang.
Saat berada di Babelan, Omar tinggal bersama dengan beserta orangtua istrinya. Dadang mengatakan, selama enam bulan Omar dan Minhati tinggal di rumah ayah Minhati, KH Madrais.
Namun, setelah itu mereka pindah ke Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Amal milik KH Madrais yang letaknya tidak jauh dari kediaman ayah Minhati.
“Terus akhirnya gabung (tinggal) ke dalam pesantrennya. Ada rumah ustaz (di dalam pesantren), seperti rumah guru-guru, jadi Mpok Mimin (Minhati) jadi pembina di situ,” kata Dadang.
Ia mengatakan, saat mereka bertempat tinggal di pesantren tersebut, banyak ustaz yang juga tinggal di sana.
Selama berada di Bekasi, kata Dadang, Omar bukanlah seorang guru agama, melainkan guru les privat Bahasa Inggris yang statusnya bukan guru tetap.
Kemudian, sebelum Minhati dan Omar pergi ke Filipina pada 2011 dan belum kembali sampai saat ini, KH Madrais pernah berencana agar Omar ditempatkan sebagai pengelola pesantren putri.
“Karena sebenarnya sudah disiapkan dengan harapan lulusan Mesir ahli tafsir bisa mengembangkan santri di sana. Makanya begitu dia (Maute) berangkat ke Filipina betapa kecewanya Pak Haji (KH Madrais),” ucap Dadang.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Konflik Bersenjata di Marawi
Penulis:Anggita Muslimah Maulidya Prahara Senja
Editor:Icha Rastika
Sumber lain menyatakan Omar Maute pernah jadi pengajar di Pesantren Darul Amal, tapi dia mengajarkan hal-hal yang membuatnya diprotes sesama guru dan orangtua santri.
http://www.theaustralian.com.au/in-d...bd2-1497496630
Quote:
At an Islamic boarding school run by his new father-in-law Madrais Hajar — a conservative Islamic cleric and alumni of Cairo’s Al-Azhar University where Maute met his Indonesian wife — the young English and Koranic tutor caused a storm of protest among parents and teachers in 2009 for his attempts to impose strict Wahabist practices on students.
In the Bekasi mosque, Maute — who now describes himself on his Facebook page as a “walking time bomb” — raised eyebrows for his occasional Friday sermons in which he lectured against socialising with non-Muslims.
But it was his attempt to introduce the full-face niqab for female students at the Darul Amal pesantren, and then to enforce a campus ban on handshakes between females and males that caused an eventual teachers’ strike, that the village chief Dayatullah recalled this week. “In this village we are mostly NU (members of the moderate Indonesian Islamic organisation Nahdlatul Ulama) with a high tolerance for others, but he was a bit radical,” Dayatullah says of Maute. “There were many complaints against Omarkhayam from other teachers. I think in the end Haji Madrais had to make a tough choice between his son-in-law and the rest of the community — the teachers as well as his students’ parents.”
Madrais insists he did not allow his young son-in-law, then fresh out of university, to formally teach religion “because I felt his religious knowledge was way below our Indonesian staff”.
Semoga dia tidak berencana kabur ke Indonesia membawa pahamnya.
NB: Bentuk terorisme Maute (penguasaan wilayah seperti kota) beda dengan terorisme bom gaya Amrozi cs. Itulah sebabnya untuk saat ini saya setuju UU Terorisme baru menyatakan terorisme bukan tindak pidana biasa melainkan kejahatan luar biasa, dan TNI pantas dilibatkan dalam memberantas praktik dan ideologi teroris.