Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

widya poetraAvatar border
TS
widya poetra
Menengok geliat pasar pisang Temuwangi Klaten pada dini hari
Menengok geliat pasar pisang Temuwangi Klaten pada dini hari

Merdeka.com, Jawa Tengah - Kumandang adzan subuh sayup- sayup masih terdengar. Suasana gelap masih menyelimuti Desa Temuireng, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Tak kuasa menahan dinginnya embun, Sriyanto (46) berjaketkan sarung. Mengendarai mobil bak terbuka, kendaraannya berhenti di salah satu sudut teras halaman rumah warga.

Tak perlu menunggu hitungan menit, muatan pisang yang dibawa pria asal Desa Keposong, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali ini sudah dikerubungi warga. Dengan seksama, warga yang sebagian besar didominasi perempuan itu langsung berebut mengambil tundun pisang pilihannya.

"Enggak bisa Buk. Itu tetap Rp 120 ribu. Enggak boleh kurang," ucap Sriyanto seraya memegang sejumlah lembaran uang warna biru bergambar pahlawan I Gusti Ngurah Rai tatkala menolak penawaran seorang perempuan berkebaya yang hendak membeli pisang kepok ambon berukuran jumbo.

Sementara, di kiri kanan jalan perkampungan yang hanya mampu dilewati satu unit truk tersebut, sejumlah perempuan berdiri membawa setundun pisang. Seperti halnya Sriyanto, mereka menjajakan beraneka jenis pisang untuk ditawarkan. Pasalnya, Kamis (8/6) pagi itu, merupakan pasaran Wage pada kalender Jawa yang menandakan geliat Desa Temuwangi, Klaten sebagai pasar tiban sentra komoditas pisang.

"Di Temuwangi ini pasarannya tiap Wage dan Legi. Para petani hingga pedagang pisang dari berbagai daerah Klaten maupun luar kota datang kesini. Yang bawa bronjong membeli pisang muda kemudian disimpan hingga matang baru dijual," kata Sriyanto yang sudah satu tahun selalu menyetorkan pisang ke Temuwangi dan selalu tiba pukul 05.00 WIB.

Tiap kali berangkat, dia mengaku, kendaraan bak terbukanya mampu mengangkut sebanyak 130 tundun pisang. Jenisnya pun beragam. Mulai dari pisang kepok, pisang ambon, pisang pesto, hingga pisang raja. Semua jenis pisang itu dia peroleh dari wilayah Demak.

"Kalau campur ukuran kecil bisa muat 130 tundun. Namun kalau ukuran super muat 80 tundun. Untuk harganya tergantung besar kecilnya ukuran. Misal kecil ukurannya, tapi sudah matang umurnya harga jualnya bisa mahal. Harga standarnya paling murah Rp 70 ribu, paling mahal Rp 150 ribu. Kalau ditawar paling mentok turun Rp 5.000," ujar Sriyanto yang mengaku tiap kali berangkat mengantongi omzet kotor Rp 12 juta-Rp 13 juta.

Menengok geliat pasar pisang Temuwangi Klaten pada dini hari

Berbeda dengan Sriyanto, Warno (49) warga Desa Jemowo, Musuk, Boyolali justru datang mengendarai mobil bak terbuka tanpa muatan. Memiliki kios di Pasar Sunggingan, Boyolali, dia mengaku selama 7 tahun selalu datang ke Temuwangi untuk berburu pasokan pisang. Selain itu, dia juga berkeliling ke pasar tradisional lainnya, tergantung siklus lima hari pasaran yang dimulai dari Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi tersebut.

"Sehari di Temuwangi bisa bolak-balik tiga kali muatan. Per muatan kira-kira modal Rp 7 juta untuk 90 tundun pisang. Berangkat jam 03.00 pagi, pulang ke Sunggingan pukul 06.00 WIB. Nanti disana juga dikerubungi pedagang eceran lainnya," ujar Warno, yang menyebut tiap pasaran Pahing ke Pasar Kembang, Kliwon ke Pasar Surowono (keduanya terletak di Kemalang, Klaten), dan tiap Wage sore ke Pasar Wonosari, Gunungkidul.

Bagi warga desa setempat, aktivitas para pedagang di pasar tiban pisang Temuwangi tersebut merupakan pemandangan biasa sejak berpuluh- puluh tahun. Meski tak jelas siapa yang memulai maupun mencetuskan pasaran Wage dan Legi sebagai penandanya, namun warga juga tak mempermasalahkannya.

"Saya tinggal disini sudah 25 tahun, tiap Wage dan Legi ya selalu ramai seperti ini. Rampungnya biasanya pukul 07.30 pagi. Yang datang bukan hanya dari luar kota, tapi juga warga sekitar Jatinom yang memiliki pekarangan luas dengan tanaman pisang. Kalau panen, mereka biasa cari rezeki disini," kata warga setempat sekaligus pemilik warung kelontong, Suprapti (47).

Nah, bagi yang penasaran dengan pasar pisang Temuwangi, jika dari arah kota Klaten berjarak sekitar 20 kilometer melewati pasar Puluhwatu, Kecamatan Karangnongko ke arah Gunung Merapi. Diusahakan datang lebih pagi. Sebab, sebelum pukul 07.00 WIB, pemandangan dan riuh rendah aktivitas pedagang pisang semakin sepi.


Sumber Pisang


Pasar pisang ini harus terus dilestarikan sebagai warisan budaya & kearifan lokal
ane liat di foto wartawannya penjual pisangnya isinya nenek-nenek
harus ada regenerasi supaya pasar pisang terus hidup dan berjaya


emoticon-Angkat Beer


---- -----
btw judulnya "dini hari"
tapi foto wartawannya udah siang ya emoticon-Hammer
telat bangun kali ya kekenyangan pisang
0
9.3K
10
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan