- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Fulus Panas di Kantong Amien Rais


TS
aghilfath
Fulus Panas di Kantong Amien Rais
Spoiler for Fulus Panas di Kantong Amien Rais:

Quote:
Amien Rais mengaku menerima uang Rp 600 juta dari yayasan mantan Ketua Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir. Dana itu, menurut KPK, ternyata rangkaian dana proyek alat kesehatan yang terindikasi korupsi.
Quote:
Tiga politikus Partai Amanat Nasional menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka adalah Dradjad Wibowo, Hanafi Rais, dan Saleh Partaonan Daulay. Ketiganya datang ke KPK sebagai utusan Ketua Dewan Kehormatan sekaligus pendiri partai berlambang matahari terbit tersebut, Amien Rais.
Sebelumnya, Amien hendak datang sendiri ke gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, untuk mengklarifikasi penyebutan namanya sebagai salah satu pihak yang kecipratan Rp 600 juta dari proyek alat kesehatan (alkes) di Kementerian Kesehatan pada 2005. Namun pimpinan KPK enggan menemui Amien karena sudah menyangkut pokok perkara kasus yang mendudukkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebagai terdakwa.
Dradjad menyayangkan sikap KPK. Padahal jaksa KPK sudah mencuplik nama mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu saat membacakan tuntutan terhadap Siti pada Rabu, 31 Mei 2017. Citra yang sampai kepada masyarakat, Amien terlibat dalam kasus korupsi.
Sementara itu, Amien tidak pernah dimintai klarifikasi terlebih dahulu pada saat kasus tersebut masih berada di tingkat penyidikan atau pendalaman keterangan saksi-saksi di persidangan. Karena itu, menurut Dradjad, wajar bila Amien minta penjelasan kepada KPK.
“Pak Amien ini kan tokoh. Berbeda kalau misalnya hanya anggota DPR, levelnya dirjen, atau direktur, itu bisalah menunggu. Pak Amien tokoh nasional, penggerak reformasi. Kalau nggak ada Pak Amien, nggak ada reformasi, dan nggak mungkin ada KPK,” kata Dradjad kepada detikX.
Sebelumnya, Amien hendak datang sendiri ke gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, untuk mengklarifikasi penyebutan namanya sebagai salah satu pihak yang kecipratan Rp 600 juta dari proyek alat kesehatan (alkes) di Kementerian Kesehatan pada 2005. Namun pimpinan KPK enggan menemui Amien karena sudah menyangkut pokok perkara kasus yang mendudukkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebagai terdakwa.
Dradjad menyayangkan sikap KPK. Padahal jaksa KPK sudah mencuplik nama mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu saat membacakan tuntutan terhadap Siti pada Rabu, 31 Mei 2017. Citra yang sampai kepada masyarakat, Amien terlibat dalam kasus korupsi.
Sementara itu, Amien tidak pernah dimintai klarifikasi terlebih dahulu pada saat kasus tersebut masih berada di tingkat penyidikan atau pendalaman keterangan saksi-saksi di persidangan. Karena itu, menurut Dradjad, wajar bila Amien minta penjelasan kepada KPK.
“Pak Amien ini kan tokoh. Berbeda kalau misalnya hanya anggota DPR, levelnya dirjen, atau direktur, itu bisalah menunggu. Pak Amien tokoh nasional, penggerak reformasi. Kalau nggak ada Pak Amien, nggak ada reformasi, dan nggak mungkin ada KPK,” kata Dradjad kepada detikX.
Quote:
"Jadi, ketika dia menawarkan bantuan tiap bulan buat kegiatan operasional saya, saya anggap sebagai hal yang wajar.”
Quote:
Melalui Dradjad dkk, Amien menanyakan kapan bisa memberikan keterangan kepada KPK. Dia berharap bukan pada 8-16 Juni 2017 karena ia akan menunaikan ibadah umrah ke Mekah. Amien khawatir muncul anggapan ia kabur. Seusai umrah, ia bersedia datang ke KPK tanpa dipanggil. “Itu misi yang kami jalankan di sini,” ujar Dradjad di KPK.
Munculnya nama Amien berawal ketika jaksa KPK membacakan tuntutan atas Siti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Siti dituntut 6 tahun penjara dalam kasus pengadaan 21 alkes pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa 12 tahun yang lalu.
Siti, menurut jaksa, telah melakukan penunjukan langsung PT Indofarma Tbk dalam pengadaan alkes yang merugikan negara hingga Rp 6 miliar tersebut. Penunjukan langsung itu dimulai dari beberapa kali pertemuan Siti dengan Direktur Utama PT Indofarma Ary Gunawan serta Ketua Yayasan Soetrisno Bachir Foundation Nuki Syahrun pada September 2005.
Nuki adalah adik ipar Soetrisno Bachir, yang waktu itu masih menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional. Siti mengingatkan hal itu ketika meminta Kepala PPMK Kemenkes, Mulya A. Hasjmy, untuk menunjuk Indofarma sebagai rekanan proyek alkes yang totalnya bernilai Rp 15,5 miliar tersebut.
“Ya, Mul. PT Indofarma tolong dibantu, apalagi kamu lihat sendiri. Nuki adalah adik petinggi PAN, sama juga kita bantu PAN. Kamu ajukan permohonan PL-nya kepada saya,” perintah Siti.
Singkat cerita, Indofarma kemudian memesan alkes itu kepada PT Mitra Medidua sebagai pemasok. Pada 4 April 2006, Indofarma menerima pembayaran lunas Rp 13,9 miliar dari Kementerian Kesehatan (setelah dipotong pajak). Indofarma lalu mentransfer biaya pembelian kepada Mitra Medidua sebesar Rp 13,5 miliar.
Ternyata harga beli alkes tersebut jauh lebih murah dari nilai kontrak. Mitra Medidua membeli 21 alkes itu dari PT Bhineka Usada Raya “hanya” sekitar Rp 7,7 miliar. Alhasil, Siti pun dinilai telah memperkaya perusahaan Indofarma sekitar Rp 364 juta. Keuntungan fantastis dinikmati oleh Mitra Medidua, yakni kurang-lebih Rp 5,7 miliar.
Setelah menerima pembayaran itu, tepatnya pada 2 Mei 2006, Mitra Medidua mentransfer uang Rp 741 juta dan Rp 50 juta enam bulan kemudian ke rekening Yurida Adlani selaku sekretaris Yayasan Soetrisno Bachir Foundation. Nuki lantas memerintahkan Yurida memindahbukukan dana itu kepada dirinya sendiri, Amien, dan Tia Nastiti, anak perempuan Siti.
Terkait transfer kepada Amien, dalam berkas tuntutan itu tercatat sebanyak enam kali sepanjang Januari-November 2007. Setiap kali transfer, Yurida mengirim uang Rp 100 juta. Nuki mengatakan Amien adalah tokoh yang dituakan oleh Soetrisno. Kadang-kadang Soetrisno meminta dia mengirimkan uang kepada Amien sebagai orang tua.
Dalam keterangan pers di kediamannya di Taman Gandaria, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu, Amien blak-blakan mengakui menerima uang dari Soetrisno dalam kurun waktu tersebut. Uang itu merupakan bantuan keuangan dari Soetrisno untuk kegiatan operasionalnya sehari-hari setelah dia tak lagi menjadi Ketua MPR.
Amien mengaku telah lama bersahabat dengan Soetrisno, bahkan sebelum PAN lahir pada 1998. Soetrisno sebagai pengusaha sukses banyak memberikan bantuan, baik untuk kegiatan sosial maupun keagamaan Amien. Bantuan itu diberikan karena Soetrisno menuruti perintah sang ibunda. Tentu saja Amien tidak pernah menanyakan dari mana asal uang itu.
”Jadi, ketika dia menawarkan bantuan tiap bulan buat kegiatan operasional saya, saya anggap sebagai hal yang wajar,” ujar mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut.
Soetrisno menyangkal bila dikatakan bahwa dana untuk Amien ada sangkut-pautnya dengan alkes. Dana ke yayasan berasal dari kantong pribadinya. Ia biasa menyalurkan dana zakat dan infak melalui yayasan Soetrisno Bachir Foundation. Sedangkan tentang uang Rp 741 juta, Soetrisno menyebut itu urusan pinjam-meminjam antara suami Nuki, Rizaganti Syahrun, dan pemilik Medidua, Andri Krishna Murti.
“Itu bukan hasil bisnis alkes. Itu pinjam-meminjam. Suami Ibu Nuki dengan pemilik itu yang berteman, namanya Andri,” kata Soetrisno.
KPK belum menindaklanjuti fakta persidangan tentang Amien. Seperti meminta Amien mengembalikan uang yang diduga kuat berasal dari alkes itu. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK masih menunggu keputusan hakim terhadap kasus Siti. Yang jelas, KPK memiliki bukti rekening koran tentang transfer dana itu.
“Ketika hakim, misalnya, menyatakan terbukti ada sejumlah pihak yang diperkaya, tentu itu harus kita tindak lanjuti. Bagaimana cara menindaklanjutinya, itu perlu dilakukan pembahasan terlebih dahulu, langkah hukum apa yang sah yang bisa dilakukan," kata Febri.
Munculnya nama Amien berawal ketika jaksa KPK membacakan tuntutan atas Siti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Siti dituntut 6 tahun penjara dalam kasus pengadaan 21 alkes pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa 12 tahun yang lalu.
Siti, menurut jaksa, telah melakukan penunjukan langsung PT Indofarma Tbk dalam pengadaan alkes yang merugikan negara hingga Rp 6 miliar tersebut. Penunjukan langsung itu dimulai dari beberapa kali pertemuan Siti dengan Direktur Utama PT Indofarma Ary Gunawan serta Ketua Yayasan Soetrisno Bachir Foundation Nuki Syahrun pada September 2005.
Nuki adalah adik ipar Soetrisno Bachir, yang waktu itu masih menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional. Siti mengingatkan hal itu ketika meminta Kepala PPMK Kemenkes, Mulya A. Hasjmy, untuk menunjuk Indofarma sebagai rekanan proyek alkes yang totalnya bernilai Rp 15,5 miliar tersebut.
“Ya, Mul. PT Indofarma tolong dibantu, apalagi kamu lihat sendiri. Nuki adalah adik petinggi PAN, sama juga kita bantu PAN. Kamu ajukan permohonan PL-nya kepada saya,” perintah Siti.
Singkat cerita, Indofarma kemudian memesan alkes itu kepada PT Mitra Medidua sebagai pemasok. Pada 4 April 2006, Indofarma menerima pembayaran lunas Rp 13,9 miliar dari Kementerian Kesehatan (setelah dipotong pajak). Indofarma lalu mentransfer biaya pembelian kepada Mitra Medidua sebesar Rp 13,5 miliar.
Ternyata harga beli alkes tersebut jauh lebih murah dari nilai kontrak. Mitra Medidua membeli 21 alkes itu dari PT Bhineka Usada Raya “hanya” sekitar Rp 7,7 miliar. Alhasil, Siti pun dinilai telah memperkaya perusahaan Indofarma sekitar Rp 364 juta. Keuntungan fantastis dinikmati oleh Mitra Medidua, yakni kurang-lebih Rp 5,7 miliar.
Setelah menerima pembayaran itu, tepatnya pada 2 Mei 2006, Mitra Medidua mentransfer uang Rp 741 juta dan Rp 50 juta enam bulan kemudian ke rekening Yurida Adlani selaku sekretaris Yayasan Soetrisno Bachir Foundation. Nuki lantas memerintahkan Yurida memindahbukukan dana itu kepada dirinya sendiri, Amien, dan Tia Nastiti, anak perempuan Siti.
Terkait transfer kepada Amien, dalam berkas tuntutan itu tercatat sebanyak enam kali sepanjang Januari-November 2007. Setiap kali transfer, Yurida mengirim uang Rp 100 juta. Nuki mengatakan Amien adalah tokoh yang dituakan oleh Soetrisno. Kadang-kadang Soetrisno meminta dia mengirimkan uang kepada Amien sebagai orang tua.
Dalam keterangan pers di kediamannya di Taman Gandaria, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu, Amien blak-blakan mengakui menerima uang dari Soetrisno dalam kurun waktu tersebut. Uang itu merupakan bantuan keuangan dari Soetrisno untuk kegiatan operasionalnya sehari-hari setelah dia tak lagi menjadi Ketua MPR.
Amien mengaku telah lama bersahabat dengan Soetrisno, bahkan sebelum PAN lahir pada 1998. Soetrisno sebagai pengusaha sukses banyak memberikan bantuan, baik untuk kegiatan sosial maupun keagamaan Amien. Bantuan itu diberikan karena Soetrisno menuruti perintah sang ibunda. Tentu saja Amien tidak pernah menanyakan dari mana asal uang itu.
”Jadi, ketika dia menawarkan bantuan tiap bulan buat kegiatan operasional saya, saya anggap sebagai hal yang wajar,” ujar mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut.
Soetrisno menyangkal bila dikatakan bahwa dana untuk Amien ada sangkut-pautnya dengan alkes. Dana ke yayasan berasal dari kantong pribadinya. Ia biasa menyalurkan dana zakat dan infak melalui yayasan Soetrisno Bachir Foundation. Sedangkan tentang uang Rp 741 juta, Soetrisno menyebut itu urusan pinjam-meminjam antara suami Nuki, Rizaganti Syahrun, dan pemilik Medidua, Andri Krishna Murti.
“Itu bukan hasil bisnis alkes. Itu pinjam-meminjam. Suami Ibu Nuki dengan pemilik itu yang berteman, namanya Andri,” kata Soetrisno.
KPK belum menindaklanjuti fakta persidangan tentang Amien. Seperti meminta Amien mengembalikan uang yang diduga kuat berasal dari alkes itu. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK masih menunggu keputusan hakim terhadap kasus Siti. Yang jelas, KPK memiliki bukti rekening koran tentang transfer dana itu.
“Ketika hakim, misalnya, menyatakan terbukti ada sejumlah pihak yang diperkaya, tentu itu harus kita tindak lanjuti. Bagaimana cara menindaklanjutinya, itu perlu dilakukan pembahasan terlebih dahulu, langkah hukum apa yang sah yang bisa dilakukan," kata Febri.
detik
Nah ada baiknya semua pihak menunggu proses hukum selesai jangan buru2 buat asumsi seolah terlibat atau tidak terlibat apalagi sampai menuntut pihak2 yg sedang menegakkan hukum untuk diusut, diganti gara2 ada nama orang yg ditokohkan disebut dalam surat dakwaan, karena dari pemaparan diatas sudah jelas sekali semua yg ditulis berdasar hasil investigasi yg dilengkapi bukti-bukti.
Please hentikan tingkah laku childish didepan publik atas dalih apapun

Diubah oleh aghilfath 05-06-2017 21:18
0
4.7K
Kutip
42
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan