- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kapolri Diminta Tindak Aksi Main Hakim Sendiri atas Penghinaan Tokoh


TS
aghilfath
Kapolri Diminta Tindak Aksi Main Hakim Sendiri atas Penghinaan Tokoh
Spoiler for Kapolri Diminta Tindak Aksi Main Hakim Sendiri atas Penghinaan Tokoh:

Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto mengatakan, belakangan ini muncul gerakan main hakim sendiri dengan melaporkan orang-orang yang dianggap menghina tokoh tertentu.
Menurut dia, aksi tesebut menjadi ancaman serius terhadap demokrasi karena proses penegakan hukum seakan-akan berdasarkan tekanan massa.
Sebagai penegak hukum, Polri diminta menegakkan hukum dengan adil, bukan berdasarkan tekanan.
"Kapolri diminta melakukan penegakan hukum yang serius pada tindakan persekusi atau pemburuan sewenang-wenang yang dilakukan segelintir pihak ini," ujar Damar melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/5/2017).
Persekusi yang dimaksud yakni mengincar sejumlah orang di media sosial yang dianggap menghina tokoh agama. Kemudian bertindak main hakim sendiri dengan menggeruduk rumah orang tersebut dan melaporkannya ke polisi.
Tak hanya itu, sekelompok orang tersebjt juga menginstruksikan massa memburu target yang identitas dan hal-hal pribadinya dibuka ke publik.
Damar menganggap, aksi main hakim tersebut menunjukkan adanya ketidakpatuhan hukum. Menurut dia, semestinya langkah yang pertama kali dilakukan begitu menemukan postingan penghinaan tokoh tertentu di media sosial, yakni dengan melayangkan somasi dan mediasi.
"Bila mediasi tidak berhasil, barulah melaporkan ke polisi. Kemudian mengawasi jalannya pengadilan agar adil," kata Damar.
Aksi persekusi tersebut, kata Damar, membuat warga negara merasa tidak terlindungi karena absennya asas praduga tak bersalah. Tak hanya itu, orang yang ditarget juga merasa terancam nyawanya karena identitasnya diumbar di media sosial dan muncul seruan untuk beramai-ramai menyerang orang tersebut.
"Bila dibiarkan akan mengancam kebebasan berpendapat secara umum," kata dia.
Damar menyebut kasus persekusi ini muncul pasca-kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Menurut dia, aksi tersebut menyebar merata di seluruh Indonesia dan perlu menjadi perhatian serius karena tingkat ancamannya yang nyata.
Persekusi dilakukan dengan cara melacak status orang-orang yang dianggap menghina tokoh agama, kemudian menginstruksikan massa untuk memburu target yang identitas dan foto hingga alamat rumah sudah diumbar ke publik.
Tak cukup sampai di situ, rumah atau kantor target juga digeruduk massa. Setelah itu, target dilaporkan ke polisi dengan ancaman Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Damar mengimbau Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meredam persekusi yang memanfaatkan media sosial. Menurut dia, hal tersebut telah melanggar hak privasi dan mengancam kebebasan berekspresi.
Selain itu, pemerintah diminta memberi perlindungan penuh kepada orang-orang yang menjadi target persekusi.
"Setiap orang harus dijamin untuk dilindungi dengan asas praduga tak bersalah dan terhindar dari ancaman yang membahayakan jiwanya," kata Damar.
Menurut dia, aksi tesebut menjadi ancaman serius terhadap demokrasi karena proses penegakan hukum seakan-akan berdasarkan tekanan massa.
Sebagai penegak hukum, Polri diminta menegakkan hukum dengan adil, bukan berdasarkan tekanan.
"Kapolri diminta melakukan penegakan hukum yang serius pada tindakan persekusi atau pemburuan sewenang-wenang yang dilakukan segelintir pihak ini," ujar Damar melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/5/2017).
Persekusi yang dimaksud yakni mengincar sejumlah orang di media sosial yang dianggap menghina tokoh agama. Kemudian bertindak main hakim sendiri dengan menggeruduk rumah orang tersebut dan melaporkannya ke polisi.
Tak hanya itu, sekelompok orang tersebjt juga menginstruksikan massa memburu target yang identitas dan hal-hal pribadinya dibuka ke publik.
Damar menganggap, aksi main hakim tersebut menunjukkan adanya ketidakpatuhan hukum. Menurut dia, semestinya langkah yang pertama kali dilakukan begitu menemukan postingan penghinaan tokoh tertentu di media sosial, yakni dengan melayangkan somasi dan mediasi.
"Bila mediasi tidak berhasil, barulah melaporkan ke polisi. Kemudian mengawasi jalannya pengadilan agar adil," kata Damar.
Aksi persekusi tersebut, kata Damar, membuat warga negara merasa tidak terlindungi karena absennya asas praduga tak bersalah. Tak hanya itu, orang yang ditarget juga merasa terancam nyawanya karena identitasnya diumbar di media sosial dan muncul seruan untuk beramai-ramai menyerang orang tersebut.
"Bila dibiarkan akan mengancam kebebasan berpendapat secara umum," kata dia.
Damar menyebut kasus persekusi ini muncul pasca-kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Menurut dia, aksi tersebut menyebar merata di seluruh Indonesia dan perlu menjadi perhatian serius karena tingkat ancamannya yang nyata.
Persekusi dilakukan dengan cara melacak status orang-orang yang dianggap menghina tokoh agama, kemudian menginstruksikan massa untuk memburu target yang identitas dan foto hingga alamat rumah sudah diumbar ke publik.
Tak cukup sampai di situ, rumah atau kantor target juga digeruduk massa. Setelah itu, target dilaporkan ke polisi dengan ancaman Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Damar mengimbau Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meredam persekusi yang memanfaatkan media sosial. Menurut dia, hal tersebut telah melanggar hak privasi dan mengancam kebebasan berekspresi.
Selain itu, pemerintah diminta memberi perlindungan penuh kepada orang-orang yang menjadi target persekusi.
"Setiap orang harus dijamin untuk dilindungi dengan asas praduga tak bersalah dan terhindar dari ancaman yang membahayakan jiwanya," kata Damar.
kompas
Sumbu pendek emang bar2 klo menghakimi musuh2nya, main keroyok dan teror

0
6.6K
Kutip
59
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan